Sahabatku yang Hilang Karya SHA

SAHABATKU YANG HILANG
Karya SHA

Pembunuhan itu ada dan benar adanya saya yaitu korban sekaligus saksinya. Aku korban dari penculikan bersama temanku tapi penculikan itu bermetamorfosis pembunuhan. Kami disekap di sebuah gudang. Tempatnya kosong dan sangat luas. Pintunya terbuat dari semacam seng atau besi. Ketika orang membukanya, pintu itu akan berbunyi menyerupai bunyi kaleng. Ya! bunyinya menyerupai kaleng apabila ada benda yang berbenturan dengannya. 

Aku yang memakai kerudung diikat bersama sebuah kursi. Kursi kayu. Kursi yang biasa kutemui pada dikala sekolah dasar. Kursi gres kecil dan mengkilap. Temanku yang hanya menggunakan celana pendek dan tangtop diikat disebuah tiang lompat tinggi. Mulutnya dibungkam lakban hitam, rambut panjangnya terurai berantakan. Sebelah kiri rambutnya menguntai dari belakang indera pendengaran dari situ saya melihat darah. Darah keluar dari indera pendengaran kanannya dan pelipis kanan. Dani namanya. Tangan kanannya dipenuhi tato dari lengan atas hingga pergelangan tangan. Pergelangan kakinya juga dihiasi tato bunga berwarna hitam yang terlihat menyerupai gelang kaki. 

Aku tidak tahu apa yang terjadi mengapa kami diikat berbeda. Aku sama sekali tidak dibungkam. Tapi saya diperlakukan begitu kasar. Keringat bahkan bercucuran jatuh kelantai. Ah iya lantainya dari tanah, pasir tepatnya. Hawanya juga sangat masbodoh menyerupai diluar gudang ini ada danau atau sungai atau bahkan ilalang hijau yang lebat. Ada bunyi jangkring. 

Ku buka mataku perlahan memeriksa sekeliling. Tak ada orang kecuali kami berdua. Aku terkejut hampir berteriak melihat keadaan temanku, beliau tak sadarkan diri. Dia pasti kedinginan saya yang memakai baju panjang dan kerudung saja sudah kedinginan bagaimana dengan dia. Sebenarnya apa yang terjadi? Siapa yang melaksanakan ini pada kami. Mungkinkah ini berafiliasi dengan apa yang dilakukan Dani?

Suara bahkan tak keluar dari mulutku saya tidak tahu, mungkin saya trauma. Aku hanya bisa menangis. Suara kecil keluar ditengah tangisku tapi tak lebih dari itu. Aku terus berusaha memanggil nama temanku. “Dani bangkit Dani bangun” mulutku terus berucap itu. Kemudian pintu belakang berbunyi. “Ah ada seseorang yang masuk”. lalu dari pintu depan datang  4 orang Apa ini? Kami dikepung? 4 orang itu mendekat. Satu orang didepan menyerupai dikawal 3 orang dibelakangnya. 3 orang dibelakangnya mengenakan topi dan jaket yang berbahan panas dan licin saya tidak tahu namanya tapi jaket itu sering dipakai oleh detektif-detektif yang saya lihat di drama. Sepatu mereka bukan sepatu biasa menyerupai sepatu tentara tepatnya fantofel pria. Salah satu dari tiga orang itu mengenakan sepatu sneaker berwarna putih merah Adidas? Nike? Entah saya tidak paham  

“Ahh!!!” tiba tiba dari belakang kepalaku ditutupi sebuah kain hitam menyerupai daerah helm atau kantong plastic yang terbuat dari kain saya tidak tahu. Jika saja bunyi dapat keluar dari mulutku. 

Aku hanya terus meronta. Hingga 4 orang yang kulihat tadi tepat berada diantara saya dan Dani. Aku bisa mencicipi kehadiran mereka. 

“Bunuh dia” 

Kemudian seseorang dari belakang memukulku dengan benda keras persegi panjang. Kayu? Entahlah tapi rasanya sakit sekali. Aku eksklusif termangu dari rontaku lemas tak berdaya. 

“Heooohhh” saya mendengar bunyi Dani menghela nafas. 
“Brengsek!” tutur Dani, pelan. 

Suaranya sangat lemah. Kurasakan ada yang melepaskan ikatan tali ditangan dan kakiku. “Masih bisa berkata menyerupai itu ternyata pelacur ini yah? Baiklah” 

‘PLAK!’ 

Seorang lelaki yang berbicara itu menampar pipi Dani dengan sangat keras sepertinya, saya hanya bisa membayangkannya. 
“Ah!” peringis Dani.

Sahabatku yang Hilang Karya SHA

Seseorang membawaku keluar gedung. Di membopongku dipundaknya. Aku masih sangat lemah alasannya pukulan tadi. Namun saya mendengar bunyi desiran air dan ukiran ilalang yang diinjak orang ini. Tidak hanya satu orang ku rasa, saya mendengar langkah kaki yang tak selaras mungkin dua tau tiga orang. Sebuah pintu dibuka entah itu pintu kendaraan beroda empat atau pintu bagasi. Setelah itu saya tak sadarkan diri. Entah berapa lama entah apa yang terjadi saya tak tahu. Namun kemudian saya mencicipi diriku semakin karam dalam air. Dingin semakin dingin, tubuhku tak bisa kugerakan menyerupai titik sarafku telah dilemahkan. Aku hanya mengikuti arus kesana kemari namun diriku masih setengah tersadar.

‘BUG!’ tubuhku menghantam batu. 
“Aku akan mati. Aku pasti takkan hidup. Asyhadu an-laa ilaaha illallaah Wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullaah” 

Aku terus membaca 2 kalimat syahadat dalam hati sambil mencoba mengucapkannya. Karena kupikir saya akan mati saya harus mengucapkan dua kalimat syahadat sebelum saya mati. Ku sadari dua kalimat syahadat sudah bekali – kali kuucapkan tapi saya tak kunjung mati. Tak ada malaikatpun yang datang menghampiri. Lalu ku simpulkan ini bukan saatnya saya mati saya harus berusaha bangun. Ku gerakan jari telunjukku sangat berat rasanya. Butuh waktu untuk saya menopang diriku sendiri bangkit dan berjalan. Aku sudah tak bisa memprediksikan dimana luka ditubuhku dan dimana ini. Hanya ada ilalang berwarna cokelat dan tumbuhan yang menyerupai kapuk. 

“Hahaha.. benarkan yang ini” saya mendengar seseorang berbicara. Aku berjalan tergopoh-gopoh menuju sumber bunyi tapi saya sangat ngantuk lalu tak sadarkan diri diantara ilalang yang mengering.

Dua orang itu telah menyelamatkanku, beruntungnya aku. Dua orang itu yaitu dokter muda yang tengah pergi memancing. 3 hari kemudian saya terbangun disebuah rumah sakti kecil didesa. Tapi saya masih kehilangan suaraku. Aku tak ingat bagaimana suaraku bisa hilang. Tak lama setelah saya bangun, saya menjalani proses penyembuhan. selama 5hari dirumah sakit saya di rawat inap. Aku berjalan-jalan disekitar rumah sakit. Para pasien berkumpul di lobby utama untuk menonton tv. 

“Dilaporakan 2 wanita cukup umur hilang 2 minggu lalu dan diketahui salah satu diantara dibunuh dan dikubur digunung, seorang pendaki menemukannya dikala subuh” pembawa program membacakan beritanya. Dadaku terasa sesak saya menangis tanpa kusadari. Aku tak begitu ingat. Tapi dikala televisi menanyangkan foto Dani dan jenazah itu saya sangat terkejut dan ketakutan. Dua dokter muda yang menyelamatkanku membawaku ke kamar inap. 
“Kenapa?”
“Mengapa kau begitu terkejut?”

Aku hanya menggeleng

“Aku bawakan wedang jahe biar suaramu cepat kembali. Kata dokter kau makan terlalu banyak permen dan sirup sehingga suaramu serak dan hilang.” Kata dokter muda satunya.

Aku berfikir, hah permen? Sirup?? Aku kan tidak suka manis manis yang benar saja. Aku meminum wedang jahe yang dibuatkannya untukku. Lalu perlahan suaraku menjadi serak saya bisa mengucapkan beberapa kata meski saya sudah menceritakan yang kualami pada mereka lewat goresan pena tangan. Tentu saja saya tak mengatakn yang sebenarnya. Karena saya belum tahu keadaan Dani sekarang. 

Waktu berlalu, saya terus mengikuti terapi dengan dokter psikolog. Dokter tau apa yang bahwasanya terjadi meski saya tidak menceritakan. Tapi beliau ingin mendengarnya dari mulutku.

“Bisa kau ceritakan apa yang kau ingat sebelum kejadian itu?”
“Hah?” saya akal-akalan tidak tahu. Kemudian dokter memberikanku wedang jahe. Baunya lebih wangi ketimbang wedang jahe waktu itu
“Hari itu saya menjenguk temanku di Solo. Ya beliau wanita nakal. Aku tidak tahu beliau itu pelacur atau bukan tapi beliau pernah berkata padaku jikalau beliau yaitu wanita karaoke. Tapi itu 5tahun silam. Kemudian saya melihat sosmednya, kini beliau menjadi tukang tato ya saya akui beliau arif menggambar jikalau saja orang tuanya bisa atau setidaknya sedikit beruntung sepertiku beliau pasti sudah membuatkan bakat gambarnya ditempat yang pas.”
“Lalu darimana kau tahu beliau ada di Solo jikalau kalian tidak saling bertukar kabar?”
“Ah, itu. Aku memposting foto saya sedang di Solo kemudian beliau mengajak meet up.”
“Kalian bertemu? Dimana?”
“Ya kami bertemu, di sebuah daerah karaoke. Aku merasa tidak pantas sih alasannya saya memakai kerudung dikala itu sedangkan didepan daerah karaoke saja ada beberapa wanita dengan pakaian seksi. Kemudian saya melihat temanku menuruni tangga dan menghampiriku dengan hangat. 
“Hya, sudah makan?” Tanya Dani 
“Belum nih”
“Yuk masuk kita makan dulu”
“Aku dikasih yang halal loh” ucapku
“Tenang saja, didalam ada restoran kok”

Lalu saya dan Dani masuk kedalam. Aku benar-benar terpana didalamnya sangat megah. Meskipun kafe itu letaknya dipersimpangan dan terlihat kecil dan sempit dari depan. Ya kita memang jangan menilai suatu hal hanya dari luarnya saja contohnya Dani. Meski beliau wanita ‘nakal’ tapi tidak seburuk dimata orang lain. Aku menemani Dani bekerja hingga pukul 10. Alhamdulillah tak ada yang mengganguku. Aku makan dan minum dengan hening dan halal. 

“Yuk balik!”
“Kok kau balik jam segini, bukannya kalo ‘itu’ lebih malam yah?”
“Ish! Kan hari ini ada kamu. Hehe.. kita kekosanku” ajak Dani
“Memang kau ngekos sendiri?”
“Ya iyalah, walaupun saya gini tapi saya ada dikalangan menengah dibar”
“Wih syukurlah setidaknya kau tidak sia sia haha” candaku.

Langkah kami terhenti, hp Dani berdering. Kemudian beliau menyuruhku jalan duluan dan beliau akan mengangkat telepon. Tapi saya bisa mendengar pembicaraan ditelepon dengan baik.

“uwis dak kirimke lewat kurir sing biasa kae … mbuh ra reti ra tak bukak … tak enteni bagianku …” ucap dani (sudah saya kirimkan lewat kurir yang biasa datang .. tidak tahu tidak saya buka .. ku tunggu bagianku)

Setelah beliau mendapatkan telepon beliau tersenyum kepadaku dan menghampiriku menyerupai anak kecil lalu menggandengku. “Kenyang?” tanyanya

“Iyalah gimana gak kenyang camilan banyak, diruang karaoke sendiri”
“Oh kesepian?”
“Tidak tidak” jawabku cepat

Lalu sebuah kendaraan beroda empat van hitam berhenti tepat disebelah kami dan menarik kami masuk. Kami dibekap dengan sapu tangan yang baunya sangat memusingkan kemudian kamI tak sadarkan diri. 

“Jadi kau korban yang selamat?” Tanya dokter dengan penuh keterkejutan. Aku tak tahu harus menjawab apa tapi saya harus mencari Dani.
“Dok bisa bantu saya untuk menemukan sobat saya?”
“Temanmu? Dani? Bukankah beliau yang ditemukan digunung?”
“Awalnya kupikir juga begitu, tapi beliau tidak memiliki tato dipergelangan kakinya. Sedangkan dani punya”

Setelah mendengar ceritaku tak ku sangka sang dokter bukannya membantuku mencari Dani tapi beliau meminta perlindungan kantor polisi. Betapa bodohnya dokter itu batinku. Aku bisa dalam ancaman jikalau para penjahat itu tau kalau saya masih hidup. Aku pun bergegas melarikan diri dari rumah sakit. Seseorang membantuku, dokter muda yang menolongku waktu itu, Sami namanya si wedang jahe. Dia membawaku ke rumahnya. Berbulan – bulan saya dan Sami melacak keberadan Dani. 

“Fa, saya ada penelitian di Canada 2hari. Aku tidak akan dirumah selama 5hri saya akan bersiap dirumah sakit. Aku komitmen setibanya di bandara saya akan menemuimu langsung” Ucap Sami sambil memegang erat tanganku
“Ya, setuju ka Sem, hati-hati dijalan. Ah. Bisa kau tinggalkan saya uang?” pintaku.

Sepeninggalnya Sem ke Canada. Aku tidak mengalah mencari Dani. Aku memutuskan untuk kembali ke Solo. Kali ini saya memakai pakaian syar’i yang menutupi seluruh tubuhku kecuali mata. Setibanya di Solo saya mencari penginapan. Tepat pukul 8 malam saya pergi ke kafe dimana Dani dan saya bertemu. Aku melihat sosok wanita yang mencurigakan beliau menutupi wajahnya dengan topi, pakaian seksinya yang mencolok membuatku semakin penasaran.

Kuikuti dia. Penyamaranku bisa dibilang sempurna. Celana training baju lengan panjang dan rambut kucir kuda terlihat menyerupai orang bodoh. Wanita itu berhenti didepan sebuah toko china. Dia membuka topinya.. Dani.

“Dia, masih hidup? Benarkah? Benarkah??” hampir saja saya datang menghampirinya. Namun lagi lagi ada kendaraan beroda empat van berhenti didepanku. Aku sudah keringat masbodoh ketakuran. Aku membisu membeku di tempat. Hampil ngompol dicelana, aku. Kaca depan kendaraan beroda empat itu terbuka dan keluarlah kepala seseorang “Neng!” sapanya. Tapi saya sudah berteriak ketakutan “AAAAHHHHH!!!” kulihat Dani melarikan diri. 
“Eiyyyy mau Tanya jalan nih neng, malah teriak emang saya hantu” katanya. Aku yang sudah tak melihat Dani pun segera mengejarnya “Maaf pak saya juga lagi nyasar” wusss saya pergi meninggalkan daerah itu.
“Kurasa beliau berlari kearah sini” pikirku
“Arghhh! Dimana lagi. Apa saya salah hmppphhh” seseorang mendekapku dengan tangannya menarikku kearah gang sempit disela antar rumah.
“Hust!” ucapnya. Aku segera melepaskan diri dan saya terkejut melihat wanita didepanku
“Dani”
“Iya ini aku”

Aku eksklusif memeluknya tanpa pikir panjang. Kini saya merasa lega.

Itulah bagaimana saya menemukan Dani yang hilang. Aku tak ingin mengetahui bagaimana beliau bisa masih hidup alasannya saya tak ingin mengorek luka yang dideritanya. Aku tahu pasti lebih berat. Aku akan menunggu hingga beliau yang bercerita. Seperti itulah saya disamping Dani. Kami tumbuh bersama semenjak bayi hingga dikala ini. Terkadang sesuatu yang tertutup yaitu hal yang tak seharusnya kita paksa membukanya. Sabar dan tunggulah hingga itu terbuka dengan sendirinya. Lebih tepatnya membuka diri untuk orang lain.

-END-

Profil Penulis:
Namaku Alifah Trisnawati Shabilla. Aku menggunakan nama pena SHA untuk karya tulisku. Aku berumur 17 Tahun. Aku menyukai mengarang kisah semenjak SMP namun saya gres berani mempublikasikan karnaku gres - gres ini. Meski saya sudah mulai menulis semenjak SMP tapi saya masih pemula loh.

Mari berkawan, FB : Alifah Trisnawati S.

Selamat membaca! ^_^
Previous
Next Post »