Antara Cinta dan Sebatas Perhatian Karya Anggun Puspa Regita

ANTARA CINTA DAN SEBATAS PERHATIAN
Karya Anggun Puspa Regita

Hari ini, yaitu hari pertamaku menginjakkan kaki di sekolah baru. Sekarang saya bersekolah di SMA Negeri 6 Surakarta sebelumnya saya yaitu siswi pindahan dari SMA Negeri 2 Bandung. Jujur rasanya gugup sekali untuk memulai lembaran gres di sekolah yang gres ini, saya merasa sendirian, hanya banyanganku sendiri  yang setia menemani saya pergi kemanapun kakiku ini melangkah..

Setelah beberapa bulan saya bersekolah, saya menemukan beberapa sahabat yang benar benar asik dan mengerti saya apa adanya. Hanya saja ada satu laki-laki yang uh.. menyebalkan sekali. Dikta namanya, beliau anak kelas XI IPA beliau jago sekali dalam memainkan alat musik terutama gitar, berbagai wanita yang jatuh cinta pada wajah rupawannya. Tapi apa bagusnya coba? Cowok songong kek gitu kenapa banyak banget fansnya -_- kalo saya sih gabakalan tertarik sama perjaka kaya gitu.. oh ya hingga lupa, saya punya satu temen perjaka yang baik banget, yaa Cuma beliau salah satu daerah curhat dimana saya meluapkan isi hatiku wkw namanya Alifi beliau temen sekelasku engga tampan sih, tapi beliau cukup manis, beliau punya lesung pipi yang bener bener indah untuk dipandang ahahaa.. 

Hari ini hari sabtu, saya pulang tidak menyerupai biasanya hari ini saya pulang lebih pagi dari biasanya.. 

“Nggun, ayo ikut aku” celoteh Hasna sambil menarik tanganku. 
“Memangnya kita mau kemana?” tanyaku kebingungan.
“Udah deh, gausah banyak tanya ayoo buruan” saya dan Hasnapun berjalan menuju lapangan basket. Aku benar benar galau bergotong-royong ada apa? Terlihat berbagai murid murid berkumpul di lapangan basket, terlihat pula Dikta si perjaka songong itu yang sedang mengotak-atik senar gitarnya. 
“Nggun, liat deh itu Dikta vokalis The Stupid. 

Aaaa keren bangeet”  teriak Hasna histeris.    

“Jadi kau buru-buru nyuruh saya pergi Cuma buat liat si Dikta The Stupid itu tampil? Ahh buang-buang waktu aja” desahku kesal. 
“Udah deh liat aja dulu, kau kenapa sih kok kayaknya ngga suka gitu sama Dikta beliau kan keren? Jangan gitu dong nggun, ati-ati ntar kau naksir lagi” timpal Hasna sambil cekikikan. 
“Apaan saya naksir Dikta? Ya enggalah, perjaka songong kek gitu apa bagusnya coba” jawabku sedikit kesal. Tanpa disadari saya terhanyut dalam iringan lagu yang dibawakan oleh Dikta beserta teman-temannya, bunyi Dikta memang keren apalagi diiringin sama petikan senar gitar dari tangannya.. Sungguh indah alunan musik itu. Loh kenapa saya jadi mikirin Dikta gitu, sadar Nggun sadar. 

Hari ini benar-benar hari yang sangat membosankan semua pelajarannya berkaitan dengan berhitung, padahal berhitung yaitu sesuatu yang sangat sulit untuk dipahami. Terdengar kabar bahwa siang ini semua pengurus MPK diwajibkan untuk berkumpul di aula atas. Setelah pelajaran selesaipun  aku dan Hasna bergegas naik ke lantai atas, mungkin kita sudah telat alasannya saya harus menunggu Hasna mengembalikan buku ke adik kelas.  Aku dan Hasnapun berlari .

Tiba-tiba brrrukk.. “ Aww sakit tau” teriakku kesakitan. 
“Maafkan aku, saya tidak sengaja” jawab lelaki yang menabrakku dan ternyata yang menabrakku yaitu Dikta. Entah kenapa tiba-tiba saya melongo membisu, jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya
“Hallo, kau ngga papa kan?” tanya Dikta kebingungan 
“Iyaa. Aaaku ngga papa kok” jawabku terbata bata. Ya ilahi kenapa saya benar-benar begitu merasa gila menyerupai ini gumanku dalam hati. Dikta pun meninggalkan saya yang masih terdiam 
“Anggun, ayoo cepetan. Kita udah terlambat rapat nih” desah Hasna.  Aku pun segera bangkit dan berlari, lagi-lagi saya melongo diam ternyata yang memimpin rapat yaitu Dikta. Aku dan Hasna meminta izin untuk masuk, dan Dikta mempersilahkan kami untu duduk.

Setelah kejadian itu saya dan Dikta menjadi sering bertemu untuk membahas beberapa duduk perkara perihal MPK. Entah kenapa saat berada di akrab Dikta saya merasa  begitu nyaman. Apakah mungkin saya sedang jatuh cinta? Setelah sekian lama saya tidak mencicipi perasaan yang kini sedang saya rasakan, sungguh bahagia rasanya. 

Antara Cinta dan Sebatas Perhatian Karya Anggun Puspa Regita

“Hayoo, lagi ngelamunin siapa Nggun?” tanya Alifi yang sontak menggagetkanku. 
“Kamu ini ya, hobinya cuman ngagetin orang doang. Ngga lagi ngelamunin siapa-siapa ko fi” jawabku sambil tersenyum .
“Pasti kau lagi ngelamunin Dikta ya Nggun? Belakangan ini saya liat kau sering pergi bareng sama dia. Aku sih engga ngelarang kau nggun, cuman hati-hati aja sama perjaka yang lagi kau kenal” celetuk Alifi yang tiba-tiba menasehatiku.           
“Tenang aja Fii, saya bakalan hati-hati kok” jawabku sampil menepuk pundak Alifi. Alifipun pergi meninggalkanku berganti dengan Hasna yang tiba-tiba duduk di dekatku
“Nggun, kau tau nggak sih jikalau Alifi itu sayang sama kamu?” tanya hasna, dan pertanyaan itu sontak mengagetkanku.
“Apaan sih kamu, saya sama Alifi itu udah kek sahabat sendiri. Nggak mungkin dong jikalau Alifi suka sama saya Has? Lagi pula saya juga nggak ada perasaan yang lebih sama alifi” jawabku yang masih heran kenapa tiba-tiba Hasna berbicara menyerupai itu.

Jujur sebenernya saya masih memikirkan pertanyaan Hasna yang benar-benar membingungkan. Tiba-tiba hpku berbunyi, ternyata ada sms masuk dari Dikta. Ngggun, ketemuan di Kedai kopi kayak biasanya yuk? Aku mau ngenalin kau sama seseorang nih. Ajak Dikta. Tanpa berpikir panjang saya pribadi meng Iyakan  smsnya. Aku berpenampilan serapih mungkin semoga tidak terlihat memalukan di depan Dikta. Sesampainya di kedai kopi kenapa tiba-tiba jantungku berdebar kencang dan keringatku bercucuran, saya segera mengusapnya dengan sehelai tisu.  Aku menunggu Dikta cukup lama, tiba-tiba

“Haii Nggun, udah lama ya?” celetuk seorang pria yang berada sempurna dibelakangku. Akupun berdiri dan memutar tubuh .
“Iya, lumayaaan” jawabku dengan heran berfikir siapa wanita yang sedang berdiri di samping Dikta. 
“Oh yaa, nih kenalin cewek gres aku. Namanya Maura beliau anak SMA warga

Setelah mendengar ucapan itu dari mulit Dikta tiba-tiba badanku lemas, rasanya sakit menyerupai ada seseorang yang melempari wajahku dengan ratusan batu. Tanpa berfikir panjang akupun mengalihkan pembicaraan saya berkata kepada Dikta dan pacar barunya itu bahwa saya disuruh pulang mamahku. Aku pulang naik taksi, tangisankupun tak terbendung. Aku menangis sejadi-jadinya, saya memilih untuk pergi ke rumah Alifi alasannya saya yakin hanya beliau yang mampu menenagkanku. Setelah mengetuk pintu rumah Alifi cukup lama, tiba-tiba Alifi keluar dan membukakan pintu. Tanpa sadar saya memeluk tubuh Alifi dan menangis di bahunya. Alifi benar-benar bingung, beliau hanya mampu berkata

“Kalau mau menangis silahkan Nggun, aslakan semua itu mampu membuat kau lega” Aku menceritakan semua kejadian tadi kepada Alifi. Rasanya saya ingin berteriak  sekencang kencangnya, Alifi menenagkanku dengan beberapa nasehat yang keluar dari bibirnya. 

Tiba-tiba Alifi berkata “ Sudah, tenanglah Nggun. Kamu lupakan semua kejadian yang sudah berlalu, kau buka lembaran baru. Ingat diluar sana masih ada banyak orang yang menyayangi kau dan lihatlah, di depanmu ada laki-laki yang lapang dada mencintaimu tanpa mengharapkan akibat  akan rasa itu” Aku benar-benar nggak mampu ngomong apa-apa. Akupun memeluk tubuh Alifi dan Alifipun kembali menenagkanku. Aku merasa menjadi wanita ndeso alasannya saya telah menyia nyiakan laki-laki yang begitu lapang dada mencitaiku.

Setelah kejadian itu, saya membuka lembaran baru. Aku memulainya dengan berguru mencintai laki-laki yang memang semenjak awal lapang dada mencintaiku. Aku berguru untuk mencintai Alifi.

Profil Penulis:
Anggun Puspa Regita - Ilmu Komunikasi Undip 2016
Fb: Anggun Puspa Regita
Email: Anggunpregita@gmail.com
Previous
Next Post »