KASIH SAYANGKU KASIH SAYANG TUHAN
Karya Ihara Nohara
DOKK !!
Terbangun saya saatku dengar bunyi haduh dari jendela yang bergoyang alasannya yaitu angin yang kencang, ku pandangi sebentar seorang yang masih terlelap di ranjangnya.
Akupun berdiri dari tidur dalam keadaan duduk ini, dan berjalan perlahan menuju jendela itu lalu menutupnya hati-hati semoga seorang yang masih terlelap itu tidak terbangun karna ulahku.
Kakiku membawa badan ini menuju perjaka itu, menatapnya penuh iba, ya Yang Mahakuasa inikah jalan yang harus kami lalui?, rintih diriku didalam hati ini. Sungguh saya masih belum bisa mendapatkan semua kenyataan ini, kenyataan yang begitu merubah kehidupanku dan kehidupan perjaka ini perjaka yang biasaku panggil Gilang, perjaka yang telah berhasil merebut hatiku dan perjaka yang telah berhasil membuatku menangis mendapatkan kenyataan pahit ini.
Gilang namanya, sobat yang selalu ada untukku. Saat sedih, ketika senang, ialah orang yang paling mengerti akan diriku yang semenjak kecil yatim piatu ini, kasih sayang yang ia berikan jua kelembutan hatinya demi menghadapi tingkahku yang kadang kekanak-kanakan ini, semua rasa sayang berangsur angsur beribah menjadi percikan api cinta dan hingga ketika ini tetaplah rasa itu kupendam, saya tidak ingin rasa ini akan menghancurkan persahabatan kami yang sudah dibina semenjak kami kecil hingga pada hasilnya saya hanya bisa menjadi sahabatnya, bagiku ini sudah cukup.
Ah rumah sakit penuh akan khas obat-obatan, dan disinilah saya menunggu sang pangeran yang tertidur, saya pun duduk dikursi samping ranjang Gilang membelai lembut rambutnya lalu berakhir dengan menggenggam tangannya dan menciumnya perlahan, hingga kurasakan genggaman tanganku padanya terbalas, kutolehkan kepalaku pada Gilang yang sidah terbangun dari lelapnya.
Kasih Sayangku Kasih Sayang Yang Mahakuasa Karya Ihara Nohara |
"Maaf saya membangunkanmu." ucapku yang eksklusif melepas genggaman tanganku padanya, namun tertahan olehnya yang lekat memandang wajahku.
"Arina." ucapanya lirih memanggil namaku, hingga tanpa sadar saya meneteskan air mataku.
"Ya?" sahutku yang berisaha menahan isakanku ini.
"Mungkin terlambat menyampaikannya" ucapnya lagi yang masih mengeratkan tangan kanannya di tangan kiriku.
"Jangan bicara demikian, Gilang." sergahku, lalu kulepas bergairah tangannya yang masih menggenggam tangan kiriku. Aku tinggalkan ia sendiri didalam ruangan itu menuju pinti keluar yang tanpa sengaja kudapati ibunya Gilang tengah menatapku sendu, entah apa arti tatapan itu tapi tanpa perlu waktu saya menyamping memperlihatkan jalan untuk ibunya Gilang masuk dalam lamar sang anak tercinta.
"Mungkin lebih baik, tante bicara empat mata dengan Gilang. Saya tinggal dulu" ucapku, tanpa menunggu balasan dari Ibu Gilang, akupun eksklusif melenggang pergi menuju lantai dasar.
Sudah cukup saya sudah tau semuanya, ihwal penyakit Gilang yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi, saya tau namun saya bisa apa untuk Gilang? Aku hanya bisa menangis tanpa memperbaiki segalanya, tanpa mengungkapkan isi hatiku yang sebetulnya dan hati ini tetap menetapkan untuk tak bicara persoalan perasaan ini. Mataku sudah beranak sungai namun tangan ini tetap berusaha menutupinya menggallo semua pandangan aneh dari pengunjung Rumah Sakit tujuanku hanya satu keluar Rumah sakit ini sebelum hatiku benar-benar terluka. oh Tuhan, saya mencintainya dalam membisu dan keinginan semoga Ia sembuh sangatlah besar bagiku, biarlah rasa ini kupendam selamanya dan saya yang tersakiti sendiri dan biarkan ia hidup dan bahagia dengan pilihannya. Sungguh saya menyanyanginya Tuhan. rengekku di dalam hati.
Belum sempat saya hingga dipintu keluar Rumah sakit, srbuah pesan masuk membuat langkahku terhenti dan memeriksa ponselku. langkahku terhenti dan dengan seketika kubalikkan tubuhku menuju arah sebelumnya. Ya Yang Mahakuasa secepat inikah Engkau ambil beliau dariku. air mataku kembali jatuh, secepat mungkin langkah ini berlari semoga hingga pada satu tujuan yaitu kamar rawat Gilang.
"Tante!" seruku pada ibunya Gilang yang sudah sesegukan di depan pintu kamar Gilang.
"Setidaknya Gilang sudah memaafkan tante." ucapnya yang semakin menangis.
Seorang Dokter keluar dari kamar rawat Gilang lalu menghela nafas dan menggeleng, seketika tulang kaki ini berasa lepas saya jatuh terduduk ketika Dokter mengatakan kata "maaf, kami sudah berusaha."
Inikah selesai dari segalannya?
"Tuan Gilang masih sadar untuk ketika itu, dan berpesan pada saya untuk memberikan satu wadiatnya pada nona Arina" ujar dokter itu seraya memandang ku penuh iba
"Apa?" tanyaku
"Cinta tak akan abadi didunia, namun akan abadi kelak disurga."
Tangisanku semakin manjadi. Yang Mahakuasa inikah kasihMu padanya yang lebih besar dari kasihku.
Profil Penulis:
nama: Hartini Ihara
anak ke 4 dari 4 bersaudara, masih berguru dikelas XI IPA 1 SMAN 1 Binuang kalu mau tau lebih banyak add aja fb Aibara Nohara Shinichi follow juga twitter @hrt31_ihar. makasih