Sepercik Harapan Emas Karya Nor Adila Stabita Hilmi

SEPERCIK HARAPAN EMAS
Karya Nor Adila Stabita Hilmi

Pagi itu memang terasa sangat dingin, saya hanya mampu menggosok-nggosokkan kedua telapak tangan ku biar terasa sedikit hangat, meskipun masih kedinginan saya harus tetap berangkat untuk mengaji bukan karena apa-apa hanya saja seminggu lalu saya tidak mengikutinya karena sakit, saya harus berangkat karena saya tak mau ketinggalan jauh, untung saja saya menggunakan jilbab yang panjang jadi agak terasa hangat, saya dan sobat dekatku Lita berjalan menuju pesantren putra yang letaknya tidak terlalu jauh dari pesantren putri.

“Sya, tadi kau sempet liat mbak Lia nggak, itu loh yang tentangan kamu, keliatannya dia judes banget deh,?”  tanya Lita dikala kita hampir saja sampai. Yah, mbk Lia dia ialah senior kita, Lita menyebutnya dengan sebutan tentangan karena dia pikir saya ada relasi dengan seorang ustad yg sekrang lagi naik daun tuh di pesantren kita, memang sih kita sering kontak lewat FB, kakak senior kita itu ternyata suka sama ustad Alfa, itu namanya.
“Au’ ah lit. nggak usah di bahas deh ? toh juga Cuma gtuh aja, serius nih sama ngaji kita” sahut ku agak marah ke lita yang masih keliatan penasaran.  “ Serius ke kitabnya apa ke Ustad nya Hayoo. !!”  ledek Lita ke Arah ku sambil sedikit menarik ujung jilbab ku. Memang sih yang mengajar mengaji kitab kali ini ialah Ustad Alfa karena Ustad Sholeh, Ustad bahwasanya lagi berangkat haji, jadi  beliau meminta ustad Alfa umtuk menggantikannya. Aku hanya menyengir kuda.
“Syakira, kesini sebentar, ada yang mau saya bicarakan sama kamu” ujar ustad Alfa setelah selsai mengaji. Aku hanya mengangguk dan melirik Lita untuk menunggu ku di luar Musholla. Lalu saya menghampiri ustad. “  Ada apa ustad ? ” tanya ku setelah mendekat ke arahnya. “ kenapa ? kenapa kok bilang gitu di Fb ? “ tanya nya. Aku tau arah pembicaraan dia kemana. Sebenarnya kita memang ada relasi yaitu calon tunangan. Beliau ada rasa dengan ku semenjak dia datang ke pesantren ini yaitu 1 tahun yang lalu akan tetapi dia gres saja mengatakannya 4 bulan yang lalu. Dan bahagianya juga, ternyata saya juga mencicipi perasaan yang sama.
“Nggak tau ustad, saya sakit hati aja mendengar semua itu” ujarku, tak terasa saya meneteskan air mata. Tak tau kenapa air mata itu tiba-tiba saja jatuh d pipi ku,  “ Tak usah menangis Sayang, itu semua tak benar adanya, itu semua ujian cinta kita.’’ Tenangnya lirih, biar tak seorang pun yang tau. Aku mengusap air mata ku, “ damai saja, Saya tetap mencintai kau apa adanya kok, dan juga sebaliknya, kau juga harus gtu, setuju ? ” saya tetap hanya membisu hening, 

Yah memang itulah sifatku yang sensitive. Gampang cemburu, juga mudah marah-marah, akan tetapi untungnya dia bakir sekali untuk meredakan semuanya. “ senyum dong. ” lanjutnya. Aku tersenyum, “ afwan akhi sudah sensitive ”  ucap ku pelan, karena saya aib banget. “ tak apa,” jawabnya “ sudah deh, buruan sekolah, nanti terlambat lo,” suruhnya, saya mengusap air mata ku lagi, takut nanti kalau Lita melihatnya, saya berdiri, dia berdiri, lalu berjalan di belakang ku, Lita memandang ku yang keluar dari Musholla, “ Lita, makasih yah udah nungguin Syakira !” pintanya ke arah Lita. Lita hanya mengangguk lalu menggandeng tanganku. Mungkin dia masih bertanya-tanya.

#@#

“Eh, Sya kau habis diapain? Disakitin lagi yah, kok kayak habis nangis gitu sih,?” tanya nya dikala kita hingga di sekolahan. “ enggak kok, saya nya aja yang salah faham sama beliau” jawab ku, sudah terlihat ceria wajahku. Lita hanya mengangguk mengerti maksud bicaraku lalu menyodorkanku sebotol minuman. “ tumben baik!” godaku, lalu mendapatkan minuman tersebut, dia hanya nyengir,
“Sampai kapan kau akan menyerupai ini,? “ tanya Lita ke arahku
“Seperti ini gimna maksut kau ? “tanya ku balik
“Menyembunyikan relasi kau sama Ustad Alfa ke santri-santri lain”
“Sampai pada waktunya, saya masih aib Lit.”
"Malu kenapa,? Bukannya gembira punya pacar seorang Ustad. Ini malah Malu. Dari pada kau di kejar-kejar terus sama bawah umur pemuda luar yang ganjen itu.” Ujarnya        

Memang sih, banyak pemuda yang udah bertahun-tahun ngejar aku, tapi akunya hambar aja, ada salah satu pemuda yang suka sama saya tapi dia saya anggap sebagai sahabat aku, namanya Dimas, dia penyayang, perhatian banget dan juga pengertian, dia mendekatiku dengan cara berbeda, dia tau kalau saya hanya mengaggap dia sebagai sahabat dia pun juga sebaliknya.

“Trus gimna dengan Gus Aklal itu? “ tanyanya. Pertanyaan dia membuat saya berfikir serius juga. Gus Aklal ialah kakak dari Ustad Alfa, dia menikah dengan Putri terakhir Aba Kyai. Itulah sebabnya Ustad Alfa mampu hingga sini padahal rumahnya jauh banget dari mojokerto yaitu di Banyuwangi. Aku nggak pernah khawatir soal Gus Aklal soalnya saya udah di pesantren selama 10 tahun ini, dari saya MI hingga saya ada di dingklik Aliyah, saya tinggal di Pesantren ini. Dan nggak mungkin juga keluarga Ndalem tak mengenal Grand Ma Of This IBS, itu sebutan temen-temen untuk ku. 
“Udah deh Lit. kau hanya perlu berdo’a yang terbaik aja buat aku. Selebihnya biar jadi urusan kita berdua” tutur ku ke Lita, lagi-lagi  dia hanya mengangguk entah faham atau nggak. Di fikir-fikir sepertinya saya juga harus tetap mencari perhatian deh ke calon-calon keluarga saya hehehe..:D hah..??? berarti saya calon kelarga Ndalem dong,?? Haduh tak pantas deh sepertinya, saya bukan siapa-siapa saya bukan keturunan Ulama’, Kyai, atau Ustad. Aku hanya dari keluarga biasa aja, duhh, bngung juga deh kalau kayak gini, hufftt,,, Syakira harus berpengaruh yah.

#@#

Sepercik Harapan Emas Karya Nor Adila Stabita Hilmi

“Ukhty buruan, udah di tunggu sama mbak Ely tuh di bawah katanya udah di tunggu dari tadi,ukhty eksklusif ke depan aja yah. “ teriak Resa salah satu sobat sekamar aku, hanya dia yang manggil saya dengan sebutan menyerupai itu. Hari ini saya ada Jadwal untuk jaga Keamanan. Yah karena di pesantren ini saya menjabat sebagai Staff keamanan, di anggap sulit sih enggak cuman agak ribet aja, nah agenda saya kali ini hanya jaga di depan barangkali ada Walisantri yang mengunjungi putrinya atau santri yang minta izin keluar pondok, tetapi hari ini juga ada agenda Les Imriti di dpan Ndalem Mbah Nyai tepatnya di daerah saya berjaga dan Asatid yang mengajar ialah Ustad Alfa. “ iya Syukron ya Res, saya eksklusif ke depan kok “ jawab ku setengah berteriak lalu berlari untuk turun ke bawah, karena kamar ku terletak di lantai 3.

Aku berlari ke luar menyusul mbak Ely yang menunggu ku dari tadi, terlihat dia tengah menyiapkan daerah kita berjaga dan sudah siap dengan 2 buku keamanan yang kita pegang buat jaga. “ Mbak Aku ke Wc dulu yah, kebelet nih “ ujar ku lalu berlari ke arah Wc yang tak jauh dari daerah kita berjaga “ selalu deh kau “ teriak Mbak Ely masih terdengar dari arah ku, Aku hanya tersenyum simpul. 5 menit saya ke Wc setelah itu saya kembali ke daerah saya berjaga, tak sadar bila di situ sudah ada Ustad Alfa yang menunggu, mungkin menunggu santri yang sekarang dapat agenda les, tapi kok tumben dia berangkatnya lebih awal, biasanya kan dia datang nya mendekati isya’. Au’ ah, saya berjalan menujunya, bukan ke padanya tepatnya di daerah saya berjaga. “ mbak di tunggu tuh sama  ustad” ujar Mbak Ely ke arah ku, saya hanya terlihat sinis dan mendekatinya. “ Assalamualaikum ustad. Ada apa yah ?” sapa ku lalu dia menoleh ke arah ku, “ Waalaikumsalam sini Sya kita masuk ke Serambi sambil nunggu bawah umur yang les, Ely saya pinjem Syakira dulu yah” yang di pamiti hanya tersenyum simpul, lalu kita masuk ke Serambi, saya duduk di bawah dan dia duduk di atas, layaknya santri dengan Ustad nya, lalu dia membuka hp nya “ Ibu tadi sms, nanyain kabar kau gimana udah sembuh Lambungnya,?” tanyanya lalu menyampaikan hp nya ke arah ku, saya hanya mampu melirik nya, “agak mendingan Ustad, tapi jawab aja ke ibu kalau saya udah sembuh total” elak ku, saya tak mau ibu terus-terus an khawatir dengan ku, saya tak mau mengganggu pekerjaan ibu. “kalau belum sembuh total ngapain sih maksain diri buat tetap jaga, kan mampu di gantiin sma keamanan lain” ucap nya ke arah ku, dari nadanya kelihatan banget kalau dia perhatian banget sma aku.”Syakira kemaren kenapa minta Makan Nasi goreng? Padahal lambungnya kan sakit?” perhatian sekali beliau, saya hanya membisu terpaku. “ kalau sakit, jangan malah di sembunyiin kalau minta apa-apa, bilang saja nggak usah sungkan-sungkan ya” tambahnya lagi, lalu memandang ke arah ku, saya hanya mengangguk diam. “ Ustad sendiri, kenapa saya di beliin nasi goreng, kalau saya nggak boleh makan nasi goreng ?” tanya ku balik ke arah beliau,lalu ku beranikan diri untuk memandang wajahnya, dia tersenyum lalu menjawab “ kan Syakira yang mau, apa sih yang nggak buat Syakira?” ucapnya lalu memandang ku, saya menarik nafas dalam-dalam ”sepertinya udah bnyak santri yang tau wacana relasi kita ustad” ujar ku pelan lalu menunduk, “ nggak papa, Jangan kan Nasi goreng saya aja pengen mewujudkan harapan Mas kau yang tertunda itu”.

Mengingat wacana Mas ku, petaka pahit yang menimpa kakakku,saat Tragedi kecelakaan itu berlangsung. Kakak laki-laki ku yang sayang banget sama aku, dia memang bukan lelaki yang mampu di banggakan tapi dia punya harapan yang mungkin tak banyak dimilki oleh orang lain, harapan yang sangat mulia. Dia pernah bilang kepada adik kecilnya, akan tetapi sang adik sangat mengerti apa yang dikatakan oleh kakaknya. “ dek. Walaupun Mas mu ini bukan orang sukses, tapi Mas pengen kau jadi orang sukses, memang Mas nggak mampu banggain Bunda sama Ayah, akan tetapi setidaknya Mas mampu bantuin ayah sama Bunda untuk biayain kau biar kau jadi orang sukses, kalau kuliah pun, kau mau kuliah kemana, Mas akan biayain, Biar yang jadi tanggungan Ayah sama Bunda tinggal Adek Abel aja. Kalau kau pengen kuliah ke Kairo Mas akan biayain, kalaupun kau sukses Mas kan ikut gembira juga, udah deh pokoknya kau harus jadi orang yang sukses, jangan tiru Mas yang Bejat kelakuannya ini, Mas gembira kalau Bunda dan Ayah juga bangga, semua harapan Mereka ada di tangan kau ingat Syakira” itu ucapan 2 tahun silam yang lalu, yang di sampaikan kepada adik kecilnya dan juga masih teringat selalu dalam hati. 

Aku meneteskan air mata, tak terasa saya sudah kehilangan dia sudah selama 2 tahun, kehilangan dia berarti kehilangan sang Motivator hidup ku, akan tetapi kehadiran seorang Ustad yang membawa banyak makna dalam hidup ku. Sungguh dia sama persis dengan kakakku, baik dari sifat dan cita-citanya. Ya Tuhan saya tak mau kehilangan beliu sang Motivator hidup ku, semakin lama semakin banyak air mata menetes, dia hanya termenung serta melamun, lalu memandang ke arah ku “ sudah ah jangan menangis, kan ada saya disini, anggap saja semuanya ialah takdir yang kesannya mampu mempertemukan kita, kita doakan saja Mas dari sini, oke? “ kata dia menatap ku begitu dalam, tatapan penuh dengan arti. Aku hanya mengangguk dengan mengusap air mata ku, “ senyum dong” ulangnya lagi, saya tersenyum , senyuman bahagia, ternyata di balik kesusahan yang di berikan oleh allah ada sepercik harapan emas yang kini hadir dalam hidup ku semoga untuk selamanya, meskipun hanya sepercik harapan yang kau berikan semoga akan ada kebahagiaan yang akan hadir untuk kita, untuk selamanya. Terimakasih telah mengubah warna hidup ku, yang awalnya berwarna abu-abu karena kelamnya harapan untuk hidup, kesannya kini cerah lah hidup ku karena kehadiran mu. 

Profil Penulis:
Nama   : Nor Adila Stabita Hilmi
TTL      : Mojokerto, 11 Oktober 1999
Alamat : Karangkuten - Gondang - Mojokerto

Previous
Next Post »