Salah Karya Panca Erlangga

SALAH
Karya Panca Erlangga

Pada siang hari yang cerah di pertengahan bulan Desember, seorang mahasiswi semester tiga yang berjulukan Anna Darasati kini tengah berada di dalam bus yang sedang dalam perjalanan dari Surabaya menuju Jakarta. Rencananya, Ia akan menghabiskan liburan selesai tahunnya selama satu ahad penuh bersama kekasih dan keluarganya. Setelah ia lulus dari SMA, Anna pun merantau ke Kota Pahlawan untuk melanjutkan pendidikan S1nya di sebuah universitas ternama di kota tersebut.

Saat pukul tiga sore, perlahan rintik hujan pun turun, dan bus yang ia tumpangi berhenti di sebuah restoran. Penumpang-penumpang pun turun dengan berdesak-desakan, sebab mereka terjebak cukup lama dalam lonjakan volume kendaraan di jalan pada penghujung tahun. Setelah beberapa menit, Anna pun turun dari bus dan pribadi pergi ke kawasan makanan yang telah disediakan oleh pihak bus. Ia merasa lapar.

Anna pun menaruh tas cokelatnya di sampingnya. Posisinya menghadap ke arah depan rumah makan, dan ia pun menonton informasi di televisi untuk sekedar menghilangkan penat yang dialaminya. Ketika pelayan datang, ia hanya memesan sebuah roti bakar dan segelas cokelat panas. Selagi ia menunggu pesanannya datang, Ia menonton informasi di sebuah stasiun televisi yang memberitakan bahwa sedang maraknya penculikan di Jakarta akhir-akhir ini. 

Penculikan tersebut akan diakhiri oleh pelaku dengan meminta uang tebusan sebesar puluhan juta rupiah kepada pihak  keluarga, terkadang juga pelaku mengakhiri nyawa korbannya di sebuah kawasan yang sunyi dan selang beberapa hari jenazah korban pun akan ditemukan. Pelaku tersebut seringkali menyamar sebagai seorang supir travel.

“Maaf, ini pesanannya.” Sapa pelayan dengan ramah.
“Baik. Terima kasih. Mas, saya mau tanya.”
“Silahkan.”
“Kalau dari sini, perjalanan ke Jakarta memakan waktu berapa lama lagi ya?”
“Kurang lebih empat jam lagi. Itu pun apabila tidak macet”
“Oh, begitu. Makasih ya.”
“Tentu.”

Setelah waktu peristirahatan supir berakhir, bus pun kembali berjalan dengan cepat. Untuk mengusir kepenatan, Anna pun mendengarkan musik-musik bergenre rock yang pernah nge-tren pada masanya menyerupai The Beatles, Pink Floyd, Eagles dan The Doors dengan sebuah headphone. Tak lama kemudian, Ia pun tertidur dengan lelap selama beberapa jam.

Anna pun terbangun dari tidurnya. Ia pun tersadar sebab tak lama lagi, Ia akan hingga di sebuah terminal. Jaraknya tak jauh nih dari sini!, begitu pikirnya. Dengan cepat, Ia pun mengambil telepon genggamnya yang ia taruh di tasnya. Lalu, Ia menekan tombol panggilan ke kekasihnya, Kevin untuk menjemput dirinya di terminal. Lama Ia menunggu jawaban, Ia pun memutuskan sambungan panggilan tersebut, dan berniat untuk memanggilnya nanti.

Salah Karya Panca Erlangga

“TERMINAL!” Teriakan sang kondektur bus tersebut menyadarkan Anna dalam lamunannya. Ia pun pribadi turun, dan tak lupa untuk mengambil koper hitamnya yang ia taruh di bagasi bus tersebut. Lalu, Ia pun melihat ke sekitar, begitu ramai kondisi terminal malam itu. Ia pun kembali menelepon kekasihnya, Kevin.
“Halo?”
“Apa? Di sini suaramu kurang jelas, mampu kau kencangkan?”

Lalu, Anna pun menloudspeakerkan panggilan tersebut.

“Halo? Sudah terang terdengar?” teriak Anna.
“Suaramu sudah terang terdengar. Tapi ada yang belum terang terdengar.”
“Apa?”
“Suara hatimu.”
“Dasar.”
“Hahaha… Maaf, maaf.”
“Iya. Kaprikornus apakah kau mampu menjemputku sekarang?”
“Maaf. Aku tidak bisa, saya ada keperluan penting ketika ini di kantor.”
“Jadi?”
“Ya jadi, sebagai gantinya saya sewakan kau supir travel. Bagaimana?”
“Dia akan menjemputku ke terminal ini?”
“Tentu. Aku akan kirimkan nomornya, namanya Pak Latif.”
“Ok, Aku tunggu.”

Beberapa menit kemudian, telepon genggam Anna pun bergetar, tibalah sebuah pesan singkat dari Kevin yang memberi nomor telepon supir travel yang ia janjikan. Lalu, ia pun menyimpan nomor tersebut, dan pribadi menelponnya.

“Halo. Pak Latif ya?”
“Iya benar. Ini Anna kan?”
“Iya. Jadi, kapan mau menjemput saya?”
“Sekarang. Mungkin sekitar dua puluh menit lagi saya akan tiba di terminal.”
“Oh oke, saya tunggu.”

Sambungan pun terputus.

Jarak dari terminal ke rumahnya berjarak kurang lebih sekitar lima kilometer. Apabila ia menggunakan taksi pun biayanya akan lebih mahal lagi. Sembari ia menunggu kedatangan supir tersebut, ia pun duduk di sebuah kursi ruang tunggu terminal tersebut yang menghadap ke loket.

Sudah tiga puluh menit ia menunggu. Namun tak lama, seseorang berbaju hitam pun memanggilnya.

“Anna ya? Saya supir travel, Pak Latif.”
“Iya. Wah, kok tau saya namanya Anna?”
“Pak Kevin tadi memberi tahu ciri-ciri anda biar saya lebih mudah mencari anda.”
“Oh baiklah. Ini pak koper saya tolong bawakan.”
“Siap.”

Setelah menaruh koper Anna di bagasi, supir tersebut pun pribadi membuka pintu, menutup, dan menyalakan mesin. Anna duduk di dingklik belakang sebelah kiri, pandangannya mengarah ke luar jendela. Dan kendaraan beroda empat pun mulai berjalan. Selama perjalanan tersebut pun mereka saling berbicara satu sama lain. Berbicara ihwal pekerjaan, pendidikan, dan terkadang keluarga. 

Lalu, pandangan Anna pun teralihkan pada sebuah tali dan pisau yang di sebuah kantung kecil bewarna cokelat yang terletak di sebelah kursi tersebut. Ah, jangan berpikiran negatif, pikirnya. Anna pun menanyakan kepada supir travel tersebut kenapa ia melewati jalan yang sepi dan sunyi, tidak menyerupai jalan yang biasanya ia lewati. Dan, supir tersebut hanya berujar “Jalan di sini nggak macet. Walaupun agak lama, sekitar selisih tiga puluh menit.”

Anna tak memikirkan hal tersebut, lagian ia tidak terburu-buru untuk hingga di rumah. Selagi di perjalanan, ia melihat ke kirinya pohon-pohon yang menjulang tinggi. Entah kenapa, ia merasa cemas ketika itu. Ia pun mengambil sebuah buku novel thriller favoritnya. 

Selagi ia menikmati bacaannnya, telepon genggamnya pun bergetar. Saat ia melihat layar teleponnya tersebut, ia pun kaget. Telepon tersebut berasal dari Pak Latif. Hah, ia meneleponku? Dia kan sedang menyetir?, pikirnya. Lalu, ia pun membisu untuk sementara. Tak lama, tiba sebuah pesan dari Pak Latif dan isi pesannya:

“Maaf telah menunggu lama, kok telepon saya tadi itu tidak diangkat? Ban kendaraan beroda empat saya pecah dan harus diganti dulu, sekarang saya sedang berada di bengkel dan kemungkinan saya akan telat datang tiba ke terminal. Sekali lagi maaf.”

Jadi, supir tersebut siapa?

Profil Penulis:
Hanya seorang pelajar SMK yang hobi membuat cerpenn dan puisi. 

Facebook: Panca Erlangga
Twitter: @pancaerlangga13

Previous
Next Post »