Jangan Ganggu Keluargaku, Tante Karya Kurnia Ramadhani

JANGAN GANGGU KELUARGAKU, TANTE
Karya Kurnia Ramadhani

Menurut kalian definisi keluarga itu apa? Bagiku keluarga yaitu komponen terpenting dalam kehidupan ini terkhusus ibu dan ayah. Tanpa mereka mungkin kita takkan dapat melihat betapa mengagumkan dunia ciptaan-Nya ini.

Keluargaku itu komplit. Aku memiliki ibu yang perhatian, ayah yang penyayang, dan adik yang amat lucu. Mungkin kehidupanku akan hampa tanpa mereka bertiga di sisiku.

Ibuku yaitu sosok bidadari yang dikirimkan Tuhan spesial untukku. Beliaulah yang senantiasa dengan tabah memberiku pesan yang tersirat serta wejangan yang tentunya sangat bermanfaat bagi kehidupanku. Yang terpenting ia amatlah sabar.

Ayahku yaitu lelaki perkasa dengan seribu aturannya. Ayahku selalu punya aturan untuk setiap anggota keluarga di rumah kami yang wajib ditaati. Walaupun ayah orangnya super duper sibuk, namun ayah selalu menyempatkan untuk berkumpul dan bercengkrama bersama keluarga kecilnya. “Pekerjaan memang penting, tapi keluarga tetap nomor satu” itulah semboyan ayahku.

Putri kecil berumur 3 tahun keluarga kami, Tina, ia sangat lucu, menggemaskan, dan begitu pandai. Umur kami terpaut 13 tahun, meskipun rentan umur kami yang sangat jauh, bukan berarti saya yaitu anak yang manja alasannya lama menjadi anak tunggal. Dengan aturan-aturan ayahku saya tumbuh menjadi cendekia balig cukup akal disiplin, saya sangat gembira dengan sosok ayahku, ia yaitu idolaku.

“Happy anniversary ayah, ibu.” Jam 12 sempurna tengah malam saya memberi kejutan kepada kedua orang tuaku. Ibuku terbangun dan tersenyum melihatku, tapi ayah tak ada di kamar. Apa mungkin ayah belum pulang? Biasanya ayah selalu pulang ketika peringatan pernikahannya tiba, dan ayah tidak pernah lupa akan hal itu.
“Ayah belum pulang, mungkin banyak kerjaan di kantor. Makasih ya sayang,” seakan dapat membaca pikiranku, ibu mengeluarkan suaranya. Tapi menyerupai ada yang absurd dengan ibu malam ini, menyerupai ada yang sedang membebani pikirannya, ah sudahlah mungkin ibu hanya kelelahan saja. Ibu mengecup keningku dan menyuruhku untuk kembali ke kamarku.

Pagi harinya ternyata ayah telah menunggu di meja makan.

“Ayah, tadi malam aku….”
“Ayah udah tahu kok, makasih Rina sayang.” Ayah memotong pembicaraanku, dikarenakan telah mengerti yang kumaksud.
“Ibu, Tina mau makan kuenya.” Sepertinya adik manisku ini sudah tidak tabah ingin melahap kudapan manis tar yang ada di hadapannya.
“Tunggu dulu dek, kita harus foto dulu dan upload di instagram.”aku mengeluarkan handphone dan menyentuh ikon kamera. Lalu satu gambar yang memuat wajah bahagia kami berempat berhasil terpampang di instagram milikku. Aku tersenyum mengamati beberapa foto yang telah terabadikan di instagramku, kebanyakan memang foto-foto keluargaku, saya lebih senang memamerkan kegiatan bersama kelurga kecilku dibandingkan memasang foto berdua dengan laki-laki yang sering dilakukan teman-temanku yang lain. Namun, menyerupai ada hal yang absurd di meja makan pagi ini, jarang sekali ayah dan ibuku tidak mengeluarkan dagelan khas mereka ketika sarapan. Tapi pagi ini mereka hanya berdiam diri sambil menikmati makanan masing-masing.

Jilbab putihku berkibar kesana kemari ketika saya keluar dari mobil, sahabatku Fitri, Sinta, dan Rio telah menunggu di gerbang sekolah. Lebih tepatnya Rio bukan sahabatku, ia hanya sahabat laki-laki yang terus mengejarku dan saya senantiasa menolaknya alasannya aturan dari ayahku yang sangat melarang saya untuk berpacaran. Setiap saya menolaknya, saya akan beralibi ia bukanlah tipeku dan laki-laki yang menjadi pacar idamanku itu menyerupai ayahku. Tentu saja Rio sangat jauh dari kriteria itu.

“Tambah cantik aja Rina.” Rio mulai lagi gombalan kadaluarsanya. Aku hanya memutar bola mataku dan mengajak dua sahabatku segera menuju kelas.
“Keluarga kau sweet banget Rin, andaikan saya punya keluarga kayak kamu, iyakan Sin?” kata Fitri dan disambut dengan anggukan kepala dari Sinta. Dua orang sahabatku ini memang kurang beruntung, keluarga mereka sudah tidak lengkap lagi. Fitri yaitu anak yang lahir dari korelasi pra nikah orang tuanya dan sekarang dirinya hanya dirawat oleh neneknya. Sedangkan Sinta, bapaknya meninggalkan dirinya dan ibunya demi perempuan lain. Seringkali mereka mengatakan bahwa mereka iri denganku yang memiliki keluarga lengkap dan begitu kompak.
“Assalamualaikum.” Aku menggerakkan gagang pintuku ke bawah dan mendorong pintunya. Tiba-tiba “pranggggg” terdengar bunyi benda pecah dari arah dapurku, saya terkejut dan segera berlari ke dapur untuk melihat apa yang terjadi. Kudapati kedua orang tuaku berselisih, gres kali ini saya melihat mereka bertengkar, entah apa yang telah terjadi. Aku bersembunyi di balik tembok dan mendengarkan percakapan mereka.”
“Saya kurang apa Yah sama kamu?” kudengar ada isakan tangis ditengah-tengah kata yang diucapkan ibuku.
“Maafkan ayah bu, ayah khilaf. Ayah gak pernah bermaksud mengkhianati ibu dan anak-anak. Sekarang saya tidak pernah lagi bekerjasama dengan perempuan itu.”
“Bisa-bisanya ayah bermain api di belakang ibu. Sekarang ayah lebih baik angkat kaki dari rumah ini, ceraikan saya dan pergilah bersama perempuan itu.”

Aku menangis dalam membisu ketika mendengarkan kata demi kata yang diucapkan oleh kedua orang tuaku. Apakah benar ayahku memiliki perempuan lain di luar sana? Apakah keluargaku juga akan retak menyerupai keluarga kedua sahabatku? Aku teringat akan adikku, dimana dia. Aku mencarinya ke kamar orang tuaku dan kudapati ia sedang menangis tersedu-sedu di sudut kamar, kuhampiri ia dan berusaha menenangkannya.

Jangan Ganggu Keluargaku, Tante Karya Kurnia Ramadhani

Sehabis mengerjakan peran sekolah, saya berjalan menuju kamar orang tuaku dan kulihat ibuku sedang menangis.

“Bu, ibu sayangkan sama saya dan Tina? Kami berdua masih butuh ayah bu, ibu jangan pisah sama ayah. Rina tahu ibu pasti sakit banget tapi bukannya semua orang mampu dapat kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya bu? Ayahkan juga udah….” Ibu menutup mulutku dan menganggukkan kepala lalu memelukku.
“Kamu benar sayang, kau benar. Maafin ibu yang terlalu egois hingga tidak memikirkan perasaan kalian berdua. Ibu akan suruh ayahmu untuk segera pulang.”

Kehidupan keluargaku kembali berjalan dengan normal, ibuku memang sangat pemaaf, ia bahkan tak pernah lagi mengungkit kesalahan besar ayahku itu. Ayahku juga telah berjanji tak akan mengulangi kesalahan itu lagi. 

Akhir-akhir ini banyak teror menimpa keluargaku, mulai dari pengiriman surat kaleng, beling rumahku yang sering dilempar batu, ibuku yang hampir celaka oleh seseorang, adikku yang tak tahu apa-apapun juga terkena incaran si peneror. Aku tak mengerti maksud semua teror ini, tapi setelah kubaca satu demi satu surat kaleng yang dikirimkan, saya mengira itu semua ulah perempuan yang dulu menjadi selingkuhan ayah. Aku dan keluargaku berusaha untuk tabah mendapatkan semua teroran itu, hingga suatu ketika ada seseorang yang mengomentari postingan instagramku yang kuberi judul “sweet family” orang itu membeberkan duduk perkara keluargaku beberapa bulan yang lalu. Teman-temanku di sekolah sekarang menganggap semua postingan di instagram dan dongeng perihal keharmonisan keluargaku hanyalah omong kosong belaka. Aku sangat malu menampakkan diri di sekolah, saya berusaha mencari tahu siapa yang telah mengirim komentar itu, tapi saya tidak menemukan isu perihal orang itu.

Teleponku berdering membuyarkan lamunanku, nomornya tidak terdaftar di kontak handphoneku. Aku menggeser ikon telepon berwarna hijau.

“Halo assalamualaikum,” 
“Walaikum salam cantik, ini calon ibu tirimu nak. Bagaimana komentar mama di instagrammu, apakah kau suka?”
“Apa maksud anda? Apa anda juga yang beberapa bulan terakhir ini meneror keluarga saya?”
“Kamu ternyata anak yang sangat pintar ya sayang, tidak sia-sia ayahmu merawat kamu”

Tut….tut….tut…. Telepon terputus, beberapa ketika kemudian saya mendapat sms dari nomor yang sama.

“Jl. Salak no. 9 alamat rumah mma syg, kapan2 mampir ya. Jgn lupa bwa ayah kmu.”

Sepulang sekolah saya bertekad untuk mengunjungi rumah orang itu. Sampailah saya di sebuah rumah megah nan indah, kupastikan alamat itu memang benar. Kuberanikan diri memencet belnya dan mengucapkan salam, seorang perempuan cantik yang mungkin lebih muda usianya dari ibu keluar.

“Ternyata kau lebih cantik aslinya daripada di dunia maya. Nama mama yaitu Miranda, kau boleh panggil mama Mira.” Kata orang itu yang ternyata berjulukan Mira, sambil menarik tanganku untuk masuk ke rumahnya.
“Apakah anda pantas untuk saya panggil dengan sebutan mama? Atas dasar apa? Saya tidak punya dan tidak akan pernah punya mama menyerupai anda.”
“Jangan menyerupai itu sayang, sebentar lagi mama akan menjadi episode dari keluarga bahagiamu itu.”
“Anda perlu ingat kata-kata saya, saya tidak pernah sudi bila ayah saya menikah lagi, apalagi dengan perempuan perusak rumah tangga orang menyerupai anda.” Aku berlari keluar dari rumah itu, rasanya sesak sekali berada di sana. Aku berlari sekuat tenagaku tak kupedulikan jilbabku yang awut-awutan alasannya tertiup angin.
“Rina, kau kenapa jalan kaki?” Tak sengaja saya bertemu Rio di jalan, saya hanya membisu tak menanggapi pertanyaannya.
“Sini saya antar pulang. Tenang aja saya gak bakal macam-macam kok.” Rio tersenyum padaku dan saya segera naik ke motornya alasannya memang kakiku sudah pegal.

Aku berterima kasih kepada Rio lalu segera masuk ke rumah dan pribadi menuju kamarku. Aku menangis sejadi-jadinya mengingat kata-kata yang diucapkan tante Mira kepadaku. Ibu masuk dan duduk di samping ranjangku, saya yang menyadari kehadiran ibuku segera bangun dari tidurku dan memperhatikan wajah ibuku yang sembab alasannya air mata.

“Ayah harus nikahin tante Mira Rin, ibu udah izinin.” Kata-kata yang membuatku bagai tersambar petir.
“Tante Mira hamil sayang. Ayah kau harus tanggung jawab. Tolong beri ayahmu izin untuk menikah lagi nak!”
“Ayah dimna bu?” 
“Di kamar nak.”

Aku menghampiri ayahku di kamarnya dengan linangan air mata yang mengalir deras di pipiku.

“Ayah, Rina mau tanya. Apa Rina selama ini bandel? Apa Rina pernah langgar peraturan yang ayah bikin? Rina pakai jilbab walaupun Rina belum siap alasannya ikut aturan ayah, Rina gak pernah rasain gimana pacaran kayak teman-teman Rina alasannya aturan ayah, Rina gak pernah ikut hang out sama teman-teman Rina alasannya aturan ayah. Apa ada yang pernah Rina langgar yah? Terus kenapa ayah nyakitin perasaan Rina kayak gini, kenapa yah? Apa alasannya didalam aturan ayah tidak ada aturan untuk dilarang selingkuh, makanya ayah mampu dengan leluasa lakuin perbuatan menjijikan itu?”
“Rina stop.” Bunda menyuruhku untuk berhenti memaki ayahku. Aku hanya mampu terduduk sambil menangis lebih kencang lagi. Setelah tangisku mereda saya berlari menuju rumah tante Mira. Sesampaiku di sana, saya pribadi berlutut di hadapan tante Mira.
“Boleh tante kasih tahu saya kalau tante gak beneran hamil? Aku yakin tante gak bakal mau dijadikan istri kedua, tante harus tahu ibuku bergotong-royong tidak rela untuk dimadu, tante juga harus tahu kalau saya dan adikku tidak akan pernah mau punya ibu tiri. Karena semua itu tante, tante gak boleh nikah sama ayahku. Tante cantik, kaya, muda, belum keriput menyerupai ibuku jadi saya yakin tante pasti mampu dapat yang lebih baik dari….” Tiba-tiba semuanya terasa gelap.

Saat saya membuka mata yang pertama kulihat yaitu ibuku, melihat dinding di sekelilingku berwarna putih saya sadar sekarang saya sedang berada di rumah sakit.

“Kamu udah bangun sayang? Tadi kau pingsan, tante Mira yang bawa kau ke sini, kau harus terima kasih ya sama tante Mira.”

Tak berapa lama ayahku datang membawa sekotak makanan.

“Sekarang yang jagain kau ayah ya, bunda mau sholat dulu.” Aku hanya mengangguk lemah.
“Ayah” saya memanggil lirih ayahku.
“Iya sayang? Kamu butuh apa? Nanti ayah beliin.”
“Aku izinin ayah nikah sama tante Mira, ayahkan yang ngajarin saya buat selalu bersikap tanggung jawab.” Ayah memelukku dan menangis tersedu-sedu.
“Maafkan ayah sayang, ayah salah, ayah tidak memberi pola yang baik kepada kamu. Kamu tumbuh menjadi orang yang bijak sayang.” Ayah tersenyum lembut kepadaku.

Aku mengambil handphoneku dan mencari kontak tante Mira, saya mengiriminya sebuah pesan.

“Makasih udh bawa saya ke rumah sakit tante, sekaligus maaf buat kata2 bernafsu yg udh keluar dari verbal tak sopanku ini. Aku sdh memikirkannya, ayah mmg hrus bertanggung jwab atas apa yg telah ia perbuat. Aku izinin ayah buat nikah sma tante dengan syarat, saya mhon skali kpda tante buat gk tinggal bareng ibu, tante boleh ajak ayah ke rumah tante. Tante juga harus ngrti prsaan ibu tante. Aku harap tante snang dgn kputusanku ini.”

Beberapa hari setelah saya keluar dari rumah sakit, program ijab kabul ayah dan tante Mirapun digelar. Aku melihat bunda dapat  tersenyum nrimo kepada para tamu undangan, akupun berusaha melaksanakan hal yang sama. Acara ijab Kabul sebentar lagi akan dimulai, sebentar lagi saya akan memiliki ibu tiri. Ayah terlihat gagah dengan jas warna hitam milknya, tante Mira juga terlihat anggun dengan balutan kebaya putihnya.

“Saya minta ijab kabul ini dibatalkan. Mas Gunawan maafkan saya, saya berbohong perihal kehamilan saya, saya sama sekali tidak hamil. Mbak maafkan saya atas semua teror yang saya lakukan kepada mbak. Rina maafkan tante alasannya berusaha merebut ayah kau dan berusaha menghancurkan keluaga kalian. Kamu membuat tante sadar, kekuatan kasih sayang keluarga kalian begitu besar lengan berkuasa sehingga mengalahkan kelicikan tante. Makasih buat pelajarannya sayang.” Tante Mira tersenyum kepadaku dengan sangat tulus. Lagi-lagi saya berterima kasih kepada-Mu, ya Allah.

Profil Penulis:
Nama: Kurnia Ramadhani
Sekolah: SMA Negeri 2 Palu
Facebook: Kurnia Ramadhani
Email: kramadhani351@gmail.com

Previous
Next Post »