Ingun Terlahir Kembali Karya Dian Novita

INGIN TERLAHIR KEMBALI
Karya Dian Novita

Sebuah kotak musik renta memutar lagu indahnya. Tergambar ingatan-ingatan kabur wacana dirinya. Siapakah wanita yang kulihat itu. Kenapa saya bahagia sekali ketika mengingatnya. Dia menuntunku dan tersenyum namun ketika menoleh kepadanya ternyata mata itu telah menangis menatapku. Siapakah dia? Dimanakah beliau sekarang? Siapa saya baginya? 

Mimpi-mimpi asing ini selalu datang akhir-akhir ini. Karena mimpi inilah membuatku sangat takut ketika terbangun. Apakah saya melupakan sesuatu yang penting? Senyum itu tenang sekali. Wanita renta yang kupanggil Nenek selalu membangunkanku di pagi hari. Penting bagiku untuk selalu terlihat bahagia ketika saya berada di rumah. Entah bagaimanapun kehidupanku di luar sana. Kesialan mungkin sangat senang berada di dekatku. Aku hanya punya satu sahabat di dunia ini. Dia sangat menyayangiku begitu juga saya kepadanya. Namun entah dosa apa yang saya perbuat. Bertubi-tubi keburukan datang kepadaku. 

"Kenapa kau berteriak? Apakah mimpi itu lagi? Cepatlah ke sekolah temanmu akan segera datang." Bagai dejavu, berulang kali kudengar kalimat yang sama itu. Bahkan beliau tak mau bercerita siapa yang ada dalam mimpiku. Apakah ada hubungannya dengan kecelakaan yang saya alami ahad lalu? Sakitnya saja masih kurasakan tapi saya tak ingat sama sekali bagaimana peristiwa itu.

Setelah seminggu absen, ini ialah hari pertamaku bersekolah. Tak ada yang spesial. Tak ada yang peduli dengan hal yang kualami. Semua nampak ibarat biasa hanya beberapa anak badung yang menatapku di setiap langkah menuju mejaku. Tatapan menyebalkan. Seperti biasa saya harus berurusan dengan mereka. Aku akan sangat senang jikalau mereka lenyap dari duniaku. Wahai matahari buatlah hari ini menjadi sedikit ringan bagiku. Aku muak jikalau kau terus mengacuhkanku.

"Egi nanti pulang sekolah ikut saya ke toko donat dulu ya. Aku ingin sesuatu. Kalau kau tak mau , saya nggak jemput kau lagi."
"Ah iya. Tunggu saja di gerbang saya ada urusan dulu." Dia Anya orang yang menyebut dirinya temanku, sudah ibarat cucu nenekku alasannya ialah tiap hari ke sekolah bersamaku. Untuk ketika ini hanya beliau yang bisa erat denganku tanpa ada alasan khusus. Saat saya tanya kenapa beliau malah menjitakku dan berkata "apakah harus ada alasan untuk menjadi dekat". Dia sumber keribuatan di hidupku, tidak sepi rasanya ketika bersamanya. Sialnya saya merasa nyaman ibarat ini. Hal ibarat ini seharusnya tidak boleh terjadi.
"Hei pecundang, lama sekali kau tak masuk sekolah. Apa kau tahu kami merindukanmu. Aku hampir gila alasannya ialah kau tak ada disini. Cepat serahkan uangmu."
"Sial, dasar orang bodoh." Aku bergumam
"Kau bilang apa anak haram?!" Dia memukuliku berkali-kali rasanya ini sudah tidak sakit lagi alasannya ialah saya biasa dengan situasi ibarat ini. Namun yang membuatku sakit ketika beliau menyebutku anak haram. Ingin sekali saya memukul lisan anyir itu tapi sama saja dengan mengibarkan bendera kematianku. 
"Maaf lama. Ayo ke toko donat."
"Kau habis dipukuli lagi ya? Maaf saya tak bisa membantumu." Saat hingga di toko, beliau malah memberiku donat. Apakah beliau tidak sadar kalau saya tidak suka makan yang manis. Tapi sering sekali beliau memberikanku kue. Apakah baginya ini arti erat denganku? Kuharap ini akan lebih dari sekedar dekat. 
"Aku tak mau kau mendapat panggilan itu lagi. Untuk itu saya mencari tau wacana kedua orang tuamu. Maaf saya sangat lancang. Tapi berkat ini saya berhasil meyakinkan kakakmu Reina untuk bertemu. Besok di stasiun jam 8 jangan terlambat." Setelah mengatakan itu beliau berlalu tanpa memberikanku senyuman ibarat biasanya. Apakah beliau takut kalau saya marah? Awalnya memang saya terkejut. Lancang sekali beliau menjamah kehidupan pribadiku. Tatapanku tertinggal hingga beliau berbelok. Aku terdiam untuk apa sejauh itu beliau melaksanakan hal kolot untukku.
"Hah adik kecilku sudah sebesar ini. Tapi tetap saja sikapmu menyebalkan. Untuk apa kau mencari eksistensi Ayah? Agar status anak haram hilang padamu? Dari dulu saya membencimu. Kau tumbuh dengan semua kebencianku. Kau hanya membisu dan tersenyum sinis. Itu sama ibarat Ayah. Untuk itulah saya sangat membencimu." Dia berteriak kepadaku seolah-olah telingaku diciptakan tuli semenjak lahir.
"Kau orang remaja yang menyebalkan. Apakah kau tak tahu penderitaanku setiap detik. Betapa sulitnya jalan yang kujalani. Aku hanya ingin tahu dimana Ayah dan Ibuku."
"Kau hanya menghawatirkan laki-laki itu dan Ibu kandungmu saja. Apa kau tahu seminggu yang lalu Ibuku kehilangan nyawanya untuk menyelamatkanmu! Namun apakah kau pernah melihat wajahnya apakah kau pernah mengunjunginya? Kau hanya khawatirkan mereka saja."
"Aku, saya punya firasat Ibuku akan kembali. Aku membayangkan wanita yang menangis ketika menuntunku dan memutar kotak musik."
"Dasar bodoh. Itulah Ibuku. Apa ini, apa ini kotak musik yang kau cari? Dia menyayangimu dari kecil hingga melupakanku. Dia merawatmu hingga kesudahannya Nenek mengambilmu. Dia juga berkata berangasan kepadanya. Dia menangis meratapi nasibmu yang ditinggalkan Ayah dan Ibumu. Namun  apa balasanmu?"

Ingun Terlahir Kembali Karya Dian Novita

Tante Lina? Makara yang dimimpiku itu orang itu? Lalu kemana Ibuku? Kenapa beliau mengasihiku melebihi anaknya sendiri? Makara gara-gara saya beliau meninggal? Dosa apalagi ini yang telah kuperbuat hingga orang baik sepertinya pergi meninggalkanku juga. Dia menjagaku hingga selesai hidupnya. Aku sungguh menyesal membencinya selama ini. Nenek begitu kejam mengatakan segala hal bohong tentangnya. 

Setelah saya mengunjungi makamnya berat sekali kakiku melangkah pulang. Aku marah ketika melihat Nenek. Apakah beliau tidak bisa melihat ketulusan tante Lina untukku? Rajutan kasih sayang itu menyambung kehidupanku. Bagaimana jadinya jikalau ketika Ayah dan Ibu pergi beliau juga menelantarkanku? Bahkan bisa saja beliau menyiksaku. Bagaimana jadinya jikalau seminggu yang lalu beliau tidak menyelamatkanku? Hingga bayangannya selalu terbias di mimipiku. Alunan kotak musik pemberiannya menenangkanku. Kakakku itu menyebalkan tapi saya juga kasihan padanya.

Semua kejadian ini masih terasa ganjil bagiku. Aku belum mengetahui eksistensi Ibuku dan alasan beliau pergi meninggalkan anak kandungnya. Oh matahari, sungguh rumit takdir yang kau berikan padaku. Orang yang kupanggil nenek itu bilang Ibuku telah meninggal korban laga lari. Makara selama ini beliau tidak meninggalkanku? Apakah nenek bohong lagi? Tidak, beliau menangis kali ini. Makara apa ini, takdir yang sangat runcing menusukku dari arah mana saja. Rasanya saya ingin berteriak tapi juga tak ada gunanya saya lakukan itu. Kedua Ibuku tak bisa kembali menemuiku. Bahkan saya sudah tak ingat wajah mereka berdua. Anak macam apa saya ini. Kenapa setelah kejadian ini saya masih bermimpi tante Lina? Dia mengatakan sesuatu dan menangis kepadaku. Tapi saya tak tahu apa itu. Hatiku sakit sekali jikalau mengingat itu. Bahkan sudah terbiasa untukku menangis ketika berdiri tidur. 

Tinggallah saya seorang diri yang hingga di ujung dunia mencari arti diriku. Aku benci Tuhan, beliau sangat kejam mempermainkan kehidupanku. Kali ini hanya orang itulah yang dapat menyelamatkanku. Tempat dimana kulepas segala kesedihanku. Dia tak pernah bersedih. Selalu menyemangatiku. Aku akan lebih membuka diri pada Anya.

"Kau tahu rasanya hidupku berat sekali setiap hari. Hampir ada pikiran untuk mati. Ditambah kejadian ini rasanya saya terkutuk sekali. Tapi kau selalu ada bersamaku, terima kasih"

Dia hanya membisu lalu tersenyum sinis padaku. "Apa kau pikir saya sedih melihatmu ibarat ini. Aku bahagia sekali!! Kau tak tahu apa rasanya mempunyai Ibu tapi beliau tak mengenalimu. Hei bangunlah dari kenyataan, Papaku lah yang sengaja menabrak Ibumu!! Dia sangat terkutuk sehingga membuat Ibuku depresi seumur hidupnya. Dasar sial, itu aku, saya yang menyuruh semua anak badung di sekolah untuk mengganggumu!!  Sekarang kau tahu apa itu rasanya sakit dihina banyak orang."

"Apa kau gila dengan yang kau katakan tadi! Semua takdir terkutuk ini berawal darimu"
"Tidak, itu semua alasannya ialah Ibumu, beliau memang iblis!!" Tanpa sadar saya menamparnya.
"Hah sungguh memalukan sekali kau melaksanakan ini padaku. Apa kau pikir dengan tamparan ibarat ini saya akan merasa sakit?! Aku puas, saya bahagia melihatmu menderita ibarat ini. Ibumu mengambil eksistensi Ibuku. Makara beliau pantas mendapatkannya juga. Dan kau, anak wanita itu, inilah yang seharusnya kau rasakan juga. Penderitaanmu ialah balas dendamku. Aku tak mau hidup sendiri dengan beban ini."
"Aku tak aib jikalau menampar wanita sepertimu. Apa arti kedekatan kita selama ini! Kau menyedihkan lebih dari yang kukira, lihatlah dirimu setiap hari tersenyum ibarat itu, namun gotong royong kau terus menyeringai padaku. Kukira kau mutiara tapi ternyata tak lebih dari besi berkarat." Dia menamparku dan pergi dengan omelannya yang sudah tak bisa ku dengar.

Sial, angin memang dari dulu berhembus melawanku. Matahari hanya membisu memandangiku. Inilah asal diriku dari dulu, sendirian. Untaian kata tak bisa saya keluarkan lagi. Bahkan pikiranku sudah lelah memikirkan ini. Siapa lagi yang harus kupercaya di dunia ini. Bahkan orang yang dari dulu baik kepadaku ternyata racun dalam diriku. Pada siapa saya berpegangan. Ku baringkan badan ini dan merenung. Saat ku tertidur, mimpi itu muncul lagi. Wanita itu, tidak, Ibu Lina tersenyum lalu menangis. Dan kali ini saya tahu apa yang beliau katakan padaku.

"Egi, kau anak yang pintar. Kamu harus besar lengan berkuasa seperi Ibumu. Aku yakin masa depanmu nanti akan sangat berat. Aku sungguh kasihan pada badan kecilmu ini. Kebahagiaan inilah yang bisa kuberikan padamu. Lihat aku, tersenyumlah jangan pernah menyesali hidupmu. Aku tahu kau anak yang kuat. Aku sangat menyayangimu. Selalu ingatlah saya untuk menguatkan hatimu. Kuberikan kotak musik ini untukmu. Aku tahu kau sangat menyukainya. Egi anakku, berbahagialah."

Aku menangis lagi ketika bangun. Tapi ini tangisan kebahagiaan. Ibu Lina, walau beliau sudah tiada tapi beliau tetap menjagaku. Aku beruntung sekali bertemu dengannya. Aku merindukan wajah itu. Dan kutemukan kotak musik itu di sampingku. Ternyata kakakku datang dan menunjukkan ini padaku. Ah lagu ini cantik sekali. Aku sangat bahagia, mengingat masa lalu. Kenapa saya terlambat menyadari ini semua. 

Profil Penulis:
Dian
Ga tau juga sih ini cerpen apa bukan, yang penting saya suka nulis kisah yang beda.
Fb : Dian Novita

Previous
Next Post »