Rahasia Senja Karya Harapan Bintang Kecil

RAHASIA SENJA
Karya Harapan Bintang Kecil

Semburat jingga keemasan mewarnai langit, dengan matahari yang ingin kembali keperaduannya. Deburan ombak bergulungan membawa buih - buih, menghatam kerikil karang yang kokoh. Serta nyiur yang melambai - lambai mengikuti semilir angin, disambut oleh kicauan burung yang seakan bernyanyi ria.

Di bibir pantai, terdapat sepasang manusia yang sedang bercengkrama dengan mesra. Mereka berdua begitu akrab, sesekali tertawa bersenda gurau.

Nasya menyandarkan kepalanya dibahu Gilang. Sesekali melirik kewajah Gilang yang disinari matahari senja. Menurut Nasya, Gilang ialah pria ganteng dengan rambut hitam dan mata bubuk - bubuk menghiasi wajah orientalnya, tubuhnya tinggi tegap, dilengkapi kulitnya yang putih bersih, membuat Gilang tampak tepat dimata kekasihnya.

Wajar, bila Nasya sering cemburu kepada kekasihnya. Ketika, melihat para wanita yang tergila - gila pada ketampanan Gilang, bahkan ada beberapa wanita nekad yang berani menyatakan perasaannya pada Gilang.

Walaupun begitu, Gilang tidak menghiraukan para wanita itu. Ia tetap saja mencintai Nasya, gadis cantik yang berhasil menarik perhatiannya dengan kesederhanaannya. Gilang memang pria yang setia, itu yang membuat Nasya sangat mencintainnya.

"Gilang, saya perhatiin. Hari ini, wajah kau pucet banget ya," Ujar Nasya yang sedari tadi memperhatikan kekasihnya.

"Masa sih. Mungkin itu perasaanmu saja!" kata Gilang tanpa menoleh dan terus memandang pantai. Mereka pun terlarut dalam keindahan pantai pada dikala sunset.

Rahasia Senja  Karya Harapan Bintang Kecil

Matahari orange seakan tersenyum hangat pada sepasang manusia bumi.

"Kata orang dulu, pada dikala senja menyerupai ini, makhluk gaib akan berkeliaran. Apa kau percaya?" bunyi Gilang terdengar datar memecah keheningan.
"Hm... Percaya gak percaya sih," jawab Nasya singkat.
"Sekarang, disampingmu ada anak kecil sedang memperhatikan kita. Sepertinya, beliau tertarik padamu!" Gilang menatap tajam pada Nasya.
"Kamu jangan bercanda, deh. Nggak lucu!"  ucap Nasya ketus, mencubit lengan Gilang.
"Serius! Anak kecil itu kepalanya plontos, terdapat tanduk dikeningnya, matanya merah saga, ada sepasang taring menyembul keluar disudut bibirnya dan air liurnya tepat mengenai tanganmu," ucap Gilang mendeskrisipkan sosok anak kecil tersebut, tanpa ekspresi.

Spontan, Nasya menarik tangannya, lantas mengedarkan pandangan pada sekeliling. "Gak lucu Gilang! Hanya ada kita berdua ditempat ini." Nasya tampak kesal, menerka Gilang sedang menakutinya.

Setelah itu, suasana menjadi hening, mereka berdua saling terdiam. 

Dibenak Nasya, bekerjsama ia penasaran dengan apa yang diucapkan Gilang tadi. Ia menerka bahwa Gilang hanya ingin menakutinya. Namun wajah Gilang menunjukan keseriusan, nada bicaranya juga tak ada nada sedang bercanda. "Memang, semenjak kapan kau mampu melihat makhluk gaib?" karenanya Nasya mengutarakan pertanyaan dalam benaknya.

"Sejak saya menjadi bab dari mereka," jawab Gilang parau. Matanya menatap Nasya dengan tatapan kosong, membuat Nasya bergidik ngeri. Ia merasa Gilang hari ini sangat aneh, tidak menyerupai biasa yang selalu penuh kehangatan.
"Leluconmu tidak lucu, Gilang!" Nasya memalingkan wajahnya, tidak nyaman dengan tatapan Gilang.

Tiba - tiba ponsel Nasya berbunyi, membuktikan ada panggilan masuk. Segera Nasya menempelkan ponsel pada telingganya. 

Terdengar isakan seorang wanita diseberang sana. Ternyata, yang menelepon ialah Ibu Gilang. Ia mengabarkan, bahwa Gilang sudah meninggal, akhir mengalami kecelakaan dikala menuju pantai, untuk menemuinya. Sekarang jasadnya ada di RSU, sebentar lagi, akan diantarkan pulang ke rumah duka.

Deg! Jantung Nasya serasa lompat dari tempatnya. Ia kaget, jikalau Gilang sudah meninggal, lalu yang sedari tadi bersamanya itu siapa? Pantas saja, Gilang terlihat asing hari ini, kenapa Nasya gres menyadarinya?

Dengan takut - takut, Nasya menolehkan kepala kearah Gilang. Perlahan, wujud Gilang berubah. Kepalanya percah menunjukkan isi otaknya bercecer, bercampur dengan darah. Matanya bolong, wajahnya hancur sebagian, tangan kanannya terkoyak, menunjukkan tulang yang putih. Kemudian, Gilang tersenyum menyerigai.

Seketika angin berhembus dingin, membuat bulu kuduk Nasya meremang. "Sekarang kau percaya, kan." suaranya lirih. Ingin rasanya, Nasya segera lari meninggalkan sosok Gilang. Namun, tubuhnya serasa menempel pada pasir putih pantai.

"Allahu akbar... Allahu akbar..." Suara adzan berkumandang. Perlahan, wujud Gilang memudar dan menghilang seiring tenggelamnya matahari diufuk barat. 

Nasya kembali mampu menggerakan tubuhnya. Segera, ia berlari meninggalkan pantai.

TAMAT

Profil Penulis:
Hai,, namaku Harni,, umurku 16 tahun dan masih duduk dibangku Sma. Ini ialah cerpen karanganku, saya akui memang penulisannya masih berantakan. Tapi, saya harap kalian membaca cerpenku. Awalnya, saya hanya hoby membaca cerpen, cerpan, puisi dan novel. Sampai karenanya saya tertarik untuk menulis cerpen. Semoga kalian suka dengan cerpenku.

Previous
Next Post »