Kotak Kenangan Dhevista Karya Dede Septiyadi

KOTAK KENANGAN DHEVISTA
Karya Dede Septiyadi

18 Mei 2012, sempurna hari yang mengagumkan menyerupai pagi yang disambut sinar matahari yang amat cerah, menyerupai udara yang sejuk masuk dalam jiwa, dan bagaikan pelangi yang mengagumkan menyapa senja di sore hari.

Dia yang mungkin orang lain memandangnya dengan penuh kesederhanaan dan kepolosannya. Namun, tersimpan dibaliknya kepintaran, kebaikan, dan kecantikan hatinya, dialah aulia.

Tak menyangka memang perempuan yang pernah mendapat gelar siswa terpintar se-SMP dan sekaligus menjadi anggotaku di organisasi kepramukaan menaruh hati padaku sempurna 17 Mei 2012 beliau mengungkapkan maksud hatinya dengan pada awalnya penuh dengan teka-teki. Bukan saya tak mencintainya dengan tidak menunjukkan keputusanku, akan tetapi saya pernah mengambil pelajaran sahabat perempuan sekelasku yang juga pintar, ia berubah dan dapat dikatakan hari demi hari nilainya mulai turun. Itulah yang mengakibatkan pertimbanganku tidak pribadi menerimanya walaupun saya sendiri mungkin mampu mengarahkannya namun di sisi lain saya menyadari insan kadang melaksanakan kesalahan. Aku dapat mencicipi kekecewaannya ketika saya tidak pribadi menunjukkan jawabanku dari kata-katanya,

“Kenapa kau tak menunjukkan keputusanmu ? apa kau tak mencintaiku ? saya sadar koq saya ga pantas buat kamu” ucapnya.
“Kamu tak mengerti, cinta dapat mengubah sifat dan sikap seseorang. Aku tak pernah mau menggores tinta merah dalam kertas yang bersih dan lembut”. Jawabku
“Aku takkan pernah berubah, saya akan menjadi diriku yang menyerupai ini menyerupai apa adanya”. Ucapnya mencoba meyakinkan
“Aku terlalu takut membuatmu berubah apalagi saya menjadi pacar yang pertama kalinya buatmu”, bagaimana saya mempertanggung jawabkan pada orang tuamu bila saya membawa dampak buruk bagimu”.

Ia hanya mampu melamun dan hanya mampu berserah.

Dari terbenam senja hingga terbit cahaya mentari pagi saya termenung dan memberanikan diri mempertegas keputusanku. Hingga kesannya saya memberanikan diri mengambil keputusan,

“Aku akan coba untuk menjalani semua denganmu bila kau mau berjanji untuk dapat mempertahankan bahkan lebih baik meningkatkan nilai-nilaimu”. Ucapku dengan masih sedikit kekhawatiran.
“Iya, saya kesepakatan demi kau toh itu juga demi kebaikanku sendiri”.

Hingga kesannya sempurna hari Jum’at sore 18 Mei 2012 kami mengukir hati dalam satu pohon cinta

Cinta memang bukan hanya sekedar mengikat status dalam satu nama yaitu kekasih. Kita juga dituntut untuk menjaga orang yang kita cintai, kita juga dituntut untuk menjaga hati dan pintu cinta biar orang lain tak mudah masuk dalam pohon cinta yang kita rajut dengan kasih sayang.

Tiga tahun kami terikat dalam 1 pohon cinta. Akan tetapi, sangat disayangkan menginjak 1 bulan kekerabatan kami harus terpisah jarak dan waktu untuk bertemu. Aku yang melanjutkan sekolahku ke salah satu SMK di kotaku Majalengka tentunya mengharuskanku untuk tinggal di kos-kosan pamanku alasannya jarak yang cukup menguras waktu dan beliau yang melanjutkan sekolahnya kelas 3 SMP yang awalnya kita bersama, dan selang 1 tahunnya beliau melanjutkan di SMK kesehatan.

Merasa kehilangan dan kerinduan yang melanda memang hampir setiap dikala terasa. Namun, itu mungkin jalan tuhan untuk membuat pertemuan setiap ahad lebih terasa dan istimewa pada dikala bertemu.

Canda, tawa, duka sertabumbu-bumbu persoalan pertengkaran kami sering lewati. Hingga saya yang cukup kenal dengan ayah, ibu, dan adik-adiknya alasannya hampir setiap libur kami tak pernah terlewatkan untuk bertemu, bermain, atau sekedar makan berdua. Ditambah lagi adik yang paling kecilnya adit yang asik diajak bermain menyerupai adik atau bahkan anak sendiri bagiku. Tidak jarang juga setiap saya duduk di ruang tamu adit ikut duduk dipangkuanku ya, menyerupai ayah dan anak memang. Dan kadang sesekali dikala saya dan aulia pergi untuk mencari makanan adit ikut serta.

Sesekali sepulangnya dari bermain saya bawakan makanan untuk orang tuanya, bukan untuk menyogoknya ! melainkan  aku hanya sekedar ingin sedikit pertanda perhatianku walaupun itu bukan seberapa. Aku juga ingin pertanda keseriusanku mencintai aulia kepada keluarganya, yaa walaupun bukan dalam lambang atau simbol cincin yang  menempel erat dalam jari manis ataupun dalam seperangkat mas kawin. Perjalananku masih panjang ketika itu belum menjalani S1 dan S2 ku, tapi setidaknya saya siap mengunci kesetiaan dan keseriusanku dengan perjalanan yang mungkin benar-benar cukup masih jauh.

*

Minggu demi minggu, bulan demi bulan kami lewati bersama. Tidak jarang setiap kali saya bertengkar dengan aulia, saya bertukar fikiran atau sekedar meminta pesan yang tersirat solusi pada sahabat dekatku icha namanya. Tentu ada alasan mengapa saya memilihnya untuk ku jadikan pelabuhan keluh kesahku, beliau bijaksana sepemikiran denganku pada dikala menunjukkan saran yaitu untuk tetap tabah dan tetap menyerah pada pasangan ketika ego dari keduanya tinggi, tetap berusaha menjaga, dan tetap membahagiakan orang yang kita cintai. Lain halnya dengan orang pada umumnya menunjukkan saran untuk jangan terlalu tabah dan menyerah alasannya diluar masih banyak yang menunggu kita.

Pada suatu waktu ada persoalan yang mungkin cukup ringan namun tetap mempertahankan ego kita masing-masing hingga saya dan aulia istirahat dan memilih untuk berpisah tidak cukup lama memang namun hati kami berdua tak dapat terpungkiri masih terikat. Akan tetapi keadaan tiba-tiba berubah, yang awalnya saya tak bermaksud untuk memancingnya icha yang pada awalnya orang yang selalu memberikanku pesan yang tersirat pertanda isi hati yang bahwasanya beliau menaruh hati, saya sadar bila saya menerimanya beliau akan terluka alasannya separuh hatiku masih tertinggal dalam hati aulia, saya tak pernah mau menyakiti orang lain. Dan, sempurna yang ku ambil, kurang lebih 2 ahad saya dan aulia kembali mengikat hati. Bodoh memang ketika orang lain bahkan teman-temanku di SMK berfikir sudah tak zamannya setia, namun itulah pilihan hidup yang ku ambil.

Aku tau bila saya terus berkomunikasi dengan icha itu akan menggoreskan luka yang cukup bagi aulia dan icha, hingga kesannya saya memutuskan untuk sedikit menjauhkan diri  dari icha dan ichapun mengerti dengan kedewasaannya. dan dari dikala itu juga saya mencoba menanggung, menikmati, memendam masalah-masalahku hingga dikala ini dan ku lukiskan masalah-masalahku pada candaan-candaanku. semakin berat masalahku, semakin sering dan besar candaanku.

*

Kotak Kenangan Dhevista Karya Dede Septiyadi


Dua tahun kekerabatan kami berjalan, dua tahun juga cukup menguras kesabaranku, ya, tidak lain penyebabnya laki-laki yang bukan hanya satu orang yang mulai mendekati kekasihku. Sakit memang ketika kita menjauhi teman-teman lawan jenis kita demi menjaga perasaan kekasih yang amat kita cintai. Namun, beliau dengan mudahnya mempersilahkan laki-laki lain mendekatinya. Bukan satu, dua, atau tiga kali saya berguru mendapatkan dan berguru tulus serta berguru memaafkan setiap kali beliau keluar batas kewajaran namun berkali-kali. Apaboleh buat, mudah meminta maaf namun mudah juga mengulanginya kembali. Aku maklumi memang alasannya beliau 2 tahun lebih muda dariku mungkin masih berguru menuju kedewasaan diri. Tetapi benar apa yang orang lain katakan bahwa tabah itu berbatas waktu sama halnya gratis bicara telephon.

*

Suatu pagi saya dimintanya untuk menemaninya membeli sesuatu dipasar. Namun, ada yang berbeda dengan penampilannya dikala saya tiba dirumahnya alasannya saya hapal kebiasaan sehari-harinya dan pada dikala kami jalan berdua, tapi saya berguru untuk tidak berburuk sangka. dan, TEPAT !!! hingga sepulangnya dari pasar saya melihat ada laki-laki yang menunggu hendak menjemputnya.

“Itu temen saya mau jemput kerja kelompok, saya gak tau kawasan kerja kelompoknya jadi saya minta beliau jemput, tapi kita bawa motor masing-masing koq”. Ucapnya

Disaat itulah walaupun kesabaran coba ku tahan, tetap meledak. Aku tipe orang yang cukup sulit  untuk percaya ditambah lagi dengan perbuatan-perbuatannya yang cukup menguras kepercayaanku padanya. Disaat itu ingin rasanya kepalan asisten ku hentakan sahabat lelakinya tapi sayang, tanganku tak pernah ku ajari untuk itu. Dengan tanpa berfikir panjang, saya meninggalkan rumah itu dengan menarik gas sekencang-kencangnya dengan penuh amarah. Tepat setengah jalan pulangku, entah apa yang membuatku berfikiran untuk kembali, dan kesannya saya kembali kerumah itu.

“Aulianya udah berangkat bu ?” tanyaku pada ibunya yang gres pulang dari rumah tetangga.
“Baru aja berangkat” jawab ibunya.

Cukup jauh dari rumahnya saya mengejar dan kulihat 2 motor yang sedang melaju dengan kecepatan yang cukup keras, temannya di belakang dan kulihat motor kekasihku di depannya sedang melaju.

Tepat dengan perasaanku yang memang tak tenang, kulihat 2 bola mata yang terselimuti airmata, sakit memang dengan melihat kekasih sering bermain-main dengan tanpa mempedulikan perasaan kita, tetapi sangat lebih menyakitkan ketika orang yang kita cintai berlinang air mata menyerupai itu.

“Berenti dulu”. Ucapku
“Mau apa lagi ?”
“Berenti aja dulu, saya minta maaf kalo sikap saya tadi salah, berenti dulu jangan di terusin”. Ucapku dan dibalas dengan meminggirkan motornya. “maaf kalo sikap saya tadi salah, kenapa ga bilang dari awal kau mau dijemput temen laki-laki. Kalo bilang dari awal mungkin saya ga semarah ini. Hapus dulu air matanya jangan nangis saya takut kau kenapa-kenapa bawa motor sambil nangis apalagi bawanya cepet kaya tadi”. Ucapku coba menenangkan dan sesekali mengusap air matanya dengan tanganku
“Tadi saya mau jelasin tapi kau main pergi aja”.
“Iya maaf saya ngak salah, udah jangan nangis. Tadi temen kau saya suruh berenti malah ga di denger. Aku temenin sampe temen kau tadi”.

Mencoba berguru bersikap lebih remaja dengan bersabar, dan kesannya setelah beliau hening saya menemaninya dari belakang menyusul sahabat laki-lakinya yang telah duluan tadi.

*

Seperti laki-laki lain yang selalu berusaha membahagiakan pasangannya, saya mencoba membahagiakannya walaupun terlalu sering kesabaran dan keikhlasanku terasah olehnya. Aku mencoba untuk menunjukkan sesuatu yang  aku berharap mampu membuatnya senang dan menunjukkan kesan baik untuknya, ku berikan sebatang coklat walaupun pada awalnya sudah sering ku berikan namun berbeda dengan ini saya selipkan sekuntum mawar merah untuknya.

Selang beberapa ahad  entah apa yang ku pikirkan ngin rasanya ku berikan suatu kenangan untuknya, ku buatkan sebuah kotak dhevista yang berisikan foto-foto kami berdua. Yap, tidak salah lagi dhevista ialah sebuah nama panggilan untuk kekerabatan kami berdua.

Hampir 3 tahun kekerabatan kami jalani sangat berbeda tak menyerupai 1 tahun kekerabatan yang mengagumkan dikala masih terbayang. Masalah, perselisihan, dan perbedaan pendapat kerap kali muncul.

Hingga pada suatu waktu ada satu lagi laki-laki yang masuk ke kekerabatan kami tidak salah lagi masuk melalui kawasan pelabuhannya keluh kesah aulia kekasihku. Entah apa yang terjadi, menyerupai apa, dan bagaimana mereka berkomunikasi sehingga laki-laki tersebut sangat tertarik terhadap aulia. Aku tau itu dari caranya berbicara padaku dengan percaya dirinya bahwa aulia akan lebih memilihnya dibandingkanku. Tepat saja dikala saya lontarkan pertanyaan terhadap aulia

“Itu ada temen deket kau lagi cowo tapi sekarang percaya diri banget mampu dapetin hati kamu, saya udah cape berdebat, sekarang serahin keputusannya ke kamu, kalo kau pilih aku, kasih pengertian jangan hingga kau kasih impian yang mampu buat hatinya hancur atau mungkin hatiku”. Ucapku

Sangat mengejutkan memang ketika mendengarkan jawabnya

“Aku ga mampu pilih salah satu diantara kalian, beliau lebih dulu kenal saya namun sebagai kakakku. Daripada saya pilih salahsatu saya lebih baik tidak memilih keduanya”. heran memang memang mendengar jawabnya itu, memang saya yang  buat itu semua terjadi memancing laki-laki itu mengungkapkan isi hatinya alasannya saya mulai geram dan bosan dengan kedekatan-kedekatan aulia pada laki-laki.

Hingga kesannya setelah ku pertimbangkan semuanya, mungkin beliau lebih bahagia dengan laki-laki itu, dan kesannya saya lebih memilih mundur dan melepaskannya dan mengakibatkan kotak dhevista  menjadi kotak kenangan dhevista. Berat memang, tapi saya cukup berguru mengenai kesabaran, pengertian,kedewasaan, dan mengerti mengenai sikap dan sifat perempuan dari tiga tahun kekerabatan ini.

*

Jelang 1 tahun setelah perpisahan meninggalkan semua dongeng dhevista, suatu hari kami kembali berkomunikasi

“Gimana kekerabatan sama laki-laki yang kemarin baik-baik aja kan ? udah lama juga hubungannya kalo ga salah”. Ucapku bercanda padanya melalui pesan singkat
“Yaaaa gitu, deket cuman beberapa bulan udah itu ga deket lagi” jawabnya.
“Nah loh kenapa ? kirain beliau bener-bener lebih serius sayang dan cinta sama kamu. tapi sekarang masih komunikasi kan ?”.
“Sesekali masih sih, sekarang beliau malah deket sama temen aku.” Jawabnya.

Heran memang yang kukira laki-laki itu mampu lebih membahagiakan aulia ternyata bertanggung jawab saja atas perpisahan kami dengan menjaga, mencintai, dan menyayangi aulia dengan baik menggantikanku saja tidak bisa.

“Pesen saya lain kali kalo udah punya pacar itu cari temen cowonya bener-bener temen, sekarang banyak cowo deketin cewe awal mulanya jadi jadi temen curhat, kalo beliau temen baik pasti pas kau punya persoalan sama pacar kau beliau bakal ngasih dorongan buat pertahanin kekerabatan kamu, beda halnya dengan cowo yang punya tujuan tertentu pasti beliau enggan ngasih dorongan buat pertahanin kekerabatan kamu”.

Ia mengelak dengan alasan semuanya itu mampu terjadi alasannya aku, saya yang buat semua kacau, saya sadari itu namun bila saya tak lakukan itu akan ada kebohongan-kebohongan dan akan semakin banyak hati yang akan tersakiti untuk kedepannya. Seberapapun beratnya menunjukkan keputusan diantara dua pilihan tetaplah kita harus memilih, bila pada dikala itu aulia menunjukkan keputusan untuk memilih laki-laki itu pastinya saya lebih mampu mendapatkan dan menghargai keputusannya begitu pun sebaliknya bila aulia memilihku mungkin saja laki-laki itu masih akrab dengannya sebagai kakaknya, lain halnya dengan sekarang saya yang terlanjur sudah menilainya lain, dengan penuh kekecewaan yang ku emban padanya.

Semua ini menunjukkan pelajaran bagiku, saya mampu sedikit mencicipi bagaimana posisi aulia  dengan dua pilihan yang seharusnya memilih diantara dua pilihan itu, posisi laki-laki itu yang seharusnya menjaga perasaan kekasih aulia dalam hal ini aku, mungkin beliau mampu berfikir bagaimana bila beliau ada pada posisiku yang kehilangan orang yang amat disayangi alasannya terebut atau terbagi perasaan kekasihnya.

-- TAMAT –-

Profil Penulis:
Dede septiyadi, kuliah di salah satu akademi tinggi swasta dikota Majalengka Provinsi Jawa barat, menempuh konsentrasi Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Facebook : Dede septiyadi
Instagram : dede_septiyadi

Previous
Next Post »