Pure Love Karya kim_noni@yahoo.com

PURE LOVE 
Karya kim_noni@yahoo.com

Aku yang masih memakai piyama berlari tergesa-gesa menuju ruang operasi, semua orang melihatku heran, mataku terasa panas sekali ingin sekali menangis tapi saya tidak mampu menangis didepan anak-anak.

“Kak ria”, mila berteriak memanggilku sesampainya saya didepan ruang operasi.
“Gimana maya?”, tanyaku terengah-engah.

Seorang dokter menghampiriku, wajahnya sangat pucat, mungkin hampir sama dengan pucatnya wajahku sekarang.

“Anda keluarganya korban?”, dokter itu menghampiriku.
“Ya..saya kakaknya, bagaimana keadaan adikku?”, saya menatap dokter itu dengan cemas.
“Benturan yang sangat keras dikepalanya menimbulkan pendarahan berat, adik anda membutuhkan banyak darah, dan ia harus segera dioperasi”, terang dokter kepadaku.

Dadaku naik turun mendengarnya, “ lakukan yang terbaik untuk nya dok”.

“Baiklah, ada satu hal lagi yang ingin saya sampaikan”, dokter memegang lenganku. “ selain pendarahan, saraf dimatanya rusak parah, walaupun operasinya berhasil kemungkinan untuk ia kembali melihat akan sedikit sekali.

Aku terjatuh, rasanya kakiku tidak mampu menahan tubuhku, belum dewasa berhamburan ke arahku, mereka menangis sambil memelukku, saya tau mereka sangat takut kehilangan maya dan itu juga yang saya rasakan sekarang. 

“Dokter, saya mohon selamatkan adikku”, saya memohon padanya.

Dokter mengatakan padaku biar saya berdoa dan terus berharap aktual mereka akan melaksanakan yang terbaik untuk maya. Dokter dan perawat bergegas menyiapkan segala yang diharapkan unuk melaksanakan operasi. Dia menyuruh kami menunggu hingga operasinya simpulan dan terus berdoa. Aku memeluk belum dewasa yang lain. Hampir saja air mataku jatuh, tapi saya menahannya karna saya tidak mau belum dewasa lain ikut menangis.

Pure Love Karya kim_noni@yahoo.com

Mataku tertuju pada perjaka yang tengah menatapku sayu. Aku berlari kearahnya dan mencengkram kerah bajunya.

“Kenapa kau menabraknya, apa kau tidak mampu melihat anak sebesar itu, kenapa kau tidak hati-hati?”, saya menjerit padanya.
“Tenanglah mbak.., tolong lepaskan dulu tangan mu”, beliau mencoba melepeskan tanganku darinya.
“Tenang…kamu fikir saya mampu tenang?”, saya mengarahkan telunjukku kemukanya.
“Kak ria..abang ini yang menolong maya”, azam menarik bajuku dari belakang.

Aku menatap azam, dan  azam menceritakan kronologis kejadiannya, maya adikku ialah korban berkelahi lari dan perjaka ini yang telah membawanya ke rumah sakit. Rasa sesal segera merasukiku saya menghampiri perjaka ini dan meminta maaf padanya. Aku menjelaskan padanya jikalau saya sedang sangat amat panik sekarang. 

“Tidak apa-apa, saya mengerti, mbak teruslah berdoa berharap yang terbaik untuk adik anda”, perjaka ini  mencoba menenangkan ku.
“Baiklah..terimakasih”, saya menatapnya datar dan pergi menghampiri belum dewasa yang lain  yang duduk di sudut ruangan. Semuanya berkumpul disini, mereka belum dewasa jalanan yang saya bimbing semenjak 2 tahun yang lalu.  Aku merawat mereka sendiri dan bekerja mati-matian untuk kehidupan kami. Memang tidak banyak anak yang mampu saya bantu, hanya sekitar 7 orang yang saya asuh.  Aku menyewa rumah yang sedikit besar untuk daerah tinggal kami. Aku lebih bahagia tinggal bersama mereka daripada tinggal bersama orang tuaku yang tiap hari bertengkar.Sudah lama sekali saya tidak ada kontak dengan orang tuaku dan merekapun tidak pernah mau tau keadaan ku. Dan saya berfikir mungkin mereka tidak pernah menginginkan kelahiranku.

Kami menunggu  4 jam, dokter keluar dengan baju opersinya dan masih mengenakan sarung tangan putih ditemani perawat yang berjalan dibelakang mengikutinya. Aku berlari kearahnya.  Ia melepaskan sarung tangannya dan menyerahkan ke perawat.

“Masa kritis adik anda sudah lewat, operasinya berhasil”, dokter menatapku kaku seakan takut untuk mengatakan sesuatu hal
“Lalu, bagaimana dengan matanya dok?”, saya bertanya cemas padanya.
“Adik anda kehilangan penglihatnnya”, dokter mengatakannya dengan hati-hati padaku.

Tatapan ku eksklusif kosong mendengar hal itu, saya termenung dan kenangan kecil bersama maya terlintas difikiranku. Aku tidak tau bagaimana saya harus mengatakan ini padanya. Aku takut ia tidak mampu menerimanya. Dokter mengatakan padaku biar saya menemani maya setelah ia dipindahkan ke ruangan.

Aku memaksa belum dewasa pulang dan istirahat dirumah. Anak-anak menurutiku dan saya segera menuju kamar dimana maya dirawat. Aku duduk disampingnya dan memegang tangannya. Tangannya begitu cuek dan matanya tertutup rapat. Tanpa saya sadar air mataku jatuh, saya tidak tahan melihat maya menyerupai ini, saya menangis disampingnya hingga saya tertidur.
                                 
to be countinues...

Profil Penulis:
Nama        : Nur aini
TTL           : Pekanbaru/ 13 NOVEMBER 2015
Pekerjaan  : Staff Accounting di RSIA ERIA BUNDA
Facebook  : Nur Aini
phone       : 085374460407
email        : kim_noni@yahoo.com

Previous
Next Post »