MATA YANG MENANGISIMU
Karya A. Hardiyanti -Kahar
Aku pernah mengenalnya sebagai kata “cinta” karna saya pernah berada dikehidupakannya. Aryo pemilik senyum itu menjadi dingin. Sewaktu sma ia terlihat bahagia sekarang ia keras kepada siapapun. Aku menangisi sejadi-jadinya butuh waktu lama mengerti mengapa ia berubah?
“Aku kangen kau yang dulu Aryo,” sebuah foto figura kami berdua masih terpajang dikamarku.
Tiba-tiba ponselku berbunyi. “Halo Gue Arine adiknya Kak Aryo,” Arine adiknya Aryo menelpon. Tak lama Arine menceritakan soal permintaan yang diterima Aryo dari Ayah kandungannya. Ayah kandungnya menikah lagi dengan seorang janda. Dan yang kudengar Aryo sangat terpukul.
“Pantas saja Aryo, jadi dingin!!”
Cuaca kali ini begitu hambar saya tengah membuka email dan mulai menulis sesuatu diblogku. “Kesunyian-Hati” sambil mendengarkan erphone. Tiba-tiba saya membuka facebook Aryo. Aryo menulis sebuah status kecil “Pembohong Keluarga, Pengkhianat Mami” Aryo berkata-kata garang lagi dan membuat degup jantungku bergetar membacanya. Suatu malam ketika hendak membeli martabak ditempat langgananku. Aku melihat Aryo ia dan beberapa sahabat geng motornya sedang bermain bersama seorang gadis. Astaga! Aryo Mabuk ... Aku mencoba menghubungi ponsel Adiknya namun nihil tak diangkat sama sekali. Sampai hasilnya saya mengirim pesan-singkat melalui ponselku. Aku pun meninggalkan Aryo. Dan keesokan harinya di kampus ...
“Gue mau ini barang harus hingga secepatnya!!” Kata Aryo ditelpon.
“Barang apa maksudnya?”
Aku sedikit mengintip. Aku masih penasaran barang apa yang diminta Aryo ditelpon? tiba-tiba lamunanku terhenti ketika Bu Nadine masuk ke dalam kelas. Bu Dosen itu mengambil spidol dan menulis beberapa catatan di papan tulis. Tapi pikiranku tidak berada disini tapi diluar. Selesai mata kuliahku. Aku segera mencari eksistensi Aryo. Sejak dulu hanya Aryo yang menjadi sayap pelindungku. Karna semenjak sma saya dikenal pendiam dan tak memiliki teman. Semua orang lantas membullyku. Waktu itu seorang berjulukan Kania membullyku ia merusak kacamataku.
“Siniin kacamata lo atau lo bakalan jadi samsak,” saya memberikannya tapi Aryo datang ia memarahi Kania.
“Siniin kacamatanya kalau lo nggak mau jadi sasaran empuk gue ibarat anak pembangkang itu Gerald” ujarnya marah.
“Baik berhubung gue nggak mau kena tonjokkan lo sih preman okey gue balikin kacamatanya”
Kacamataku pun kembali dengan selamat. Wah memang andal Aryo ia bisa membuat Kania takut hanya dengan sedikit gertakkan. Dan saya pun berterimakasih dengan Aryo kala itu. Sejak ketika itu Aku mencicipi kehagatan Aryo ketika ada yang berniat melukaiku.
Tapi Aryo berubah pancaran matanya tak ibarat dulu lagi. Aku mencicipi itu ketika ia memutuskanku dengan alasan kita tak sama lagi. Mungkin bisa dikategorikan tak sejalan lagi. Aku tahu Aryo ialah cinta pertama yang takkan kulupakan ketika ini. Tapi mungkin itu hanya mimpi kalau Aryo meminta maaf dan kembali padaku. Kulihat Aryo ia tengah dikantin kampus dan seseorang memberinya sebuah barang. Sejenis bubuk kecil ibarat mirip barang haram yang sering kulihat di tv. Astaga!! narkoba , sabu-sabu.
“Emang gitu Aryo sering mabuk beberapa kali jadi maklum Kak trus yang saya heran wajahnya sering pucat gitu Kak kalau pulang kerumah” sms semalam dibalas Arine. Aku panik dan menjatuhkan ponselku. Aku kembali menangis di taman sendirian.
Sepulang sekolah kutanyakan ini ke Aryo yang tengah hendak pulang namun ia bersikap sinis lagi padaku.
“Apa peduli lo???”
“Nggak kok gue cuma mau kasih tau doang jangan sampe hidup lo awut-awutan lo mau ah ...” emosiku kian tak tertahankan ketika ini jua. Aku kembali menangis dan memukul bahu Aryo namun Aryo malah pergi dengan motor sportnya. Hatiku hancur sejadi-jadinya lagi.
***
Mata Yang Menangisimu Karya A. Hardiyanti -Kahar |
Beberapa hari kemudian kulihat Aryo ia sedang berboncengan dengan seseorang. Gadis itu merangkul mesra Aryo di motornya. Mereka mau kemana? pikirku. Aku kesal ketika mobilku berhenti disebuah mini-market. Kulihat lagi Aryo ketika ia tengah berada diseberang kafe sebelah minimarket. Hatiku kembali menangis hanya itu yang bisa kulakukan. Aku segera pergi setelah membeli pesanan Mama.
“Maafin gue karna gue buat lo kecewa, tapi gue nggak bisa kembali sama lo lagi” Aryo terdiam dalam hati.
“Sayang kau kenapa bengong??” ujar Gadis yang biasa disapa Agnes itu.
“Enggak kok kau mau pesan apa?”
Disisi lain saya tengah bangun di tengah jembatan sambil merenung. Tak lama seseorang menarikku. Aku tak mengenal wajahnya.
“Lo cewek yang dicintai Aryo kan,”
“Gue minta sama ia buat bayar utang ia ke gue” ujar pemuda itu kasar.
“Oke , baiklah tapi emangnya utang apa ya?”
“Utang obat terlarang trus buat ke club oke”
“Gue bukan ceweknya lagi udah jadi mantan” pemuda itu diam.
“Payah lo ngomong aja susah bilang aja ke dia”
Teman Aryo itu gila ia ibarat habis mabuk dari gaya bicaranya. Aku tertegun sesaat memikirkannya. Apalagi perbuatan Aryo itu. Aku pun selalu dibuat pusing olehnya. Hingga akupun hingga mengeluarkan airmata. Karna mata ini tak tahan kalau melihatmu melaksanakan kesalahan.
Maka pada suatu ketika di koridor kampus kutemui Aryo dengan hati yang luka. Aryo terdiam sejenak lalu berbicara kepadaku.
“Mau apa lo kesini?”
“Gue cuma mau nyampein sesuatu dari sahabat lo katanya bayar utang lo ke ia ngerti,”
Aryo mengaruk-garuk kepalanya lalu mengingatnya kembali. Ia pun teringat oleh Dhimaz sahabat yang selalu dipinjamnya kalau ia butuh barang-haram tersebut. Matanya kembali buat dipusing. Pikirannya kalut bagaimana membayar semua utangnya. Tak lama setelah Aryo, terdiam hasilnya akupun memutuskan pergi. Tapi Aryo tiba-tiba mencegatku.
“Aku mau minta tolong kasih tau ke ia kalo gue nunggu ia ke kafe daerah kita biasa nongkrong oke”
“Tapi!!”
Aku belum sempat melanjutkan kalimatku. Aryo sudah pergi. Aku sekarang dilanda kebimbangan gimana caranya saya memberitahunya sementara saya sama sekali tidak mengenal. Nomor ponselnya saja tak ada.
Tiba-tiba saya bertemu pemuda itu lagi. Aku pun eksklusif menemuinya dan saya pun memberitahu semuanya. Ia pun pergi dengan motor sportnya. Wajahnya yang menyeramkan tidak lagi menyeramkan ibarat waktu itu.
Aku mencoba menemui Arine dirumahnya. Kulihat Arine yang tengah was-was ada semburat kekahwatiran di otaknya. Apa karna Aryo? Maminya sedang sakit didalam kamarnya. Sementara Aryo tak ada dirumah. Aku segera menghampiri kamar Maminya Aryo kulihat wajahnya yang sakit. Mukanya tak ibarat dulu lagi timbul kerutan diwajahnya.
“Aku Ezi tante!!” Aku tersenyum.
“E ... ziii kau datang Aryo gres saja pergi nak?”
Aku sudah tahu saya hanya bisa menganggguk. Tak lama kudengar bunyi gila diluar seorang rentenir masuk secara tiba-tiba.
“Ini bener rumahnya Aryo gue bang mamat utusannye bang rojali ia minjem duit ke gue buat cicilan ape tuh??” ia mengantung kalimatnya.
Aku tak tahu lagi harus berkata apa semua memusingkanku. Mami Aryo menangis ketika beberapa barang kesayangannya diangkut. Aku pun mendekati rentenir itu. Ia mendorongku ketika saya tengah menjelaskannya. Kuhubungi nomor Aryo namun tak aktif. Dulu keadaan Aryo tidak semiskin ini setelah Ayahnya menelartarkannya. Kuseka airmataku. Akupun mencoba mengeluarkan uangku dari dalam dompet sebagai jaminan.
“Ini ambil,” ucapku emosi.
“Tapi kurang kalo cuma sejuta” jawab abang itu.
“Itu gres dp selama seminggu,” Tiba-tiba Aryo datang ia malah membawa segempok uang saya legah. Tapi yang kuherankan darimana semua uang itu kuputuskan tak bertanya setelah rentenirnya pergi. Kulihat Aryo ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Obat terlarang itu lagi!!
Aryo menghisapnya kembali ... Aku menarik Aryo diluar teras ... Kusuruh membuangnya ekstasi itu berbahaya, tapi Aryo tak mau mendengarkanku.
“Pergi lo gue nggak butuh dinasehati,” seketika saya menangis ini ribuan kalinya saya dibuat menangis olehnya.
“Gue kesini bukan buat lo dan gue kesini demi Adik dan Mami lo yang udah gak keurus!”
Aryo menangis untuk pertama kalinya. Aku memeluknya ini pertama kalinya ia memelukku setelah keputusannya berpisah denganku. Akupun menanyakan karena ia terdiam lalu meninggalkanku.
***
Beberapa hari kemudian setelah kejadian itu, saya mendengar kalau Aryo berhenti kuliah. Ia memutuskan pindah ke Jawa. Aku tak tahu apa alasannya. Kudengar kalau ia akan menjalani rehabilitasi dirumah kakak sepupunya yang seorang polisi. Aku pun bahagia mendengarnya. Tapi satu hal yang menyakitkan saya tak rela berpisah dengannya kutemui Aryo dirumahnya. Namun Aryo telah pergi ke Jawa. Aku menangis lagi.
Tiga tahun berlalu. Aku duduk sambil menyeruput tehku saya masih sibuk menyusun novelku berjudul “Bahagiaku deritamu” setelah sukses dengan Mata yang menangisimu. Aku membuatnya dengan sepenuh hati hingga sebuah nama memanggilku.
“Aku kembali Ezi untukmu hanya untukmu” airmataku tumpah.
Ia tampak kurus. Tapi ia terlihat segar. Kupeluk tubuhnya kukatakan bahwa saya merindukannya. Mata ini mungkin akan selalu menangisinya tapi bukan airmata kepedihan, tapi kebahagian yang terpancar dari mataku sendiri.
“Aku mencintaimu Aryo!!”
“Aku juga Ezi,”
-The End-
Profil Penulis:
Nama: A. Hardiyanti-Kahar(Titin)
TTL: 27 April 04 1995
Agama islam
Hobby: Nyanyi korea, nulis, baca novel, ngerapp, ngedesai baju
Penulis idola: Ilana Tan, Agnes Danovar, Mia - Arsjad, Dee, Elvira natali, Suri juan, himetenry, Luna torashyngu, Yericha eryana dan itu aja
Follow ya twitter penulis @arzkyrmdhnk mari majukan goresan pena dan ajangan jadi abal-abal maupun amitiran okey!! Tapi pemula saja kok thanks ya semuanya