Tak Terbalas Karya Riani Rizkika

TAK TERBALAS
Karya Riani Rizkika

Vino-nama seorang pria yang kini melekat dalam ingatanku. Seolah-olah nama itu telah di berikan perekat sehingga sulit untuk menghilang. Vino-teman sebangkuku sekaligus sahabatku. Kami telah menjalin persahabatan selama 6 tahun. Dari sekolah menengah pertama sampai kini-sekolah menengah atas. Kami mengambil jurusan yang sama, karena kami telah berjanji untuk selalu bersama. Tak ada yang memulainya, berjalan begitu saja kolam air mengalir. Akhir-akhir ini ibarat ada yang berbeda, tak ibarat biasanya. Ada yang salah dengan perasaanku, tak biasanya ketika melihat Vino tersenyum padaku jantungku berdetak tak normal. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, “Tidak mungkin! Ini tidak mungkin! Dia itu sahabatmu Sel! Ingat itu!” Gumamku dalam hati. Vino menghampiriku, mungkin ia berfikir ada yang salah denganku. Karena tingkah lakuku yang memang aneh.

“Sela, apa yang sedang kau lakukan?” Tanya Vino sempurna di depanku. Sontak saya terkejut dan saya tak dapat berkata apa-apa. Lidahku tiba-tiba saja menjadi keluh. Ada yang salah dengan perasaanku. 
“Kamu baik-baik ajahkan?” Tanyanya kembali. Aku hanya menganggukan kepalaku sebagai tanda balasan atas pertanyaannya. Vino kembali tersenyum, dan itu membuat perasaanku tak menentu. 
“Kenapa masih disini? Gak bakalan duduk nih?” Tanya Vino untuk kesekian kalinya. Aku tersenyum masam, lalu buru-buru duduk di kursi tempatku ibarat biasanya. Vino mengikutiku dari belakang.

“Sel, ada dongeng nih. Mau denger gak?” Tawarnya setelah Vino duduk di sampingku. 
Aku berfikir sejenak, “Pasti wacana cewek!” Tebakku asal-asalan. 
“Tahu ajah hehehe" Ujar Vino, jawabannya seolah menghantam jantungku. 
Aku tersenyum paksa “Tuhkan bener! Emangnya ada apa?” Tanyaku sedikit bergetar. Rasanya sesak sekali, saya ingin menangis namun saya tak ingin Vino melihatnya. 

Vino memerhatikanku sejenak, tatapannya tak biasa. Aku berusaha memalingkan wajahku. Aku tak ingin ia melihat mataku yang muali memerah. 

“Sela, kau baik-baik ajahkan?” Tanya Vino, bukannya memulai dongeng ia malah bertanya padaku. 
Aku mengangguk tanpa melihat ke arah raut wajahnya. “Katanya mau cerita, tapi kok gak dimulai-mulai" Ujarku, sialan! Suaraku terlihat seolah menahan tangis. Aku berharap Vino tidak menyadarinya. Untungnya, hari ini sekolah di bebaskan karena semua guru sedang melakukan seminar. 
“Dulu saya pernah ceritakan wacana cewek yang saya suka?” Tanya Vino, 
“Ya" Ujarku datar. 
“Semalam saya nembak dia, dan kau tahu gak Sel? Dia nerima cinta aku" Ujar Vino bahagia. 

Aku tersenyun ketika melihat Vino bahagia. Tapi tidak dengan hatiku. Hatiku seolah tergores oleh pisau yang sudah diasah sehingga tajam. Seharusnya, hatiku ikut bahagia ketika melihat sahabatku-Vino bahagia, mengapa sakit? Mengapa hatiku terluka? Dan saya gres menyadari, bahwa Vino telah membuatku menyayanginya lebih dari seorang sahabat. Ia berhasil membuatku mencicipi pahitnya mencintai seseorang yang terperinci tak mencintaiku. 

“Selamat!” Ku beranikan menatap matanya. Dan ketika itu juga saya tak sanggup, tak sanggup menahan rasa sakitku yang amat dalam.
“Sela, kau kenapa?” Tanya Vino dengan nada khawatir. 

Tak Terbalas  Karya Riani Rizkika

Aku tak tahu apa itu ikhlas atau hanya sandiwara semata. Yang jelas, hari ini saya tahu bahwa Vino hanya menganggapku sebagai sahabatnya saja. Sekali sahabat tetap sahabat. Aku tak pernah menyesali jikalau alhasil akan ibarat ini. 

“Sorry, saya lagi banyak masalah" Dustaku ketika saya sudah berhenti menangis. Vino menatapku bingung, buru-buru saya berdiri “Aku pergi ke toilet dulu ya? Nanti deh lanjut lagi ceritanya" Pamitku namun Vino tak merespon apapun. 

Aku berlari, terus berlari dan entah kemana tujuanku kali ini. Untuk pergi ke kamar mandi rasanya tidak mungkin, karena jalan yang ku ambil mengarah ke perpustakaan dan taman sekolah. Untuk pergi ke taman, itu amat mustahil. Pasti banyak siswa yang nongkrong di sana, apalagi di hati bebas ibarat ini. Satu-satunya jalan, saya harus pergi ke perpustakaan. Tempat yang sepi pengunjung dan nyaman untuk menenangkan diri.

“Kak Sela" Panggil seseorang. Aku melihat ke arah sumber suara. Seorang perempuan menghanpiriku. Ia tidak asing bagiku. Rasanya saya pernah mengenalnya. Tetapi saya tidak tahu dimana. 
“Maaf, siapa ya?” Tanyaku sambil mengingat-ngingat. 
“Namaku Dila kak. Kakak temennya Kak Vinokan? Aku mau nitip ini buat Kak Vino. Maaf ngerepotin Kakak, makasih kak" Ujar perempuan yang ternyata berjulukan Dila. 
“Dila?” Tanyaku dalam hati. 

Nama perempuan itu Dila. Perempuan yang sangat disukai oleh Vino. Kenapa saya gres menyadarinya? Ku tatap barang milik Vino yang diberikan oleh Dila. Sakit itu kembali menghantui. Dan dengan terpaksa, saya harus menemui Vino untuk menyerahkan barang perlindungan dari Dila. Malas sekali! Aku urungkan niatku untuk ke perpustakaan dan kembali ke kelas.

Di depan kelasVino tengah berdiri, ia melirik jam yang melingkar di tangannya. Aku menghampirinya lalu menyodorkan barang perlindungan dari Dila. 

“Dari Dila" Ujarku agak ketus. Lalu saya masuk ke dalam tanpa menunggu Vino mrnjawab apa. Vino malah mengikutiku dari belakang. Dan itu membuatku sebal. 
“Jangan jadi penguntit deh!” Ucapku sedikit kasar. Dan itu pertama kalinya, saya marah pada Vino. Aku tidak berani melihat raut wajah Vino ibarat apa sekarang ini. Aku sungguh tidak ingin melihatnya. 
“Kamu ini kenapa sih Sela?” Tanya Vino yang kini berada di depanku. Aku memalingkan wajahku ke sudut yang lain. Vino mengarahkan wajahku untuk menatap dirinya. 
“Kamu kenapa? Kalau ada problem dongeng dong sama aku" Ujar Vino, saya menundukkan kepalaku. Vino mendongakkan kepalaku, dan itu membuatku benar-benar kesal. 
“Kamu apa-apaan sih Vino. Risih tau!” Ujarku dengan penuh kekesalan. 
“Kamu yang apa-apaan. Ada masalah, kenapa saya yang jadi pelampiasannya" Ujar Vino dengan nada agak tinggi. Semua teman-teman sekelasku pribadi mengalihkan pandangan mereka untuk menatap kami. Aku menundukkan kepalaku. Lalu bangkit, namun Vino menarik tanganku dan menyuruhku untuk tetap duduk. Aku menggelengkan kepalaku lalu pergi begitu saja tanpa memerdulikannya.

“Sela" Panggil Vino, saya tak memerdulikannya. Aku tidak peduli jikalau ia mengikutiku. Aku terus saja berjalan tanpa arah. Vino masih ada di belakangku, saya masih dapat menangkap langkah kakinya yang semakin cepat. Akupun mempercepat langkah kakiku. 
“Selaa! Tungguin aku" Ujar Vino kembali. Ia berhasil meraih tanganku, lalu membawaku pergi ke suatu tempat.

“Cerita sama aku, kau lagi ada problem apa? Aku gak mau gara-gara kau lagi kesel. Kamu ngejutekin sama nyuekin aku” Ujar Vino. Aku tidak merespon pertanyaan atau bahkan perintahnya. Vino menatapku dengan tatapan dinginnya. Ini hal yang paling saya benci darinya. Tatapan dinginnya itu yaitu hal yang saya sukai. 
“Kamu masih gak mau dongeng sama aku?” Tanya Vino. Aku masih termangu tak merespon apapun. 
“Aku pergi" Ujarnya lalu melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.
“Jika disuruh memilih, lebih baik saya membalikan badanku dan perlahan melangkahkan kakiku mundur. Karena pahit rasanya jikalau hal yang kita harapkan tak mengharapkan kita" Teriakku dan itu sukses membuat Vino menghentikan langkah kakinya. 
Ia berbalik ke belakang “Apa maksud kau Sela?” Tanya Vino, nampaknya ia tidak mengerti dengan apa yang saya bicarakan. 
“Cukup gunain hati kau untuk mencerna ucapanku. Jangan gunakan nalar kamu, karena kau tidak akan pernah mengerti" Ucapku lalu menghampiri Vino yang kelihatan masih bingung. 
“Serius banget sih pak, bercanda kali hahahah" Sambungku diselingi dengan tawa. Tetapi tawa ini rasanya hambar, Vino semakin terlihat bingung. 
“Udah gak usah difikirin nanti kau cape sendiri lagi. Tadi saya hanya akting, baguskan akting aku? Kamu tahu sendirikan cita-citaku pengen jadi pemain theater? Nah tadi tuh saya lagi berguru akting hehehe. Oh iya tadi tuh Dila bilang katanya ia mau pulang bareng sama kamu. Pergi ke sana gih. Nanti ia nungguin kau lagi. Udah sana Vino, i'm fine!” Ujarku tersenyum. 
“Sure?” Tanya Vino meyakinkan. 

Aku mengangguk mantap sembari tersenyum. Vino pergi meninggalkanku dan disaat itu juga saya menangis dengan kencang. Sahabat tetap akan menjadi sahabat tidak akan lebih dan tidak akan kurang. Rasa sayangku memang tak terbalas, tetapi persahabatku dengannya akan selalu saya jaga. Because he is my best of the best friend. Thanks Vino

Profil Penulis:
nama : Riani Rizkika
TTL:  Cianjur, 02 Juni 1999
Alamat:  perum panorama mengagumkan blok s2 no 11 purwakarta jawa barat
hobby:  menulis dan membaca
kelas : XI IPA
Sekolah:  MAN Purwakarta

Previous
Next Post »