Hujan Karya Faded

HUJAN
Karya Faded

Kamu tahu tidak? Hujan itu selalu membawa sesuatu untuk diceritakan. kadang membawa warna kesedihan dan kadang juga membawa informasi bangga bersamanya. Ya, jikalau kau perhatikan, warna hujan menggambarkan kesedihan. Tapi, seringkali juga dibaliknya ada pelangi, yang memiliki banyak sekali warna yang mampu menggambarkan kehidupan ini. Dan kali ini, akan kuceritakan sebuah kisah. Kisah bersama dengan hujan. 

***

Viola, atau biasa disingkat Vio menengadah ke arah langit yang mendung, sempurna di tengah taman rumah sakit ini. Lelah akan semua beban, penyakit yang menggerogoti tubuhnya, dirawat selama ini di rumah saki dan lelah akan hidup ini. Hujan, dengan serta merta turun dengan derasnya. Seakan ikut mencicipi kesedihannya. Dalam hujan itu, ia menangis. Membiarkan semua beban ini keluar dengan leluasa. 

Tiba tiba saja, seseorang menaruh jaket sempurna di atas kepalanya. Berusaha untuk melindungi dirinya dari hujan itu menggunakan jaket yang sudah cukup basah. “Bodoh...” ucap sosok itu. Sesaat kemudian,  Vio gres menyadari bahwa hujan tak lagi menyembunyikan tangisnya. Segera ia berbalik menatap sosok itu. Seorang lelaki, tersenyum manis kepadanya. Vio tak mengenalnya. Ya, ini yaitu kali pertama ia melihat lelaki itu. Lelaki itu kemudian membawanya ke dalam rumah sakit, tepatnya duduk di ruang tunggu.

“Depresi, ya?” tanyanya sambil memperlihatkan sebotol air mineral. Vio hanya tersenyum sambil mengambil air itu “Terima kasih,”. “Ah, tidak apa-apa. Ohiya, perkenalkan a...”, “Heiii!!” ucapan lelaki itu terpotong ketika seseorang berseragam dokter meneriakinya. Segera saja, lelaki itu bersembunyi di balik  Vio. “Aduh, dokter Narumi. Kenapa harus ketika ini, sih?” ujarnya. Matanya memandang sosok dokter disana yang balas menatapnya tajam. Dengan tatapan dan gerakan tangan dokter itu, lelaki di belakang Vio seakan pasrah dengan keadaan. Dengan segera ia berdiri, “Hahhh, saya tak mampu menolak dokter Narumi. Aku duluan, ya.”. Vio mengangguk. Lelaki itu kemudian berlari menghampiri dokter yang disebutnya dokter Narumi. Saat ia akan berbelok ke koridor lain, ia kembali menatap Vio. Kemudian, tanpa disangka ia berteriak, “Aku tunggu di taman besok sore!!!” sontak saja, semua yang mendengarnya terkejut, terlebih Vio. Tanpa ada peringatan, sebuah jeweran mendarat sempurna di pendengaran lelaki itu. Siapa lagi kalau bukan dokter Narumi yang melakukannya.  Sambil mengguman tak jelas, ia menarik lelaki itu untuk mengikutinya. Samar, Vio melihat sebuah lambaian tangan sebelum lelaki itu menghilang dibalik dinding. Vio tersenyum. “Bodoh...”

***

Vio melihat lelaki itu duduk di dingklik taman. Dengan segera ia menghampirinya. entah mengapa, ia merasa kalau ia harus menepati janjinya pada lelaki itu. Saat Vio telah berada disana, lelaki itu mengajaknya duduk. Mereka kemudian saling berbincang. Dari situ, Vio tahu kalau nama lelaki itu yaitu Alfi. Sama dengannya, ia juga telah dirawat di rumah sakit ini dalam kurun waktu yang cukup lama. Hanya saja untuk ketika ini ia cuma menjalani rawat jalan. Yang membuat Vio terkejut yaitu fakta bahwa Alfi sudah memperhatikannya semenjak dulu. Saat ia menjalani rawat jalan sampai ia harus terus dirawat di rumah sakit setelah mengalami kecelakaan bersama sahabatnya. Namun, gres kali ini ia memberanikan diri untuk menyapa Vio. 

Waktu terus berlalu tanpa mereka sadari. tiba-tiba saja, Raynald, sahabat Vio, yang gres keluar dari rumah sakit seminggu yang lalu tanggapan kecelakaan yang menimpanya bersama Vio, datang dan menyuruh Vio kembali ke kamar. Vio tidak mampu menolak, apalagi yang menjadi dokternya sendiri yaitu kakaknya, Fifian. Dan kali ini, Alfi kembali meminta Vio untuk datang ke daerah itu lagi. Vio hanya mampu menyetujuinya. Ia senang akan adanya sosok gres itu dalam hidupnya. Bahkan, Vio menyadari bahwa setiap ia melihat mata Alfi, hatinya tidak dapat berhenti berkecamuk. Dan itu, sakit.............

***

Hujan Karya Faded

Kali ini, Vio membuka topengnya di depan Alfi. Ia menceritakan wacana penyakitnya yang bahkan tidak pernah ia beritahukan pada Raynald, sahabat satu-satunya. Vio menangis terisak-isak di depan Alfi. Diutarakan semua beban yang ditanggungnya selama ini. Mulai dari ibunya yang meninggal alasannya yaitu kecelakaan, ayahnya yang bermetamorfosis kejam terhadapnya dan sekarang sudah ada dibalik jeruji besi, dan sekarang penyakitnya yang melarangnya untuk mampu melepas emosinya sebebas mungkin. marah berlebih, senang berlebih, menangis sepuas mungkin, berlari secepat mungkin, bebas pergi kemana saja bersama teman, dan bahkan jatuh cinta. Semuanya, yaitu musibah bagi hidupnya. 

“Semuanya, tiada berarti untukku. Hidupku sepertinya memang dikutuk. Bukannya lebih baik saya mati saja?” ujarnya di sela-sela tangisnya. Alfi melongo mendengar perkataan gadis yang tengah memeluk lutut sambil menangis terisak itu. Hatinya terasa perih mendengar kata itu. Matanya bahkan sudah mulai berkaca. Tangannya menggapai badan Vio. Alfi memeluk Vio. 
“Hidup memang tak adil. Tapi, ingatlah, masih ada segelintir orang yang menyayangimu. Dan aku, ada disini bersamamu...” ucap Alfi pelan. Vio sempat tersentak ketika mendengar kata-kata Alfi. Sedih. Tangisnya sekarang tak mampu tertahan lagi. Ia menangis sempurna di dalam dekapan Alfi. Beberapa ketika kemudian, mereka kembali bercanda. Hingga waktunya untuk Alfi menjalani pengobatannya. Ia pergi kemudian dan kembali membuat kesepakatan dengan Vio untuk bertemu.
“Tuhan, sepertinya saya tidak mampu menepati janjiku pada kakak untuk tidak jatuh hati pada siapapun...” ujar Vio dalam hati.

***

Vio berlari menuju ke sebuah ruangan. Tepat setelah ia berada di dalam ruangan itu, ia melihat sosok kakaknya sedang sibuk dengan banyak sekali macam berkas di mejanya, dokter Fifian. Tentunya sang dokter kaget ketika melihat Vio masuk ke ruangan sambil  berlari.

“Vio? Ada apa?” ujar Fifian sambil menghampiri adiknya itu. Vio ikut berjalan menghampiri sang kakak. Sebelum ia sempat menggapai kakaknya, ia sudah lebih dulu jatuh terduduk. Tangisnya mulai pecah. Fifian segera menghampirinya, berusaha menenangkan Vio dengan memeluknya.
“Ada apa Vio? Beritahu kakak, apa penyakitnya kambuh lagi?” tanya Fifian khawatir. 
“Kak, apa saya mampu hidup normal lagi?” fifian tersentak mendengar pertanyaan adiknya. Air matanya mulai membasahi pipinya. “Apa saya mampu berlari sekencang mungkin? Tertawa bersama teman-teman? Menangis sepuas mungkin? Marah? Apa saya mampu menjalani kehidupanku ibarat orang lain?”, “Apa saya mampu jatuh cinta? Apa saya mampu menjadi seseorang yang berharga bagi orang lain? Apa saya mampu membangun keluargaku sendiri? Melanjutkan keturunan?”
“Apa saya masih mampu hidup???” semua pertanyaan itu keluar bersamaan dengan derai air mata Vio. Fifian sudah tidak mampu menahannya lagi, dipeluknya dekat sang adik, “Siapa bilang kau tidak mampu hidup normal? Kakak akan berusaha untuk menyembuhkanmu, Vi. Kamu akan mampu hidup ibarat yang lain, menjalani hidup ibarat biasa.” Ucap Fifian. “Sampai kapan kakak akan berusaha? Kakak sudah berusaha lebih dari 5 tahun ini.” Perkataan Vio sungguh membuat hati Fifian perih. Ia tahu, menyembuhkan adiknya yaitu suatu hal yang hampir mustahil. “Kakak sudah berjanji, kau akan sembuh.” Jawab Fifian.
“Terima kasih, kak. Maaf, saya sudah merepotkan kakak.” Ujar Vio. “Tidak, Vio. Ini yaitu tanggung jawab kakak...” kata Fifian sambil memeluk dekat Vio. Vio balas memeluk kakaknya. Perlahan cengkraman Vio melonggar. Isak tangis Vio juga mereda. Fifian sadar, terjadi sesuatu. Dilihatnya adiknya. Benar saja, Vio sudah tidak sadarkan diri.  

***

Raynald sudah berada di rumah sakit untuk meihat kondisi Vio yang terbaring koma selama tiga hari. Rasa takut telah menghantuinya selama ini. Saat tau bahwa Vio mengidap penyakit yang beertambah parah setelah kecelakaan yang mereka alami bersama. ia cukup merasa bersalah. Tapi yang paling ia khawatirkan yaitu alasan Vio tidak menceritakan apa penyakitnya. Vio tidak ingin membuka topengnya dihadapan Raynald. 

Air matanya balasannya jatuh juga. Saat melihat peralatan bantu medis yang ada pada badan Vio dibuka perlahan. Dan Fifian sudah menangis meraung-raung terlebih dulu. Viola sudah pergi.

***

Alfi berada sempurna di depan kamar Vio. Memperhatikan bagaimana denyut jantungnya yang lemah dari tiga hari terakhir ini. Hingga ketika ini, ketika ia melihat, orang-orang dalam ruangan Vio menangis mengiringi kepergian sang penghuni kamar. Sakit. Semuanya.

Profil Penulis:
Tinggal di asrama SMA NEGERI 5 PAREPARE, SULAWESI SELATAN. fb : Sri Haryati

Previous
Next Post »