Andai Kita Seikat Tali Sepatu Karya Izul

ANDAI KITA SEIKAT TALI SEPATU
Karya Izul

"Andai kita seikat tali sepatu"

Teriknya siang itu seakan membuat mendidih setiap dahi yang tersoroti bias cahaya mentari,waktu menyampaikan pukul 2 siang.
Keramaian mengikuti alunan lalu-lalang setiap kendaraan yang melintas dijalan raya,maklumlah sebagai kota metropolitan teramai setelah Jakarta,Surabaya menyampaikan kota yang tidak bisa diganggu alasannya ialah mereka sudah terlalu sibuk mulai dari seorang bos pebisnis sukses,atau Kepala dinas pemerintahan,bahkan Ibu janda pemilik warung tegal serta coba bayangkan hingga pengemis dan pengamen pinggir jalan pun ikut ambil adegan dalam kesibukan di Kota Surabaya.
Aku pun mengakui panasnya terik siang itu sepertinya "Ora Umum" = menyalahi kodrat,"Kan katannya "Tuhan-pun tak akan tega mengasih cobaan diluar batas kemampuan. Tapi kok Surabaya begini". 

"Atau memang sudah biasa kota-kota besar memang identik dengan udara yang kotor,suhu yang sangat panas pada siang hari"
"bruuummm...bruuummm...
"Suara sepatu kuda...." (Ingatku nyanyian ketika masih duduk diTaman Kanak-kanak yang sengaja kuparodikan ketika mendengar bunyi bus-bus di Terminal Purabaya,guna menumpahkan kekesalanku mencicipi kegerahan siang itu)
"Jombang
"kediri
"Tulunggagung
"Trenggalek

Tertulis besar plakat goresan pena jalur jalan Bus pada suatu koridor bus,yang mana bus itulah yang akan membawaku pulang ketempat tujuanku. Tanpa pikir panjang dan berbelit-belit eksklusif kuajak saja kakiku untuk melangkah masuk bus,meski didepan koridor bus selalu ada orang yang mencari penumpang "mau kemana Mas/"mau kemana Mbak...?" itulah sapaan yang selalu ia kumandangkan kepada tiap orang yang mondar-mandir didepan koridor bus ini. Supaya kursi-kursi kosong yang ada dihadapan,belakang dan sekelilingku ini segera terisi.

Hampir setengah jam sudah saya berada didalam bus,tapi bus ini tidak juga berangkat mungkin perkara sebuah kursi disampingku ini yang "Diam seribu bahasa" menunggu setia kepada seseorang yang berhak mendudukinnya ataupun jikalau saya boleh ber-khayal menunggu seseorang yang pantas bersanding denganku.

"Ha...Ha...Ha" (Teriak dari dalam benakku secara tidak sengaja) 
"Ayo penunggu kursi kosong cepat-lah datang" (Ucap dari dalam hatiku,karena kesal bus ini tak berangkat-berangkat dibuatnya)
"Ayo bidadari surga-ku dan Cinderella hatiku dimana-kah gerangan dikau Sayang!" (Oceh sanubariku sekali lagi)

Bukanya apa-apa tapi memang ini sudah "kurang ajar" "Keterlaluan...!!!" melewati batas kewajaran para penumpang disuruh menunggu selama ini Clingak-clinguk beberapa penumpang yang kehilangan kesabaran ingin melambrak Sopir bus,ataupun bunyi tangisan bayi pada gendongan sang ibu juga laki-laki paru baya dibelakangku yang mengkibaskankan topi kekanan dan kekiri guna mengusir gerahnya udara didalam bus. (Ku-Usapkan tangan kiri ke dahi,memang benar rembesan keringat ini mulai keluar namun tak kehilangan kebijaksanaan ku tekan tombol OK pada pengaturan musik di handpon-Ku yang pada ketika itu telah tersambung "Ear phone" ).

Bukanya yang kucari ialah Kesunyian kata banyak orang "Tenggelam dalam Kesendirian" Namun yang kucari ialah Pelampiasan "Atas semua perlakuan yang tanpa perasaan dan tidak ada keadilan"

"Bruuukkk...(Suara hentakan pak sopir yang menutup pintu bus dengan keras mungkin juga dengan perasaan kesal) secara bersamaan di ikuti naiknya penumpang terakhir yang akan duduk disebelahku, saya pun tak banyak mempermasalahkan hal tersebut.
(Sosok orang yang gres saja masuk ke bus yang samar-samar terlihat dari kejauhan) ,aku pun kurang begitu tertarik dengan kedatangan orang itu, "Aku lebih tertarik melihat hiruk-piruk terminal dari sudut jendela-ku ini diiringi musik earphonku ini " meski sesekali orang tersebut mendapat lirikan asing dari beberapa penumpang lainnya.
"Mas boleh saya duduk samping jendela!" (Mungkin itu kata-kata yang keluar dari lidahnya waktu saya sibuk mendengarkan musik)
"Tepukan tangan ke bahuku seakan mengagetkanku yang ketika itu masih sibuk melihat ke arah luar jendela bus,sontak saya menoleh..."
"Ada apa...?" Ya...!" (Itu seingatku yang kukatakan) kepada perempuan yang akan duduk disampingku yang ketika itu pun masih terlihat bangkit tegak Ditambah beberapa kali perempuan itu menggerakkan jarinya ke indera pendengaran kearahku,aku pun dengan sigap eksklusif mengerti apa yang dimau. Dan eksklusif kucopot earphone dari telingaku.
"Mas boleh saya duduk disamping jendela!" (kata perempuan itu sambil membuka masker yang sengaja dipasang dihidungnya)
(Sedikit lebih lama respon yang kuberi,mungkin alasannya ialah sedikit keberatan dengan undangan itu atau seharusnya saya Tanpa pikir panjang alasannya ialah  kutengok keadaan sekitar penumpang lain sudah tidak lagi bersahabat)
"Oh ya...Mbak!" 
"Gak pa pa kok...!" (Sahutku gagap alasannya ialah menanggapi sebuah undangan yang jarang seorang penumpang utarakan). 
"Maklum lah ini kan bus ekonomi, bus kalangan bawah buat apa kita mengasih kepedulian kepada sesama jikalau kita pun berebut dalam hal itu" 

***

Kuatur kembali posisi dudukku senyaman mungkin layaknya pak Sopir yang sudah siap dengan tancapan gasnya ketika mengemudikan bus. Sesekali kutengok penumpang perempuan sampingku yang pandangannya membisu lurus fokus kedepan tanpa menoleh ataupun melirik sekelilingnya. "Seperti tiada keramah tamahan yang dibawa penumpang ini" (Bisik hatiku) walau sesekali pandanganya tumpah dibuang kekaca cendela bus.

Perjalanan Surabaya ke Jombang setidaknya memakan waktu kurang lebih 2 jam lamannya. Baru saja bus berjalan sekitar tiga puluh menit kepulan asap putih sudah menyelimuti seisi bus ini, para perokok seakan melepas lelah dengan nikmatnya. Tak lupa pak kondektor dari pintu belakang terlihat mulai menjalankan aksinya menarik ongkos dari masing masing penumpang, tiba disampingku pak kondektor menarik ongkos bayar kepadaku

"Turun mana mas...?" ?????
"Jombang pak..." (Sahutku sambil mengambil uang di dalam saku)  
"Berdua ini" (Tanya kembali oleh kondektur itu)
Belum sempat keluar sepatah kata dari lidah-ku, 
"Seperti burung terbang mengagumkan yang tiba-tiba terkena bidikan peluru sang pemburu"
"Bagaikan meletusnya sebuah balon yang gres saja ditiup seorang anak" 
"Tidak pak...!" saya Kediri"
(Sambar perempuan sampingku yang dengan sengaja dan secara tidak eksklusif memang BENAR sudah mewakili tanggapan atas pertanyaan dari pak kondektur, namun apa SALAH nya jikalau "aku sendiri yang menjawabnya")
"Benar...pak" (Akhiriku sambil melempar senyum bersahabat kepada pak Kondektur yang mengasih kembalian uang)          

***

Semburan asap dari laki-laki paruh baya dibelakangku menambah tebalnya kabut putih yang melayang-layang mengagumkan diudara, mencari ruang hampa guna mengudara ataupun mencari ruang kosong guna diisi tak peduli itu celah-celah kecil. Semerbak aroma tembakau yang telah memenuhi seisi bus seakan memancing hasrat-ku untuk ikut bergabung dan meramaikannya. Tanpa pikir panjang,tanpa basa-basi, tanpa alasan yang bertele-tele ku keluarkan kembang apiku ini dari saku kananku.

"Guuukkk...Guuukkk" (Terdengar bunyi lirih dari penumpang perempuan sampingku, seakan mengurungkan kembali niatku, kini saya mulai berpikir kembali??? mungkin alasannya ialah terjebak dalam pilihan yang sulit ketika disuruh untuk memutuskan)
"Guuukkk...Guuukk"(Suara batuk penumpang perempuan sampingku semakin menyambung-nyambung menjadi-jadi,seakan bunyi serak batuknya ibarat tanah koral yang berangasan yang terkena hempasan ombak besar lautan) 
"Bukanya saya mau menjadi pahlawan,ataupun lagakku sok jagoan,serta gayaku kemintar NAMUN ini ialah soal kesadaran" (Ingatku ketika itu Ucapan serial kartun favoritku  yang menjadi satu hal yang mendasar dan tumbuh menjadi alasan dalam mengambil sebuah keputusan)

Walau sedikit agak kesal dengan penumpang perempuan disampingku,namun eksklusif saja kupacu jari tanganku untuk membuka ventilasi atas jendela biar sirkulasi semua asap rokok tak tetap membumbung didalam bus. Namun biar mereka bebas lepas berkelieran diluar. 

"Kukantongi kembali kembang api tembakauku dan kutambah volume bunyi earphone"

***

Andai Kita Seikat Tali Sepatu  Karya Izul

Dapat separo perjalanan bus ini semakin padat dengan orang. Pedagang asongan,maupun pengamen jalanan mulai ikut campur berdesakan dalam bus.

"Cang...Ci...Men...(Kacang,Kwaci,Permen)" teriak pedagang asongan yang membawa sebakul barang dagangan dalam gembolannya.
"Jreng-Jreng" (Petikan halus dari jari-jemari anak muda itu sepertinya begitu mewakili kata hati mereka)

Kulirik kembali penumpang perempuan sampingku itung-itung sambil melenturkan otot leherku yang kaku akhir terlalu lama mencicipi kerasnya kursi kursi bus ini. Kini ia kulihat sedang menyibukkan diri dengan Handphone yang berada digenggamanya mencoba mengotak-atik tombol layar handphone guna mengusir kejenuhan akhir campur baur semua penumpang.

Kupikir sekali lagi penumpang perempuan sampingku, Perempuan berjilbab biru langit dengan ditambah semburat corak bunga disekelilingnya, alisnya pun tidak terlalu datar juga tak begitu melencing keatas namun kolam lengkungan pelangi sempurna, kedua pipi pandanya seolah halus timbul dibalik jilbabnya ditambah lagi beningnya kelopak mata yang diselimuti beling mata berganggang hitam yang terselip diantara telinganya menggenapkan pesona anggunnya. 

Menurut taksiran logikaku ia seumuran denganku  pantas abang Kondektor tadi waktu menarik ongkos lalu bertanya "Berdua?" mungkin prasangka Kondektor bus KAMI (Aku dan penumpang perempuan sampingku ini ialah sepasang sejoli yang sedang memadu kasih) yang disangkannya ibarat penumpang didepanku yang selalu beradu mesra,bertukar canda hingga tawa "Seakan karam dalam kebuta akan Romansa Cinta Dibawah terpaan sinar rembulan"

"Andai perempuan ini ialah putri Cinderellaku, yang semalam suntuk berdansa dengan-Ku yakni Pangeran berkuda, diikuti oleh pelayan kerajaan tukang asongan dan diiringi dengan ritme nada orkestra dari pengamen dihadapanku. Wah...begitu terasa lengkapnya hidupku" (Gambar khayalanku menari mengambang diatas kepala sambil tersenyum sendiri)

***

"Owweeek...Owwweeekkk...(Teriak bunyi tangisan bayi dari seorang Ibu muda seperti memecah buyar semua khayalanku yang sudah capek-capek saya buat) Kuarahkan kepalaku kebelakang dan kutengok, ibu muda tadi ternyata  berdiri dibelakang tak jauh dari kursiku, walau agak sulit kutatap ibu tadi alasannya ialah tertutupi oleh padatnya desaknya para penumpang namun kulihat ia sedang mencoba membujuk bayi mungilnya biar menyimpan tangisnya dan segera menuju kelelapan tidur. Tak lupa sesekali ibu tadi menggerakkan tanganya kekanan kekiri untuk memberi sedikit kesegaran pada bayi mungilnya walau sepertinya agak sulit alasannya ialah begitu rapat himpitan penumpang lain disekelilingnya.
"Namanya juga bus ekonomi,,,wajar jikalau begini !!!" (Timpal pikiran kotor yang sempat melintas lalu pergi)
"Mana jiwa mudamu yang rela mati demi sesama" (Muncul pikiran yang mengelora)
Namun secara tidak sadar (Timbul perasaan dalam benak untuk beranjak angkat kaki dari kursi ini) "Ini bukan soal bus ekonomi ataupun sangkut pautnya dengan jiwa muda namun This Is My Choice...This is My Voice" 
"Bruuukkk" saya terjatuh  
"Maaf mas...!" (Ucap perempuan sampingku dengan nada halus sambil mengantongi Handphone yang telah lama ia pegang)
"Mas Ngak..pa pa!!!" (Timpal sekali perempuan sampingku sambil meneliti keadaanku)
"Oh...gak pa pa kok!!!" (Balasku sambil mengibas-ngibaskan debu dibajuku)

Kuteliti pandanganku kebawah barang kali ada benda yang menyandung kakiku sambil menenangkan tingkah nglagatku mendengar sapaan bertubi-tubi dari perempuan sampingku, namun yang kutemukan hanyalah ikat sepatuku yang lepas 

"Maaf Mas...tadi saya ngak sengaja menginjak tali sepatu Mas...!" (Ucap perkataan maaf dari perempuan sampingku seakan dikejar rasa bersalah)
"Ya...Mbak gak pa pa kok, pokoknya-kan tidak diinjak kakinya"
"Haaa...Haaa..." (Lancarku sambil mengencangkan ikat sepatuku dan tak lupa kuimbuhi dengan tertawa gembira)
"Iya sih...Mas" (Balas perempuan itu merasa keheranan)
"Mas...mau turun ya...!" 
"Iya...Mbak" (Ucapku sambil mengencangkan peganggan tasku ke pundak)
"Permisi...Mbak!" (Pamitku pada penumpang sampingku)

***          

Tak terasa bus ini sudah berjalan satu jam setengah dari kawasan pemberhentian terminal, kini sudah hingga kota Mojokerto tinggal kira-kira dua puluh menit lagi aku-kan tiba di Jombang kawasan pemberhentianku.

"Disini Buuukkk..." (Gandengku pada seorang ibu muda dengan bayi mungil digendongannya yang kuantar menuju kursiku) 

Aku tak peduli dengan bidikan mata penumpang lain yang Clingak-Clinguk. Ataupun tak jarang mendapatkan lirikan abang Kondektor disela-sela menghitung rupiah. Persetan dengan semuannya.

"Makasih ya...nak!" (Ucap lega ibu muda dengan apa yang kulakukan)
"Iya...buukkk" 
"Sama-sama !" 
"Sebentar lagi saya juga mau turun" (kataku)
"Lho Mbak ini kok ditinggal" (Tanya Ibu muda sambil jari telunjuknya diarahkan ke perempuan sampingnya)

Mungkin Salah paham...Atas semua persangkaan. Atau dugaan sementara...yang terburu untuk mengutarakan. Serta kelihatan bayangan dan cepat mengambil kesimpulan

"Hai...Nona!" (Angukku ketika menyapa perempuan sampingku tadi yang membuang pandangan heran ketika menatapku) namun saya tetap mengemban senyum cengir dihadapnya tanpa malu.

Tapi tak banyak Glagat yang ditimbulkan perempuan tadi, ia hanya memalingkan muka dariku sambil meninggalkan senyum tipis dibibirnya.

***

Perjalankan yang melelahkan ini akan segera menemui selesai ceritannya, saya pun lekas berjalan kebelakang dekat pintu keluar didekat abang kondektor bus alasannya ialah kota Jombang tinggal sejauh mata memandang namun sejurus kulihat penumpang perempuan sampingku tadi menoleh kebelakang sejenak memandangku sebelum ragaku tertelan habis tangga turun bus seakan memastikan keadaanku. 

Bus tepat berhenti ketika lampu lalu lintas menyala warna merah, saya pun keluar menginjakkan kaki ke tanah dan bangkit tegak diatas trotoar lalu kurogoh kembali tembakauku yang telah terpenjara lama pada dalamnya sakuku, 

"Jresss" (Bunyi korekku menyala bebarengan diikuti berubahnya warna lampu lalulintas menjadi hijau)

Dari situlah kulihat untuk yang terakhir kalinya, perempuan yang tadi duduk disampingku. Ternyata ia pun sepertinya masih sempat mengintip gerak-gerikku dari balik cendela "Kami pun sempat berpandang dan saling bertatap muka untuk sebentar" meski bus mulai menggelindingkan rodannya dan menelan habis wajahnya dalam kejauhan seakan Kami dipaksa untuk berpisah dihari itu.

"Wuuusss"...! (Udara yang ditimbulkan terpaan bus yang berjalan menerbangkan sampah-sampah kering pinggir jalan, tak ketinggalan poni panjangku pun sedikit ikut melayang-layang)  
"Andai perempuan itu ialah putri Cinderellaku, yang semalam suntuk berdansa dengan-Ku yakni Pangeran berkuda, diikuti oleh pelayan kerajaan tukang asongan dan diiringi dengan ritme nada orkestra dari pengamen dihadapanku. Dan telah menginjak tali sepatuku Wah...pasti ada dongeng selanjutnya" (Gambar keyakinanku diatas kepala sambil mengecup keras-keras rokokku)

(Pesan dan kesan memang memang harus tertinggal walaupun dihantui rasa takut kehilangan sedikit menyesal namun kututup dengan senyuman dan kan sealu kuingat, dongeng sepatu seikat)

Profil Penulis:
Nama : Izul 
Mahasiswa UNESA (P. Geografi)
Fb      : Ixulkandar

Previous
Next Post »