UNTITLE
Karya Indah Nur Amalia
Seorang perempuan berlari dengan kecepatan sedang membuat rambutnya yang di kuncir bergerak kesana kemari. Senyum bahagia terlihat terperinci alasannya ialah kedua sudut bibirnya tertarik bersamaan. Setelah hingga di kawasan tujuan, ia memberhentikan laju larinya di belakang seorang laki – laki yang entah sedang melaksanakan apa.
Ify – nama perempuan itu tersenyum senang ketika melihat apa yang sedang dikerjakan oleh laki – laki itu ketika dirinya mencoba mengintip dari atas pundak kanan laki – laki itu.
“Ehem.”
Laki – laki itu sontak membalikkan tubuhnya ketika dirasanya ada seseorang di belakangnya. Dia tersenyum ketika melihat orang yang mengganggunya berdiri sempurna di belakangnya, perempuan mengagumkan lengkap senyum manisnya.'
“Kok disini ?? Ngapain ?? Bukannya kau ada kelas hari ini ??”
Ify menghela nafas kesal kemudian berjalan ke samping laki – laki itu, sontak laki – laki itu pribadi menggeser tubuhnya supaya Ify mampu duduk di sebelahnya.
“Aku di hukum lagi Rio.”
Laki – laki yang di sapa Rio itu hanya mengernyitkan keningnya bingung. Dia masih menatap perempuan, masih tetap menunggu kalimat yang sepertinya akan keluar lagi dari ekspresi Ify sebagai alasan hukuman untuknya kali ini.
“Kali ini Angel yang nyari masalah. Bukan aku. Aku gak ngerti kenapa ia hingga segitu bencinya sama saya Cuma gara – gara saya pacaran sama kamu. Emangnya di dunia ini enggak ada cowo lain lagi apa. Orang kau udah punya aku, masih di kejar kejar aja sama dia.”
Rio melamun menatap perempuannya. Dia masih mengamati wajah yang entah mengapa selalu mengagumkan setiap ia pandang. Wajah yang sudah beberapa hari ini jauh darinya alasannya ialah perbedaan jadwal kuliah mereka setiap harinya, juga kesibukkan keduanya yang selalu bertentangan jadwal.
“Kok diem ?? Kamu suka sama Angel ??”
“Kapan saya pernah bilang kalimat itu ?? Enggak usah nyari duduk perkara Ify.” Ucap Rio seraya kembali mengerjakan peran di laptopnya. Sama sekali tidak memperdulikan Ify yang sekarang sudah mendengus sebal alasannya ialah ulahnya.
“Emangnya kau seneng di kejar kejar sama ia ??” Ucap Ify sebal.
“Sekarang saya tanya, kau cemburu ??”
Ify hanya menatap datar Rio yang sekarang juga sedang menatapnya. Kemudian Ify memajukan bibirnya tanda kesal seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Setelah gak ketemu sekian lama, Cuma ibarat ini kejutannya.”
“Kamu sendiri yang enggak pernah punya waktu buat aku.”
“Kamu yang enggak punya waktu buat aku. Kamu selalu lebih mementingkan jabatan kau di kampus daripada bantuin pacarnya buat tugas. Kamu lebih mementingkan jabatan kau daripada nemenin pacarnya yang lagi sendirian di rumah. Kamu yang ...”
“Terus disini saya yang salah ??”
“Iya. Coba kalau kau lebih perhatian sama aku, saya gak akan sekesel ini sama kamu. Kamu itu selalu duain saya dan menomor satukan jabatan kau di kampus. Kamu selalu gitu.” Ucap Ify dengan mata yang mulai berair. Hanya dengan sekali kedipan, pasti air matanya akan lolos dengan sendirinya. Tapi sepertinya perempuan itu masih menahannya, ia tidak ingin terlihat lemah.
“Terus mau kau apa ??”
Runtuh sudah kekuatan satu satunya yang dimiliki Ify. Air matanya sudah lolos dari kedua matanya. Dia menatap Rio dengan pandangan terluka. Dia mengepalkan kedua tangannya di sisi sisi tubuhnya. Berusaha supaya tidak berteriak di depan Rio untuk menghentikan ke acuhan laki – laki itu.
Dia hanya butuh diperhatikan, ia hanya butuh Rio disisinya. Bukan hanya sekedar komunikasi jarak jauh yang sering mereka lakukan selesai – selesai alasannya ialah kesibukan mereka. Dia hanya butuh laki – laki itu. Hanya Rio. Tapi mengapa laki – laki itu tidak pernah peka dengan perasaannya ??
“Jangan salahin saya kalau saya lebih deket sama cowo lain dibandingkan sama kamu.” Teriak Ify kemudian perempuan itu berlari sekuat tenaga menjauh dari kawasan Rio seraya mengusap berangasan air matanya yang bertambah deras keluar dari matanya.
Sedangkan Rio hanya menatap punggung kecil Ify yang semakin jauh diliat dari jarak pandangnya dengan perasaan berkecamuk. Dia tidak tega melihat perempuan itu yang menangis ibarat tadi. Dia hanya tidak suka dengan sikap kekanak kanakkan Ify.
‘Jangan salahin saya kalau saya lebih deket sama cowo lain dibandingkan sama kamu’. Rio teringat kalimat terakhir perempuan itu sebelum perempuan itu pergi dengan air matanya tadi. Rio menundukkan wajahnya frustasi. Dia harus bagaimana ?? Dia hanya tidak ingin Ify terus saluran bergantung padanya. Dia hanya tidak ingin Ify terus saluran manja kepadanya.
Dia hanya ingin perempuan itu menjadi cukup umur untuk masa depannya juga. Belum tentu ia yang akan menjadi suami perempuan itu kelak. Makara ia tidak ingin membuat Ify salah dalam bersikap.
Jujur, ia sangat menyayangi Ify. Dia sangat mencintai perempuan itu. Dan alasannya ialah itulah ia tidak ingin Ify salah dalam bersikap. Dia ingin Ify berdikari dan menjadi dewasa. Tapi mengapa sangat sulit untuk mengubah perempuan itu ??
***********
Untitle Karya Indah Nur Amalia |
Ify duduk melamun di kelas terakhirnya. Hari sudah semakin sore tapi perempuan itu tidak berniat sedikitpun untuk berlalu darisana. Setelah ini, tidak ada mata kuliah lagi, tapi entah mengapa ia sangat malas untuk pulang kerumah.
Perempuan itu tidak mampu melupakan pertengkaran terhebatnya dengan Rio tadi. Mereka memang sering bertengkar, tetapi tidak pernah hingga ibarat ini. Yang membuat Ify tidak mampu fokus melaksanakan apapun ialah alasannya ialah laki – laki itu tidak mengejarnya untuk meminta maaf.
Ify menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya di atas meja. Perempuan itu sangat tidak mampu mengerti apa kemauan kekasihnya itu. Jujur saja, Ify sangat menyayangi dan mencintai laki – laki itu. Tapi bila ibarat ini terus, ucapan terakhirnya untuk Rio tadi sebelum ia meninggalkan laki – laki itu mampu saja terjadi.
“Fy.”
Ify pribadi mendongakan wajahnya berharap orang yang tadi memanggilnya ialah orang yang sedari tadi ditunggunya. Ify mendongak seraya tersenyum lebar tetapi hanya beberapa saat, ia kembali memudarkan senyumnya. Dan kemudian tersenyum penuh paksa seraya melihat kearah laki – laki di hadapannya sekarang.
“Kak Ray.”
“Kamu belum pulang ??”
Ify menggeleng. “Belum mau pulang kak. Kakak habis darimana ??”
“Habis ada urusan sama dosen. Tadi saya lewat sini terus liat kau sendirian di dalam kelas. Mau pulang bareng sama saya Fy ??”
Ify menundukkan wajahnya sebentar untuk berpikir, kemudian mendongakkan wajahnya dan mengangguk seraya tersenyum lebar. Dia berdiri dari duduknya dan menggamit telapak tangan laki – laki itu yang terulur kepadanya.
‘Biar ia tahu rasanya cemburu tuh kek gimana, emangnya ia aja yang punya fans apa. Aku juga punya.’ Batin Ify seraya tersenyum senang.
Mereka berjalan melewati koridor demi koridor setiap fakultas. Banyak orang yang melihat mereka dengan tatapan iri. Apalagi para perempuan. Ray ialah Gubernur kampusnya. Mana ada orang yang tidak mengenal laki – laki itu. Apalagi Ray mempunyai wajah yang ganteng dan tubuh tinggi atletis. Menambal nilai plus untuk laki – laki itu.
Ify mengalihkan pandanganya kemudian menemukan laki – laki yang masih berstatus sebagai kekasihnya sedang melihat kearahnya. Ify tersenyum besar hati alasannya ialah mampu membuat laki – laki itu cemburu dengan kedekatannya dengan kakak tingkatnya ini. Ify masih tersenyum seraya mengeratkan pegangan tangan mereka dan berjalan tanpa menoleh ke laki – laki itu lagi.
‘Aku yakin, sebentar lagi kau pasti minta maaf sama aku. Mohon sama saya supaya saya gak boleh deket deket sama cowo lain lagi selain kamu.’ Batin Ify bangga.
Sedangkan Rio hanya mampu tersenyum tipis melihat pecahan itu. Dia menekan dadanya dengan berpengaruh untuk meredakan rasa sakitnya kemudian sibuk kembali dengan tugasnya menempelkan kertas kertas pada mading. Berusaha untuk melupakan peristiwa yang membuat hatinya sakit.
***********
Rio melamun dengan pandangan kosong kearah jendela. Pandangannya hanya lurus tapi dengan pikiran yang kosong. Entah apa yang sudah terjadi dalam hidupnya. Dia tidak mengerti dengan semuanya.
“Rio, kau harus mau menandatangani kertas ini Biar ayahmu mampu bebas. Kalau kau Cuma berdiam diri disitu, tidak akan menyelesaikan masalah.”
Rio membalikkan badannya kemudian menghadap ke wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini. Wanita yang sudah merawatnya sedari kecil, wanita yang selalu menjaganya. Dan semua itu sekarang hanya sia – sia, hanya dalam khayalan Rio saja. Tidak mungkin terjadi. Karena wanita di hadapannya ini bukanlah ibu kandungnya yang dulu dikenalnya, Ibu kandungnya yang dulu sudah mati, sekarang hanya ada wanita berhati jahat di hadapannya.
“Saya tidak mengerti mengapa anda melaksanakan ini kepada saya.”
“Itu salah kau Rio. Kamu yang tidak memilih ibu dari awal, kau lebih memilih tinggal bersama ayahmu di rumah ini. Dan ayahmu yang terbelakang itu sudah menyerahkan seluruh hartanya untuk ibu dengan barang bukti ini. Termasuk rumah ini dan barang barang di dalamnya. Ibu masih memberi kau kesempatan kali ini, kau mau tetap tinggal dengan ayahmu di rumah kecil itu atau tinggal sama ibu dengan kemewahan yang selalu kau dapet setiap harinya.”
“Sampai kapanpun, Rio akan tetap tinggal bersama ayah daripada tinggal dengan wanita berhati iblis ibarat anda.”
Dengan gerakan cepat, Rio merebut stopmap yang berada di tangan wanita itu kemudian membukanya dengan tergesa dan pribadi menandatanganinya. Kemudian kembali menyerahkan dengan berangasan ke tangan wanita itu lagi. Rio menatap Ibunya sebentar sebelum berujar.
“Sampai kapanpun Rio akan tetap menganggap ibu sebagai ibu Rio. Tapi hingga kapanpun, Rio tidak akan menganggap ibu sebagai satu satunya orang yang wajib Rio hormati. Karena ibu enggak pantas dihormati.”
Rio berjalan keluar kamar dengan tergesa gesa. Dia menuruni tangga rumahnya dengan perasaan yang berkecamuk. Dia masuk ke dalam kendaraan beroda empat yang sudah disiapkan untuk mengantarkannya ke kawasan ayahnya.
Rio mengusap wajahnya kasar, mengapa hidupnya menjadi ibarat ini ?? Mengapa ia mampu mengalami peristiwa ibarat ini ??
Dering ponselnya mengganggu konsentrasi laki – laki itu. Dia mengambil ponselnya di saku belakangnya kemudian tercengang melihat nama seseorang yang meneleponnya. Dengan berat hati, Rio menekan tombol hijau kemudian mendekatkan ke pendengaran kananya.
“Halo.”
*************
Ify berjalan kesana kemari di kamarnya. Tangan kirinya ia letakkan di pinggang kirinya dan tangan kananya memegang ponselnya yang sedari tadi hanya diputar putar saja di tangannya. Dia mendengus kesal melihat tidak ada tanda tanda adanya panggilan dari kekasihnya.
“Setelah apa yang gue perlihatkan tadi, ia sama sekali gak peka. Rio, saya kesel banget sama kamu. Kenapa kau belum telepon juga sih.”
“Oh, sepertinya kau mau main main sama aku. Jangan salahin saya kalau saya nantinya bertambah deket sama kak Ray. Jangan salahin saya kalau saya gak punya rasa lagi sama kamu, jangan salahin saya kalau saya sampe jatuh cinta sama kak Ray.”
Dengan kesal, Ify membanting ponselnya di atas kasur. Kemudian perempuan itu mengacak acak rambutnya frustasi. Dengan gerakan cepat, ia mengambil ponselnya dan menekan tombol 2 yang pribadi melaksanakan panggilan dengan laki – laki itu yang sedari tadi ada dalam pikirannya.
“Halo.”
Ify melamun mendengar bunyi laki – laki itu. Suaranya sangat berbeda dari biasanya. Tidak biasanya bunyi Rio rendah ibarat ini. Apa terjadi sesuatu dengan lelaki itu. Ah, ify pribadi menepis pikiran itu. Yang sekarang harus dilakukannya ialah memarahi cowok itu habis habisan.
“Udah lupa sama saya sekarang ??”
Ify mampu mendengar helaan nafas panjang dari laki – laki itu. Perempuan itu mengernyitkan dahinya bingung. Tidak biasanya Rio membisu ibarat ini. Biasanya laki – laki itu pribadi mengomelinya alasannya ialah menjawab telepon tanpa memberi salam terlebih dahulu.
“Maksud kau apa tadi di kampus ?? Mau bikin rumor gres ??” Ucap Rio skiptis.
“Kalimat saya gak main main kan ?? Terus kenapa kau masih kalem aja ?? Minta maaf kek, apa kek, biar saya ngerasa seneng. Tapi malah diem aja. Gilirin di telepon, bukannya saya yang marah malah kau yang marah.”
“Kamu jangan bikin saya tambah pusing Fy. Rumor saya sama Angel aja belum kelar. Kamu tambahin sama Ray ada apa. Kamu tahu, informasi kita putus beneran udah tersebar ke seluruh penjuru kampus tahu nggak.”
“Kamu sendiri yang salah.”
“Kamu kapan dewasanya sih Fy ?? Udah kuliah kamu, bukan anak SMA lagi. Masa duduk perkara begitu aja di perpanjang. Pake balas dendam ada apa lagi. Kamu sebenernya mau apa sih.”
“Aku mau kamu. Bukan sekedar sms atau telepon dari kamu.” Ify menghela nafasnya pelan. “Aku bersabar banget nunggu kau peka. Tapi susah kalau gak dibilangin. Disaat saya sendirian, kau menghilang, disaat saya butuh semangat kamu, kau malah pura – pura gak inget aku. Kamu mampu rasain jadi saya kan.”
“Bukan Cuma saya yang gak peka. Kamu juga. Kapan kau mampu ngertiin posisi saya di kampus. Kapan kau tahu duduk perkara aku. Kamu gak pernah tahu itu kan, lebih tepatnya gak mau tahu.”
“Sekarang saya tunggu kau dirumah. 1 jam dari sekarang. Kalau kau gak dateng, kita putus.”
KLIK.
Ify pribadi melempar ponselnya ke atas kasur. Air matanya pribadi tumpah begitu saja. Tubuhnya ia banting di atas kawasan tidurnya. Telungkup. Wajahnya ia sembunyikan di atas bantal hello kity’nya.
*********
Ify terbangun dari tidurnya. Matanya mengerjap berusaha menyesuaikan matanya dengan cahaya terang dari kamarnya. Perempuan ini ketiduran setelah menumpahkan semua air matanya. Ify berusaha untuk duduk, tapi tiba – tiba matanya berkunang kunang. Dengan sekuat tenaga, ia mengatur bantal di kepala ranjang untuk dijadikan sandaran olehnya.
“Panas.”
Ify mengerucutkan bibirnya kesal. Selalu ibarat ini. Setelah menangis, pasti di ketika bangun sakit. Walaupun Cuma demam, tetap saja rasanya tidak enak.
“Gue ketiduran berapa lama ?? Rio beneran gak dateng kesini ?? Dia beneran mau putus sama gue ??”
“Bibiiiiiiii.” Teriak Ify masih dalam posisi bersandar pada ranjang.
“Bibi. Kekamar Ify sebentar.” Teriaknya lagi.
“Berisik Ify. Sejak kapan kau gak sopan sama orang tua.”
Ify mengernyitkan dahinya. Sepertinya tadi ia mendengar bunyi Rio. Tapi ia ada dimana ?? Gak mungkin ia disini kan ??
“Otak gue kek’nya gak beres nih gara – gara Rio. Apa alasannya ialah gue terlalu cinta sama dia, nyampe suaranya aja kek deket banget sama gue.” Gumam Ify.
“Ehem.”
Ify benar benar tidak percaya. Dia pribadi mengalihkan tatapannya ke penjuru kamar. Dan matanya terbelalak begitu melihat orang yang sedari tadi ada di pikirannya sedang duduk di atas sofa di pojok kamarnya dengan tatapan tajamnya. Ify pribadi membuang muka ketika teringat dengan ancamanya.
“Kamu gak nanya saya disini semenjak kapan ??”
“Enggak penting. Paling juga gres dateng.” Jawab Ify yang masih menjaga gengsinya.
Ify mampu mencicipi kalau sekarang Rio sedang berjalan mendekat kearahnya. Dia masih mempertahankan harga dirinya. Enak aja kalau sampe memaafkan Rio begitu aja. Biarin aja sekarang Rio yang mohon - mohon minta maaf. Batin Ify.
“Kalau kau gak mau ngeliat aku. Aku beneran pulang.”
“Yaudah pulang aja sana.” Ujar Ify ketus. Kedua tangannya dilipat depan dadanya.
“Oke. Dengan senang hati.”
Ify mengerucutkan bibirnya sebal. Dia benar - benar melihat Rio yang sedang berjalan keluar kamarnya tanpa menengok kembali kearahnya.
“Jadi kau beneran mau kita putus ??” Tanya Ify cepat. Laki – laki itu berhenti melangkah dan membalikkan tubuhnya menghadap kearah Ify. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celananya. Cool. Kalau tidak ingat mereka sedang marahan, pasti Ify pribadi berlari menghambur ke pelukan laki – laki itu.
“Keras kepala. Udah tiduran. Lagi sakit masih aja nyebelin.”
“Siapa yang sakit ?? Kamu kali yang sakit. Otak kau yang kegeser. Gara – gara pacaran sama buku terus makanya otaknya geser.”
Rio berjalan mendekat dan duduk di tepi kawasan tidur Ify. Dia memaksa perempuan itu supaya mau tiduran kembali. Tapi dasar Ify’nya yang tidak mau kalah, makanya ia masih bertahan di posisi yang sama.
“Denger, saya dateng 10 menit setelah kau matiin teleponnya sepihak. Bukannya di tungguin, malah kamunya tidur. Bisa bayangin kan saya disini berapa lama.”
“Enggak percaya.”
“Kalau kau gak percaya, itu artinya kau yang mau putus sama aku. Yaudah sih enggak apa – apa kalau mau putus. Yang mau jadi pacar saya juga banyak di luar sana.”
“Berani ??”
Rio hanya tertawa pelan seraya mengacak acak rambut panjang Ify. Perempuan itu masih mengerucutkan bibirnya sebal membuat Rio memajukan wajahnya dan mencium sempurna di bibir Ify sekilas dan berlanjut ke kening Ify.
“Udah sini tiduran. Biar saya kompres kening kau supaya panasnya turun.”
“Enggak.”
Rio menatap tajam kearah Ify. Tapi perempuan itu masih dalam posisi yang sama, sama sekali tidak merespon ucapan Rio. Dengan senang hati, Rio bangun dari posisi duduknya di ranjang Ify. Dia berdiri sempurna di depan perempuannya dengan kedua tangan yang kembali karam di saku celananya.
Rio mengangguk angguk. “Tadi Angel ngajak ketemuan deh kayaknya. Aku pergi dulu ya Fy, semoga cepet sembuh.”
Dan tanpa perasaan Rio membalikkan tubuhnya berniat keluar dari kamar Ify. Dia menghitung mundur dari angka 3. Rio mulai menghitung dan benar saja, ia berhenti berjalan alasannya ialah mencicipi pelukan hangat yang ia yakini berasal dari Ify.
“Gak boleh kemana mana. Aku gak ngijinin kau buat ketemuan sama Angel.”
Rio membalikkan tubuhnya seraya terkekeh pelan, kemudian menarik perempuan itu ke dalam pelukannya.
“And then ??”
“Iya iya, saya minta maaf. Sifat saya kekanak kanakkan. Aku salah. Maafin aku.”
“Janji gak akan ngelakuin hal yang sama lagi ??”
Perempuan itu hanya mengangguk anggukan kepalanya dalam dekapan Rio. Rio tersenyum senang. Seenggaknya ia mampu melupakan duduk perkara orang tuanya sebentar. Tidak duduk perkara bila ibunya berniat untuk meninggalkannya. Yang terpenting, perempuan di dalam dekapannya ketika ini tidak akan melaksanakan hal yang sama.
***********
Profil Penulis:
Nama : Indah Nur Amalia
Facebook : Indah Itue Lia
Twitter : @IndahNurAmalia9
Ask.fm : http://ask.fm/Indahnuramalia
Wattpad : IndahChoAmalia