In Your Eyes Karya Rizky Febri

IN YOUR EYES
Karya Rizky Febri

Air mataku terjatuh di atas goresan pena sebuah surat dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya. Sejenak saya memandang wajah Oppa Young Bae yang duduk tepat disampingku. 

“Oppa, mungkin saya bukan orang yang tepat untuk Oppa,” ucapku dengan air mata menetes.
“Kenapa? Aku yakin kau ialah orang yang tepat, yang bisa menemaniku dan selalu mencintaiku. Bukankah kau memiliki perasaan yang sama Seohyoen?” Oppa Young Bae menatapku dalam-dalam namun saya hanya tertunduk.
“Coba tataplah mataku!” pinta Oppa Young Bae dengan bunyi keras.

Aku eksklusif memeluk Oppa Young Bae dan berkata lirih, “Oppa, jangan sesali apa yang telah Oppa lakukan padaku. Suatu dikala nanti kau harus kehilanganku.” Oppa Young Bae mencoba menenangkanku dan memelukku semakin erat.

Semenjak hari itu saya telah menjadi pacar Oppa Young Bae. Walaupun bahu-membahu saya tak ingin Oppa Young Bae menyesal dengan keputusannya memilihku alasannya ialah penyakit yang saya derita selama ini. 

Pagi itu Oppa Young Bae datang bersama teman dekatnya, Oppa Ji Yong. 

“Seohyoen, saya ingin bicara padamu,” Oppa Young Bae menyambar tanganku dan menariknya.
“Hari ini saya akan pergi ke Makau untuk melanjutkan studiku, saya harap kau baik-baik saja di sini. Aku ingin Ji Yong menjagamu hingga saya pulang nanti,” sambung Oppa Young Bae.
“Berapa lama Oppa akan tinggal di sana?” tanyaku dengan wajah lesu.
“Mungkin satu tahun, tapi kau jangan khawatir saya akan baik-baik saja di sana,” jawab Oppa Young Bae sambil memelukku.
“Aku akan segera kembali Seohyoen,” sambung Oppa Young Bae.
“Hmm, Young Bae 30 menit lagi pesawatmu tiba di bandara. Aku harap kita segera pergi ke bandara,” bunyi Oppa Ji Yong terdengar dari kamar tamu.
“Kau mau ikut untuk melepas kepergianku?” tanya Oppa Young Bae melepaskan pelukannya.
“Tentu” jawabku.

Sesampainya di bandara, Oppa Young Bae eksklusif berkemas-kemas di pintu masuk bandara. 

“Ji Yong, selama ini saya percaya padamu. Aku harap kau bisa menjaga Seohyoen untukku,” ucap Oppa Young Bae sambil memeluk Oppa Ji Yong.
“Tentu saya akan menjaganya untukmu,” sambung Oppa Ji Yong.
“Seohyoen, jaga dirimu baik-baik. Aku akan selalu merindukanmu,” Oppa Young Bae bergerak memelukku. 

Penerbangan menuju Makau sebentar lagi akan di mulai, Oppa Young Bae bergerak meninggalkanku bersama Oppa Ji Yong di pintu bandara. Sejenak Oppa Young Bae menoleh ke belakang dengan senyum tersungging.

Berhari-hari ku lalui tanpa Oppa Young Bae, berhari-hari pula Oppa Ji Yong menggantikan Oppa Young Bae. Berhari-hari bersama, perasaan barupun terbentuk. Oppa Ji Yong sering mengajakku pergi ke tempat-tempat yang belum pernah saya temui.

“Oppa, mengapa Oppa sering mengajakku ke daerah yang belum pernah ku temui?” tanyaku dikala Oppa Ji Yong mengajakku ke sebuh taman.
“Ini ialah pesan Young Bae, jadi saya harus melakukannya. Kua sendiri menyukainya bukan?” Oppa Ji Yong balik bertanya.
“Iya, tentu,” jawabku dengan senyuman.
“Oppa, saya ingin mengatakan sesuatu pada Oppa. Tapi jangan pernah mengatakan ini pada Oppa Young Bae, saya mohon,” saya mencoba memberi tahu wacana penyakitku pada Oppa Ji Yong.
“Baiklah” Oppa Ji Yong bergerak medekatiku.
“Sebenarnya saya tak ingin Oppa Young Bae menyia-nyiakan waktunya untukku, alasannya ialah sebentar lagi hidupku tak akan lama lagi,” terang ku dengan Oppa Ji Yong.
“Apa? Apa yang kau katakan barusan? Memangnya kau akan pergi kemana Seohyoen? Aku tak mengerti dengan ucapanmu,” terlihat wajah Oppa Ji Yong kebingungan.
“Sebenarnya saya mengidap penyakit kanker jaringan lunak.  Aku menderita penyakit ini semenjak saya berusia 15 tahun. Kaprikornus sekarang telah menginjak stadium 3,” terang ku.
“Lalu, kau membiarkan Yong Bae tak mengetahui ini semua?” tanya Oppa Ji Yong.
“Aku tak ingin Oppa Young Bae mengetahui ini semua alasannya ialah ia sangat barjasa bagiku dan keluargaku. Selama ini Oppa Young Baelah yang telah membiayai hidup keluargaku, saya sadar saya bukanlah orang terpandang. Aku hanya orang miskin yang hanya bisa meminta pertolongan kepada orang lain. Aku tak ingin Oppa Young Bae menunjukkan apa yang ia miliki untukku.” saya mencoba menjelaskan apa yang terjadi.
“Lalu apa yang akan kau lakukan?” tanya Oppa Ji Yong sambil memandangku.
“Aku tak tahu, mungkin saya harus meninggalakan Oppa Young Bae,” jawabku sambil memandang langit senja.
“Itu tak mungkin. Kau tega mengkhianati cinta Young Bae hanya alasannya ialah kau sakit?” Oppa Ji Yong menatapku dengan penuh kekecewaan.
“Maafkan saya Oppa, ini bukan maksudku-“ ucapanku tiba-tiba terhenti.
“Sudahlah, lupakan saja!” Oppa Ji Yong bergerak meninggalakanku.
“Oppa!” teriakku dengan nada keras. Namun Oppa Ji Yong tak menghiraukanku. Aku berlari dan mengejarnya. Ku peluk tubuh hangatnya untuk yang pertama kalinya. 
“Oppa, maafkan aku” ucapku lirih. Oppa Ji Yong berbalik dan memelukku.

***

Lima bulan berlalu, hanya ada saya dan Oppa Ji Yong. Saat itu saya sedang terbaring lemah di kamarku. Terdengar bunyi klakson kendaraan beroda empat di depan rumahku. Ah, saya rasa itu Oppa Ji Yong. Benar saja Oppa Ji Yong datang membawakanku buah-buahan segar dan mawar merah.

“Terima kasih Oppa,” senyumku tersungging.
“Kau baik-baik saja Seohyeon? Aku khawatir dengan keadaanmu, bagaimana kalau kita ke rumah sakit saja?” ajak Oppa Ji Yong.
“Aku baik-baik saja, sudah jangan mengkhawatirkanku. Aku akan segera sembuh,” 

Kali ini penyakit yang ku derita semakin parah, hingga membuat pandanagnku semakin kabur.

Gubrak!

“Oppa!”

Aku terjatuh di depan pintu kamar mandi. Kaki ku terkilir dan darah keluar dari hidungku.

“Seohyeon, kau tak apa?” Oppa Ji Yong berlari dan membantuku berdiri. 

Badanku yang lemah tak besar lengan berkuasa menahan berat badanku yang semakin menurun hingga Oppa Ji Yong harus membopongku ke kamar. 

“Oppa,” ucapku lirih.
“Sudah, tenanglah. Aku akan membersihkan darah yang keluar dari hidungmu,” Oppa Ji Yong berlari menuju dapur, selang beberapa menit ia datang dengan air dan sapu tangan yang ia kelaurkan dari sakunya. Perlahan-lahan Oppa Ji Yong membersihkan darah yang ada di hidungku. Dengan wajah yang kebingungan, Oppa Ji Yong berusaha mengobati luka di kaki ku yang terkilir.
“Baiklah, lukamu sudah ku obati. Sekarang kau bisa beristirahat.”pinta Oppa Ji Yong sambil mengelus rambutku.
“Oppa, maafkan aku. Aku membuat Oppa menjadi menyerupai ini,” perlahan-lahan mata ini menitihkan air mata. Jari telunjuk Oppa Ji Yong menyentuh bibir pucatku yang berarti menginginkanku untuk membisu dan tak menyalahakan diri sendiri.
“Sudah malam Seohyeon, tidurlah!” Oppa Ji Yong menyelimuti tubuhku dan duduk di sampingku.
“Aku akan menemanimu di sini” sambung Oppa Ji Yong.

Semalaman Oppa Ji Yong menjagaku tanpa tidur dan hanya memandangi wajahku hingga saya terlelap, Oppa Ji Yong ikut tertidur di samping ku. Pagi pun tiba, Oppa Ji Yong segera membangunkanku.

“Seohyoen, ayo bangun!” bunyi Oppa Ji Yong terdengar dari balik pintu kamarku.

Perlahan-lahan saya membuka mataku, namun semua terasa gelap. Aku mencoba bangkit dan berjalan menuju kamar tamu.

Gubrak!

Tak sengaja saya menabrak pintu kamar dan terjatuh.

“Seohyoen, apa kau baik-baik saja?” terdengar bunyi Oppa Ji Yong yang mencoba membantuku berdiri.
“Oppa, semuanya terasa gelap. Aku tak bisa melihat apa-apa lagi.”aku mencoba meraba wajah Oppa Ji Yong.

Terdengar bunyi Oppa Ji Yong menangis dikala membantuku berjalan, perlahan saya mengusap air mata Oppa Ji Yong yang terasa hirau taacuh di tanganku. 

“Maafkan aku, Oppa,” ucapku lirih dengan air mata menetes.

Oppa Ji Yong meninggalkanku sendiri di kamar tamu. Terdengar bunyi kendaraan beroda empat di halaman depan, apakah Oppa Ji Yong akan pergi meninggalaknku? Tiba-tiba saya mencicipi langkah kaki yang terus mendekatiku. 

“Oppa?” saya mencoba berdiri.
“Tenanglah, saya akan membawamu pergi,” terdengar bunyi Oppa Ji Yong sambil membopongku. Ku sandarkan kepalaku di pundak Oppa Ji Yong. Oppa Ji Yong mengajakku pergi ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit dokter mengatakan bahwa penyakit yang ku derita semakin parah dan harus di operasi. 
“Kau harus di rawat di rumah sakit, jangan khawatir akan biaya saya yang akan menanggung biayanya.” Oppa Ji Yong mencoba menenangkanku yang terbaring di ruang inap. Oppa Ji Yong beranjak dari ruangan tempatku dirawat dan keluar menyusuri koridor. Terdengar bunyi Oppa Ji Yong sedang bercakap-cakap dengan orang lain. Sesaat setelah itu, Oppa Ji Yong kembali masuk ke dalam ruangan. 

In Your Eyes  Karya Rizky Febri

Hari demi hari ku lalui di dalam ruangan yang sunyi. Pagi itu saya tak mencicipi kehadiran Oppa Ji Yong menjengukku, rasa khawatir mulai menghantuiku. Hingga siang tiba, Oppa Ji Yong belum mengunjungiku. Dalam hatiku, saya merasa sesuatu telah hilang dari dalam hatiku seiring dengan ketidak hadiran Oppa Ji Yong. Aku gres menyadarinya, bahwa saya telah jatuh cinta pada Oppa Ji Yong. Dua hari pun berlalu, namun tetap saja Oppa Ji Yong tidak menjengukku. Rasa ridu ini semakin dalam hingga membuatku sering lupa untuk makan. 

Sore itu seorang suster mendatangiku dan memberikanku surat. Tapi, sia-sia saja saya tak dapat membacanya alasannya ialah saya masih tak dapat melihat lalu, saya meminta suster itu membacakannya untukku. Di dalam surat itu, seseorang memintaku untuk datang di taman pada pukul lima sore, sedangkan dikala ini ialah pukul lima kurang lima belas menit. Aku meminta suster itu untuk mengantarkanku ke taman. Sesampainya di sana suster itu eksklusif pergi meninggalakanku. 

Aku mendengar langkah kaki mendekatiku perlahan-lahan, apakah itu Oppa Ji Yong?aku berharap itu ialah Oppa Ji Yong. 

“Seohyeon, ini saya Ji Yong. Aku sengaja mengajakmu kemari alasannya ialah saya ingin mengatakan sesuatu padamu,” bunyi Oppa Ji Yong terdengar mendekat di samping telingaku.
“Oppa, kemana saja Oppa selama ini? Aku khawatir padamu,” saya menyentuh tangan Oppa Ji Yong yang mendorong dingklik rodaku. 
“Maafkan saya Seohyeon, ada hal penting yang harus ku selesaikan,” ucap Oppa Ji Yong.

Lalu, Oppa Ji Yong berhenti mendorong dingklik rodaku dan bergerak menuju hadapanku. 

“Seohyeon, jikalau hari ini dan seterusnya ada seseorang yang mencintaimu apakah kau akan mencintainya?” tanya Oppa Ji Yong.
“Maksud Oppa?” saya berbalik tanya.
“Jika hari ini saya mulai mencintaimu hingga seterusnya, apakah kau akan mencintaiku?” terang Oppa Ji Yong. Sejenak saya berfikir, dan suasana menjadi hening hanya ada bunyi desiran angin.
“A-aku-“ tak sempat saya menjawab, Oppa Ji Yong mendaratka sebuah ciuman di bibirku. Aku hanya termenung tanpa ada reaksi apa pun dariku. Angin berhembus dengan tenang, menerpa tubuh lemah ini. Tiba-tiba terdengar bunyi yang tak aneh lagi bagiku.
“Seohyeon?” terdengar seseorang menyebut namaku. Oppa Ji Yong lalu melepaskan ciumannya dan bergerak menjauhiku.
“Young Bae? Kapan kau datang?” bunyi Oppa Ji Yong membuatku terkejut.
“Jadi ini yang kau lakukan selama saya pergi?” terdengar bunyi Oppa Young Bae dengan nada kesal.
“Tunggu dulu Young Bae, ini bukan menyerupai yang kau pikirkan,” bantah Oppa Ji Yong.
“Sudah cukup bagiku Ji Yong, ternyata saya salah memilihmu menjadi sahabatku!” Oppa Young Bae mendaratkan pukulan di wajah Oppa Ji Yong.
“Cukup! Ini semua bukan menyerupai apa yang Oppa Young Bae bayangkan, ia tak sengaja-“ tak sempat melanjutkan perkataanku Oppa Young Bae memotong perkataanku.
“Sudahlah Seohyeon, selama ini saya setia kepadamu, apakah ini balasanmu padaku? Dan kau Ji Yong, mulai hari ini kau bukan sahabatku lagi, anggap saja kita tak pernah bertemu!” cetus Oppa Young Bae dengan langkah meninggalkanku dan Oppa Ji Yong.

Air mata ini mengalir begitu deras, hingga membuatku lemah dan pingsan.

“Seohyeon!!” teriak Oppa Ji Yong. Mendengar teriakan Oppa Ji Yong, Oppa Yong Bae mendekat dan eksklusif membopongku masukk ke dalam rumah sakit. 
“Dokter, dokter!!” Oppa Young Bae mencoba mencari dokter yang sedang bertugas dengan membopongku. Setelah dokter tiba, saya eksklusif masuk dalam ruang ICU. Dua jam menunggu, balasannya dokter keluar dari dalam ruangan.
“Bagaimana keadaannya dok?” tanya Oppa Young Bae dengan muka khawatir.
“Keadaan ini cukup serius dan harus segera di tangani. Penyakit yang ia derita semakin parah, hingga ia harus kehilanagn kedua matanya apabila tidak segera di operasi.” Jelas dokter dan meninggalkan mereka berdua. 
“Tunggu dok, apa yang bisa kami lakukan untuk Seohyeon biar ia sembuh?” Oppa Young Bae berlari menyusul dokter.
“Satu-satunya cara biar ia bisa sembuh ialah dengan operasi, tapi kemungkinannya sembuh hanya 40%, ia harus mendapatkan donor mata yang tepat dan cocok dengan golongan darahnya.” terang dokter.
“Kapan kita bisa melaksanakan operasi dok?” tanya Oppa Ji Yong yang tiba-tiba muncul.
“Secepatnya,” ujar dokter bergegas pergi.
“Maaf saya berbohong padamu Young Bae,” ujar Oppa Ji Yong.
“Sudahlah,” ucap Oppa Young Bae.
“Sebenarnya ada alasan mengapa saya melakukannya,” Oppa Ji Yong berusaha menjelaskan pada Oppa Young Bae namun Oppa Young Bae bergegas pergi meninggalakn Oppa Ji Yong.
“Yong Bae!!” panggil Oppa Ji Yong namun tak dihirauakn Oppa Young Bae.

Sehari setelah kejadian itu, dokter menyarankan biar akau segera di operasi. Namun dokter masih resah dimana ia bisa mendapatakn donor mata yang tepat dan cocok dengan golongan darahku.

“Dok, saya ingin mendonorkan mata saya untuk Seohyeon,” ujar Oppa Ji Yong.
“Baiklah, tapi kau harus mengikuti ketentuannya. Kau harus melaksanakan cek kesehatan lebih dulu,” dokter meminta Oppa Ji Yong masuk ke dalam ruangan. Sesaat setelah itu, Oppa Ji Yong keluar ruangan dengan penuh kekecewaan. 
“Sayang sekali kau tak bisa mendonorkan mata mu alasannya ialah golongan darahmu yang tak sama dengan Seohyeon,” ujar dokter.
“Bagaimana kalau saya saja dok, siapa tahu golongan darah saya sama dengan milik Seohyeon,” sambung Oppa Young Bae yang dikala itu berada di sana.
“Ah, jangan Young Bae. Sebaiknya kau tak usah melakukannya. Biar saya saja yang melakukannya,” pinta Oppa Ji Yong.
“Apa maksudmu? Kau menyuruhku untuk tidak melaksanakan ini semua sedangkan Seohyeon dalam keadaan yang mengkhawatirkan? Apakah kau ingin jadi jagoan untuknya? Untuk kali ini saya tak bisa melaksanakan itu, saya harus menyelamatkan Seohyeon!” Oppa Young Bae bertekad mendonorkan matanya untukku biar saya selamat. Setelah pemeriksaan selesai, Oppa Young Bae dinyatakan dapat mendonorkan matanya untukku. 

Operasi segera di mulai. Oppa Ji Yong memasuki ruangan dimana Oppa Young Bae akan di operasi sesaat sebelum operasi.

“Young Bae, bahu-membahu ada hal yang ingin ku sampaikan padamu. Sebaiknya kau batalkan operasimu ini alasannya ialah Seohyeon lebih membutuhkanmu dari pada aku,” terang Oppa Ji Yong.
“Tidak bisa Ji Yong, saya tahu kau mencintainya. Mungkin ini hal terakhir yang dapat ku berikan untuknya sebelum saya pergi untuk selamanya. Aku harap kepergiaanku ini dapat membuatnya bahagia dengan mata yang kuberikan padanya,” ucap Oppa Young Bae.
“Tapi bahu-membahu ia tak ingin kau menegetahui penyakit yang ia derita selama ini, Seohyeon tak ingin kau mengorbankan diri untuk dirinya lagi. Kau sudah sangat berjasa baginya, kau ialah kehidupannya, Young Bae,” cetus Oppa Ji Yong dengan air mata menetes.
“Apa? Jadi-“ tak sempat melanjutkan perkataannya dokter pun tiba dan meminta Oppa Ji Yong keluar ruangan.
“Young Bae, saya mohon hentikan operasi ini!” ucap Oppa Ji Yong.
“Tidak bisa Ji Yong. Maafkan aku,” sahut Oppa Young Bae.
Tiga jam pun berlalu, dokter keluar dari ruang operasi dan mengakatakan bahwa operasi kali ini berhasil. Namun, sayang Oppa Young Bae pergi untuk selamanya.
“Ji Yong, kami telah melaksanakan yang terbaik. Operasi Seohyeon berhasil, tapi sayang Young Bae tidak bisa kami selamatkan alasannya ialah pendarahan yang terjadi dikala operasi,” terang dokter dengan raut muka sedih.
“Apa? Ini tidak mungkin, Young Bae tak mungkin pergi!” ucap Oppa Ji Yong dengan nada kesal.
“Sabarkan hatimu Ji Yong, ini takdir Tuhan,” dokter mencoba menenagkan Oppa Ji Yong dan pergi.
“Aaahhhh!! Tuhan, salah apa diriku ini? Mengapa kau ambil teman terbaikku?” teriak Oppa Ji Yong yang membuat pandangan orang-orang di rumah sakit tertuju padanya.

Sesaat setelah itu, Oppa Ji Yong bersama dokter memasuki ruangan dimana saya terbaring. 

“Baiklah Seohyeon. Aku akan membuka perban di matamu.” Selang beberapa menit dokter  membuka perban di mataku. 
“Sekarang kau buka mata mu perlahan-lahan,” pinta dokter.

Perlahan-lahan saya membuka mata ku, semuanya terlihat sempurna. 

“Aku bisa melihat,” ucapku dengan bahagia.
“Oppa, saya bisa melihat! Oppa Ji Yong, dimana Oppa Young Bae?” kebahagiaanku hilang seketika dikala saya tak melihat Oppa Young Bae.
“Dia baik-baik saja,” ucap Oppa Ji Yong sambil memelukku.

Seminggu setelah saya di operasi, Oppa Ji Yong mengajakku ke suatu makam. 

“Oppa, mengapa Oppa mengajakku kemari,” tanyaku heran.
“Kau lihat kerikil nisan itu? Dia ialah orang yang mendonorkan matanya untukmu Seohyeon,” air mataku eksklusif mengalir deras di atas pusaran kerikil nisa bertuliskan ‘Young Bae’. Aku tak percaya ini, pasti ada kesalahan di sini. Aku berusaha mengelak dari kebenaran ini.
“Ini tidak mungkin, sama sekali tak mungkin!” ucapku dengan nada keras.
“Ini kenyataan Seohyeon. Dia sendiri yang menginginkan ini terjadi, saya sudah berusaha melarangnya namun, tak ia hiraukan,” terang Oppa Ji Yong memelukku.
“Kenapa harus kau Oppa Young Bae? Kenapa?” ucapku lirih.
“Seohyeon, saya menemuakan surat di dalam tasnya, surat ini tertuju padamu,” Oppa Ji Yong menyodorkan surat. Aku mencoba membacanya perlahan-lahan walau berta rasanya.

Tertulis....

Seohyeon, semenjak pertama saya melihatmu saya yakin kau ialah cinta sejatiku. Aku sangat bahagia dikala kau mendapatkan cintaku, saya berharap kekerabatan kita akan tetap berjalan selamanya. Namun, saya sadar suatu dikala kelak saya harus pergi meninggal kanmu sendiri. Tapi, saya akan sangat bahagia jikalau dikala saya pergi nanti kau bersama orang yang selalu menyayangimu, mencintaimu dan mengasihimu. Aku berharap dari hati yang paling dalam padamu Ji Yong sebagai teman baikku, jadilah daerah berteduh untuk Seohyeon. Jadilah daerah bersandar untuk Seohyeon, jadilah embun yang selalu menyejukkan hati Seohyeon, dan jadilah bintang yang selalu menyinari hati Seohyeon dikala saya pergi nanti. Aku selalu percaya padamu, Ji Yong. Mungkin saya tak bisa lagi menunjukkan tanganku, kakiku, untukmu Seohyeon. Tapi, ketahuilah selain hati ku yang selalu ku berikan untukmu hingga saya pergi, saya akan memberiakan mata ini untukmu meski itu tak seberapa. Aku ingin kau bisa melihat kehidupan yang lebih mengagumkan dengan mataku, saya ingin berada dalam kehidupanmu walau saya harus pergi. Aku ingin di setiap air matamu terdapat air mataku yang selalu menyertai suka dan dukamu. Aku ingin melihat kepercayaan yang ku berikan pada Ji Yong, apakah benar ia menjagamu, saya ingin melihat kau tersenyum bahagia dikala kau menikah dengan Ji Yong nanti, saya ingin melihat bawah umur yang lucu darimu. Aku harap kau bisa mendapatkan kehadiranku di hidupmu lewat butiran-butiran mutiara yang keluar dari mata indahmu dalam suka dan duka. 

Air mataku jatuh menetes begitu deras dikala membacanya. Oppa Young Bae yang selama ini selalu menunjukkan apa yang ia milki untukku rela mmeberikan hidupnya untukku, untuk seorang perempuan yang selalu meneteskan air mata bersama kenanangan yang pernah saya lalui dengan Oppa Young Bae. Selamat jalan Oppa, saya selalu mencintaimu. 

Profil Penulis:
Nama : Rizky Febri Mardhini
Alamat : Sukoharjo, Jawa Tengah
Umur : 17 tahun 
Email : febrimardhini@gmail.com
Fb : Rizky Febri Mardini https://www.facebook.com/rizky.mardini
Twitt : @febrimardhini

Previous
Next Post »