BAGAIMANA BISA?
Karya Nida Lina Ningtyas
Akemi kebingungan ketika Kiana?sahabatnya?berkata menyukai seseorang. Mengapa bingung? Karena mereka suka pada orang yang sama. Ia tak menyangka pesona Gavin dapat membuat kawannya itu kalang kabut. Kiana mencurahkan perasaannya pada Akemi dengan menggebu tanpa tahu, bahwa mereka memiliki rasa yang sama. Untuk orang yang sama.
Gavin menatap kearah kursi Akemi. Sudah beberapa ahad ini pria itu rahasia tersenyum kearahnya, tanpa tahu bagaimana perasaan wanita itu. Lalu Fannan?sahabatnya?mengikuti arah matanya tanpa ia sadari. Namun, ia menerka Gavin melihat Kiana, ia berkata demikian alasannya ia ternyata memiliki rasa yang sama dengan Gavin. Gavin Kita lihat saja siapa yang mampu mendapatkannya. Batin Gavin
Dalam beberapa hari ia dan Gavin mampu dekat. Ia merasa senang namun juga duka ketika Kiana yang sedang kasmaran itu berubah, ia menjadi lebih berangasan dan selalu menempel dengan Gavin. Kiana berkata, akan sulit mendapat kesempatan kedua, jadi keadaan ini harus dimanfaatkan. Dan Gavin nampak senang-senang saja dengan sikap bocah satu ini. Kurasa memang tujuannya mendekati kami ialah Kiana. Hanya Kiana.
Kiana. Ternyata itu nama gadis gila ini, entah beliau salah minum obat atau apa. Bisa-bisanya sebagai wanita ia selalu menempel-nempel pada pria. Jujur, ia merasa risih. Tapi bagaimana lagi? Ini satu-satunya cara semoga ia akrab dengan Akemi. Sudah 3 hari semenjak hari dimana Fannan mencoba akrab dengan Akemi, sepertinya sudah ada kemajuan. Akemi tampak menyambutnya dengan baik. Tidak ibarat ia yang selama ini hanya mampu memandangnya dari jauh. Ya, ia merasa sebaiknya menyerah. Fannan sahabatnya, dan Akemi orang yang selalu menarik seulas senyum di bibirnya, sepertinya saling menyukai. Dan ia tidak mau melihat lengkungan murung diwajah mereka jikalau ia tetap memaksa untuk memisah mereka.
Bagaimana Bisa? Karya Nida Lina Ningtyas |
Tak ada tanda-tanda cemburu dan sebagainya. Sepertinya Gavin benar-benar tidak menyukainya. Ia bahwasanya sudah cukup frustasi dengan kegenitan Kiana, kini ditambah ia harus mnghadapi kenyataan bahwa Gavin membalas perasaan Kiana. Walau itu gres dugaannya. Namun, ia yakin pasti. Karena ketika penilaian senam ahad lalu, tepatnya ketika ia maju dan menengok kebelakang, Gavin justru asik bercakap dengan Kiana. Padahal ia sudah terus memandangi pria jangkung itu ketika senam. Walau bahwasanya sesekali, ia menoleh kearah Fannan, alasannya ia harus meladeni pertanyaan Fannan yang ada disampingnya tanpa membuatnya curiga bahwa ia sedang memandangi Gavin.
1…2…3… Tidak menengok, lagi 1…2…3… Iiisss… Gavin frustasi melihat Akemi yang malah asik diajak bercanda oleh Fannan. Berarti ini ialah salah langkah. Dengan bodohnya ia menyerahkan Akemi untuk Fannan dekati tanpa persaingan dengannya sama sekali. Tapi mau bagaimana lagi? Semua sudah terlanjur, dan Akemi juga terlihat bahagia bersama Fannan. Belum lagi ketika Akemi tampil senam tadi, bahkan wanita berambut panjang itu tak menengok untuk sekadar melihat ia sedang melihatnya atau tidak. Menyedihkan memang, walau pria itu memandangnya lekat-lekat sang wanita tidak menoleh, justru Kiana yang disebelahnya terus mengajaknya bicara. Makara ia harus meladeni anak kecil ini semoga ia tidak curiga bahwa bahwasanya Gavin punya rasa yang lebih besar dari Fannan untuk Akemi.
Sabtu lalu ialah hari mendebarkan bagi Akemi dan Gavin, bagaimana tidak? Kisahnya bermula di kantin. Mereka duduk berempat dengan posisi ibarat biasa, Akemi berhadapan dengan Kiana yang bersebelahan dengan Gavin dan Akemi sendiri bersebelahan dengan dengan Fannan. Gavin dan Akemi bahwasanya cukup kesal dengan pengaturan posisi itu. Namun, mereka tak mampu apa-apa. Dan pada ketika yang bersamaan sobat mereka masing-masing membisiki mereka dengan curhatan yang membuat pendengaran mereka panas. Dan entah mengapa merekapun juga selsai bercerita secara bersamaan. Kiana dan Fannan menoleh. Akemi mengikuti arah mata Kiana dan Gavin juga mengikuti arah mata Fannan, dan. Duaaaar… Mata mereka bertabrakan. Sial. Batin Satu sama lain.
Tidak ada hujan memang, tapi mendadak gemuruh dahsyat muncul di hati Gavin dan Akemi. Mereka terkunci di mata satu sama lain. Akhirnya Akemi berpura-pura terbatuk semoga lepas dari cengkraman berpengaruh pesona Gavin. Bukan senang, mereka justru sedih. Karena mungkin ini pertama dan terakhir kalinya mereka mampu beradu mata ibarat tadi. Karena Akemi yakin bahwa Gavin menyukai Kiana. Dan Gavin yakin bahwa Akemi menyukai Fannan. Pupuslah.
Di suatu hari di kantin, dengan posisi duduk yang sama. Akemi mendadak mebuka mulutnya. “Ternyata bibit bunga cinta yang bagus mampu kalah dengan bunga biasa yang setiap harinya disiram oleh kasih sayang” Semua tersentak, tak terkecuali Gavin, apa itu untuknya? Karena perlahan sepasang bolamata itu menatapnya lembut. Akemi… beliau menyatakan perasaannya padaku? Batinnya setengah berharap.
Akemi merasa ndeso mengucapkan kata-kata itu untunglah belum ada yang paham, sehingga ia mampu mengelak. “Baguskan quotes buat radio sekolahnya?” Semua menghela napas, seolah selama keheningan itu mereka semua menahan napasnya. Niat untuk memberi aba-aba pertama dan terakhir untuk Gavin gagal. Ia tampak tidak paham. Makara sekaranglah saatnya ia benar-benar mundur dan akan berusaha bahagia bersama Fannan. Karena cinta tak harus memiliki.
Gavin murung, kata-kata itu bukan untuknya. Dia terlalu berharap. Baiklah, ini saatnya benar-benar mundur dan akan berusaha bahagia bersama Kiana. Karena cinta tak harus memiliki.
Hey, asal kau tahu, saya sungguh mencintaimu. ?Gavin dan Akemi?
Profil Penulis:
Nama : Nida Lina NIngtyas
E-mail : nidataurus45@gmail.com
Facebook : Nida Lina Ningtyas