Romance Karya Nida Lina Ningtyas

ROMANCE
Karya Nida Lina Ningtyas

Dia sang gadis populer. Dieluhkan ke segala penjuru. Tak ada yang tak mengenalnya. Alifia. Gadis berparas ayu, bertubuh mengagumkan semampai yang menarik seluruh pria untuk bersahabat padanya.

Namun. Hati wanita itu hanya terpatri untuknya.

“Mas Fathur!” sapa wanita itu dari kejauhan. Dengan setengah berlari ia menyusul langkah sang pria.
“Mas Fathur mau magang ya? Sekarang? Kok nggak bilang?” gadis itu memasang wajah cemberut yang sangat lucu. Membuat pria yang diajak bicara itu terkekeh pelan.
“Maaf fi, saya emang nggak sempet bilang,”
“Trus pulangnya kapan mas?”
“Kalo saya udah sukses, agar pas pulang mampu eksklusif ngelamar kamu,” canda Mas Fathur.

Fia menghentakkan sebelah kakinya sambil tertawa “Mas Fathur apaan sih? Aku serius!”

“Hahaha, iya iya, mungkin sekitar 6-7 bulan lagi, kenapa? Mau nunggu?” candanya lagi. Fia semakin salah tingkah dibuatnya. Pipinya terasa terbakar.
“Yaudah, saya pergi dulu ya, hingga ketemu 7 bulan ke depan, Assalamualaikum,” pria jangkung itu berlalu sambil melambaikan tangan dan tersenyum mengagumkan yang tertuju pada wanita berwajah memerah di hadapannya.

‘Itu benar-benar senyum terindah yang pernah kulihat,’ batin Fia bersorak.

-Skip-

Fia kini berada di kamarnya, ia tengah dilema. Antara bahagia dan sedih. Ia terus terngiang senyum itu, wajah itu, tawa itu.

PING!!!

Fia yang tadinya termenung eksklusif melonjak dari kasur dan segera meraih ponselnya. “Yaaahh...” kecewanya. Ia kira itu pesan dari pujaan hatinya, ternyata hanya salah satu pria yang mengejar-ngejarnya selama ini. Seketika ia melempar kembali ponselnya dan merebahkan diri di kasur.

-Skip-

“Fi!” salah satu sahabat wanita itu dengan semangat menyapa.
“Mas Fathur udah magang ya? Uluuuuuh kasian ditinggal,” hal itu mengundang gelak tawa sahabat temannya yang lain, kemudian mereka meneruskan bullyan itu dan bermonolog sendiri-sendiri.

Fia tidak menghiraukan, ia hanya terus menatap layar ponselnya yang gelap tak bercahaya. Haruskah ia memulai percakapan? Tidak! Ia tidak ingin mengganggu pria itu.

“Fi, pernah denger wacana Faiz nggak?”
“Wuiih... Faiz yang ganteng itu?” sorak yang lain menimpali.
“Dia mau deketin Fia,” semua sahabat yang lain melenguh.
“Eleeh, yang ndeketin ia mah banyak, tapi maunya sama Mas Fathuuuur mulu, udahlah Fi, move on aja,” yang lainpun setuju dan saling sahut untuk memepengaruhi wanita berjilbab itu.
“Coba aja dulu Fi, ia orangnya baik kok, percaya deh sama kita,” ujar salah satu temannya menengahi. Akhirnya wanita itu hanya mengangguk pelan. Temannya pun eksklusif menunjukkan kontak pria yang dimaksud.

-Skip-

Enam bulan sudah Fia bersahabat dengan Faiz. Fia pun merasa kagum dengan pria itu. Sosoknya yang memang berwajah ganteng mempesona, sifatnya yang santai dan tenang. Bahkan yang membuatnya semakin kagum yakni sisi Faiz yang sangat peduli. Dia selalu memperhatikan kesehatan Fia, ibadahnya, dan hal lain yang membuatnya menjelma lebih baik.

Namun hatinya tetap terasa kosong, kasih sayang Faiz seolah menyerupai air yang mencoba mengisi cangkir kosong yang sudah tertutup. Dia benar-benar tak memahami perasaan ketika ini.

“Fi!” Fia tersadar dari lamunannya. Terlihat Faiz yang tersenyum di hadapannya, namun raut itu terlihat khawatir. “Kamu mikirin apa Fi?”

Fia teringat lamunannya, membuat tenggorokannya terasa sangat kering. Pertanyaan itu benar benar menohoknya. Segera ia menyesap latte di depannya untuk menetralkan suasana.

“Ehm, nggak kok, emang orang sibuk ya gini, banyak pikiran,” keduanya tertawa, namun tawa Fia terdengar hambar. Faiz berdehem dan bunyi tawa itu terhenti.
“Fi, kau tahu nggak kenapa saya ajak kesini?” Fia yang lagi lagi tengah meminum lattenya terkejut. Dia menggeleng manis membuat senyum Faiz makin mengembang.
“Ini cafe ku, ada menu baru, saya mau kau yang nyoba dulu,” Fia nampak tertarik, bagaimana tidak ia sangat menyukai makanan apalagi gratis. Singkat dongeng makananpun datang. Terlihat di depan matanya disuguhkan cake berwarna biru langit yang menggugah seleranya. Dia pun melihat krimnya yang nikmat dan membentuk goresan pena ‘GIRLFRIEND’ diatasnya.

Mendadak Faiz menyodorkan cangkirnya yang sedari tadi belum disentuhnya. Fia membelalak, disana tertulis ‘Will You’ dan cupcakes di sebelahnya memiliki goresan pena tanda tanya besar yang kian membuatnya linglung.

“Ini apa?” Fia benar benar tidak mengerti. Ia kira menu gres itu hanya cake yang gres saja sampai.
“Fi? Will you be my girlfriend?” DEG. Satu detik. Dua detik. Hening menyelimuti mereka. Fia menggaruk tengkuknya, masih berusaha menelaah apa yang terjadi barusan. Apa Faiz benar benar menginginkan Fia lebih dari sahabat?

Drrrttt... Drrrttt...

Ponsel Fia bergetar, memecah suasana. Fia segera mengambilnya dan melihat nama yang tertera di layar sentuh itu.

‘Mas Fathur’ batinnya. Ia senang, namun juga bingung. Posisinya terdesak. Sungguh ia merindukan sosok itu. Tapi bagaimana dengan Faiz? Ya ampun ia pusing. Sontak ia berdiri.

“Maaf iz, bentar aja, saya mau angkat telpon,” Setelah mendapat anggukan dari Faiz, Fia segera menggeser tombol untuk menjawab telpon Mas Fathur.
“Assalamualaikum Mas Fathur, kenapa mas?” jawab Fia tidak sabar. Ia mencoba mengontrol detak jantungnya.
“Waalaikumsalam Fi! Dari suaramu kayaknya kau kangen banget sama saya ya? Hahaha,” pipi Fia merona seketika. Dia memainkan kerudungnya canggung walaupun ia tahu, Mas Fathur tidak akan melihatnya.
“Hahaha... Apaan sih? Mas Fathur kenapa telpon?” Fia mengubah topik. Namun suasana malah justru hening. Jeda yang kian membuat jantung Fia terpacu menyenangkan.
“Emmmm... Aku disini ketemu cewek Fi! Cantik! Kamu harus ketemu, hahaha, eh udah ya saya tutup, Assalamualaikum,”

Tut. Telpon tertutup sepihak.

‘Wanita cantik?!’ batin Fia cemburu. Dia kembali ke cafe dengan mood yang sudah rusak. Faiz yang masih menunggu tersenyum melihat Fia kembali. Namun ekspresinya menampakkan perubahan suasana hatinya.

“Kenapa Fi? Ada masalah? Mau cerita?” buru Faiz khawatir. Mood Fia tak mampu dibohongi. Ia sama sekali tak berselera bicara, apalagi cerita. Bahkan makanpun sudah malas.
“Iz maaf, saya mau pulang, nanti saya hubungi lagi,” segera wanita berbaju warna peach itu mengangkut tasnya dan pergi tanpa menoleh lagi. Sakit hatinya terasa terlalu pahit.
“Fi, kalo kau mau nolak saya harusnya kau bilang aja, jangan buat saya berharap gini,” Faiz terus melihat setiap gerakan wanita yang terlanjur meluluh lantahkan hatinya itu.
“I’m still waiting here dear,” Faiz menunduk sambil tersenyum pahit.

-Skip-

Romance Karya Nida Lina Ningtyas

Fia masuk ke kamarnya dengan tergesa. Dia menutup pintu, melemparkan tasnya asal dan segera ambruk ke kasurnya. Napasnya naik turun dengan cepat. Rasa cemburunya menggumpal. Apa ia benar benar hanya dianggap sebagai adik. Ah sial! Bulan depan pria itu sudah kembali kemari. Bukankah seharusnya ia senang? Kenapa hatinya harus dipatahkan sempurna sebulan sebelum pria itu kembali? Kenapa ia harus menunggu? Kenapa, AAARRRRGGGHH... Dia sangat kesal. Air mata bahkan tak sanggup menggambarkan perasaannya.

Fia meraih ponselnya, memutar salah satu lagu yang mampu ia gunakan untuk melampiaskan kemarahannya.

“And i’m like Aww! Never thought it’d so bad gettin’ over you... And Aww! You’re givin’ me a heart attack looking like you do!! ‘Cause you’re all i ever wanted-“

-Skip-

Sehari sudah Fia merenung di kamarnya. Kini ruangan itu sudah terlihat menyerupai habis di bom nuklir oleh seseorang yang menghancurkan hatinya.

“Mas Fathuuuuurr...” ia mengeluarkan suaranya yang sudah parau. Dia bahkan terlihat lebih kacau hari ini. Sesekali ia menepuk dadanya. Merasakan sesak di sana. Untung ini hari minggu, jadi ia mampu berpuas diri merenung di rumah. Ini sudah hampir masa kelulusannya dan masa kepulangan pria yang ia sayangi selama ini. Mengapa harus sekaraaaang?

Oh! Mendadak otak bodohnya mengingat sesuatu.

Faiz.

Bagaimana perasaan pria itu? Dia berjanji untuk menghubungi pria yang gres menyatakan perasaan padanya itu segera. Bagaimana ini? Pasti ia khawatir.

Segera Fia meraih ponselnya yang nyaris terjatuh di tepi kasurnya. Dia menelusuri kontak dan menemukan nama Faiz di sana. Tidak ada pesan, tidak ada panggilan. Apa pria itu marah? Apa ia sakit hati pada Fia? Perasaan Fia menjadi gusar.

Saat ia akan mengirimi pesan untuk Faiz, ada pesan lain yang masuk dan justru membuat Fia makin terbakar amarah.

From : Mas Fathur

Fi! Aku bakal segera pulang, saya mau ngelamar cewek! Doain ya adekkuuu ?

Seketika Fia kembali merosot di lantai. Setitik demi setitik air berjatuhan begitu saja. Air mata yang tak dibutuhkan itu terus saja berusaha membasahi seluruh wajah putih susu wanita itu. Tanpa sadar ponselnya terjatuh dan kembali, ia tidak menghubungi Faiz, yang membuat pria itu lagi lagi semakin khawatir.

Sudah seharian ini Faiz tak kunjung dihubungi oleh Fia. Pria itu takut Fia marah padanya.

Apa salah jikalau ia menyatakan cinta pada wanita yang ia sayangi itu? Semua benar benar meresahkan. Ia tak mampu berhenti menatap ponsel, ia teringat benar bahwa ketika itu, Fia berkata akan menghubunginya segera. Itu artinya segera. Ia tidak akan memaksa wanita itu dan membuatnya merasa tidak nyaman.

-Skip-

Upacara kelulusan bagi Fia. Untuk teman-temannya yang lain ini yakni waktu yang sangat didamba-dambakan. Namun moodnya sudah rusak akhir-akhir ini. Mas Fathur akan segera melamar wanita idamannya.

Apa ia harus mulai mendapatkan Faiz? Langkahnya ia seret berat menuju gerombolan Faiz yang tengah berfoto untuk mengenang kelulusan mereka.

Saat Faiz menoleh, semua teamannya reflek menyingkir. Mereka tahu bahwa Faiz memang bersahabat dengan Fia. Dan dari mimik wajah wanita cantik itu, ia akan membahas hal yang serius.

“Fi,” lirih Faiz. Ia tahu bahwa Fia sedang bersedih. Hatinya ikut perih mencicipi hal itu. Namun ia tak berani bertanya lebih.
“Iz, saya minta maaf gres datang sekarang,” Fia menunduk, ia menyesal menyia-nyiakan pria ini.
“Nggak apa Fi, saya tahu kau punya alasannya,” Fia makin ingin menangis. Kenapa cintanya harus datang pada orang yang salah. Dia meremas tangannya.
“Iz, aku...”
“Fia!” seseorang menyeru dari jauh, ia mengenal bunyi itu. Seketika Fia menoleh. Faiz pun ikut melihat kearah yang sama.

Mas Fathur. Pria itu berlarian kecil kearah Fia yang memebelalak lebar. Suasananya benar-benar terasa canggung. Mas Fathur termenung menatap Fia dan Faiz bergantian.

Selama beberapa detik mereka hanya saling tatap. Bergelut dengan pikiran masing masing. Mas Fathur berdehem, memecah keheningan yang mencekik batin Fia itu.

“E... eh, mas, kok kesini?” Fia tersenyum canggung.

“Aku mau bicara sama kau Fi,” pria itu melirik tajam kearah Faiz seolah membuktikan bahwa ia butuh untuk bicara berdua.
“Fi, nanti saya tunggu di depan kelasmu, Assalamualaikum,” tutur Faiz kemudian pergi dari sana.
“Fi! Aku mau minta pendapatmu,” pria jangkung itu berujar dengan riang setelah menjawab salam dari Faiz. Fia hanya mengangguk pasrah.
“Enaknya saya ngelamar di mana ya? Pake bunga nggak? Trus kata-katanya gimana? Aku tegang nih!” Fia hanya tersenyum miris menatap pria yang ia sayangi itu.
“Dari hati aja mas, bismillah dulu,” suaranya ia buat sesantai mungkin.
“Ehm, oke,” Mas Fathur pun merapikan pakaiannya dan segera berlutut. Fia terkejut, ia hampir menitikkan air mata.
“Fi, will you marry me?” sebuah cincin perak terlihat berkilau di genggaman Mas Fathur. Dia mengacungkan cincin itu tinggi, hingga membuat seluruh badan Fia kian gemetar.

Apa ini benar untuknya? Atau ini hanya latihan? Atau mimpi? Fia menutup mulutnya. Menahan isakan keluar dari mulutnya meskipun air matanya terus saja menetes.

Mas Fathur berdiri, ia meraih tangan Fia yang dibanjiri keringat dingin. “Please be my forever and after Fi,” ucap Mas Fathur sambil memasangkan cincin perak yang di bawanya ke jari manis Fia yang ramping.

Fia merosot, ia berjongkok sambil terus menangis. Mas Fathurpun mencoba menenangkannya dengan ikut berjongkok dan mengelus punggungnya hati hati.

“Will you?” Mas Fathurpun melanjutkan lamarannya. Dan kali ini Fia mencoba menenangkan dirinya. Ia menatap Mas Fathur kemudian mengangguk.

Senyum merekah di bibir mereka. Cinta yang tumbuh perlahan kini berbuah manis. Mereka bersahabat dengan cara yang Tuhan berikan dan kini mereka juga bersatu alasannya Tuhan ijinkan.

Dan Dari kejauhan, pria itu terus mendoa demi kebahagiaan pujaan hatinya. Ternyata selama ini ia mendekati wanita yang telah terisi hatinya.

“Semoga kau bahagia Fi,”

Fin ,

Profil Penulis:
Halo, perkenalkan nama saya Nida Lina Ningtyas
Saya masih duduk di kursi SMK
Untuk yang berminat untuk mengobrol lebih jauh mampu melalui :
fb : Nida Lina Ningtyas
twitter : @Nida_Lina452000
ig : @ndlna45
e-mail : nidataurus45@gmail.com
terimakasih :)

Previous
Next Post »