PERASAAN YANG TERPENDAM
Karya Lutfiyana
Kabut tebal menyelimuti pagi, awan hitam seolah ikut berduka bersama ku, embun pagi begitu enggan menetes. Mata yang bengakak seolah terlihat buram, apa yang ku lakukan memang sangat memalukan. Bagaimana tidak, saya menangis semalaman hanya karna satu alasan yang bernama, cinta.
"Ya allah, maafkanlah hati ini karna lebih mencintai makhluk ciptaan mu, hapuskanlah rasa ini, saya tahu ini hanya nafsu".
Doa itu ku panjatkan ketika pagi menyambut ku dengan penuh keikhlasan. Tubuh melongo terpaku, hujan deras mengguyur ibu kota dengan kilat yang menyambar di atas kepala. Hembusan angin meniup helai demi helai rambut hitam yang melindungi kepala.
Begitu jauh saya terbang dengan angan-angan ku, bagai hujan ketika itu, air mata ini mulai turun bercucuran tak terkendali.
"Kakak, mamah meminta mu turun, kita sarapan sama-sama". Sajaak adikku menarik pergelangan tangan, membawa badan yang masih terpaku ini kelantai bawah.
Selembar roti dengan selai kacang diatas piring ku, saya masih melongo walau ayah, mamah, dan adikku terus menegur ku sedari tadi.
Hari semakin siang, matahari mulai naik, tapi saya masih belum beranjak dari daerah ku terdiam, walau pegal kesemutan, semuanya dapat tertangakis oleh sakitnya hati dan membaranya api cemburu.
Perasaan yang Terpendam Karya Lutfiyana |
--flashback--
3 ahad yang lalu: 22 januari 2015
Suasana penuh kebahagiaan menghiasi salah satu gedung fakultas sastra indonesia, universitas indonesia. Hari itu, dua insan insan menyatu dalam lingakup percintaan, gemuruh tepuk tangan dan gelak tawa terdengar begitu lantangnya.
"Lif, ada apa?". Tanya sahabat ku, reta. Taman kampus kini menjadi pilihan ku keramaian didalam kelas. Aku menggeleng dengan tersenyum pada reta.
"Sungguh, kau tidak pusing?. Aku khawatir karna wsajaah mu terlihat pucat". Tanya-nya lagi meyakinkan.
"Re, apa kalau kita menyukai seseorang, apa kita harus memilikinya?, atau apa?". Jawab ku menanya balik dengan nada lemas lesu.
"Alif, ketika rasa itu datang menghampiri kita, ada dua pilihan, kita dapat menumbuhkannya atau menepisnya. memiliki atau tidak itu yaitu perjuangan dan takdir, allah ssudahah mengatur segalanya". Jawabnya memegang dekat tangan mungil yang begitu hirau taacuh ini.
"Ngomong-ngomong, kau. . ". Belum sempat reta melanjutkan kalimat yang ingin ia ucapkan, saya ssudahah nyerocos duluan.
"Kau tahu keadaan ku sekarang-kan?, saya tidak ingin bermimpi yang membuat ku semakin rapuh". Ucap ku, mencoba tersenyum dengan segala rasa pedih di dada.
"Ini". kata reta menyodorkan ku kertas tebal dengan sampul yang sangat indah. Tangan ku serasa gemetar, keringat hirau taacuh bercucuram, permintaan itu membuat mata ku berkaca-kaca menatap 2 nama yang terukir dilembarannya.
"Dimas?". lirih ku menoleh reta.
"Iya, saya tahu ini memang terlalu cepat, tapi saya tak mampu menolakanya. kau tahu papa-ku?, sekali iya tetap iya". Jelasnya.
"Tapi, saya bahagialmungakin dengan jalan ini, saya dan dimas takkan pisah, saya sangat mencintainya". sambungnya dengan rona pipi merah dan senyum mengembang.
Aku tertunduk dengan segala kegelisahan dalam hati. ingin rasa saya berteriak dan mengatakan pada reta kalau saya juga menyayanginya sangat menyayanginya.
Tit, , , tit, , tit, ,
"Alif, nggak kuat, mah. Alif, nggak sanggup". lirih ku, memegang dekat tangan yang ssudahah mulai keriput, perempuan paruh baya disamping ku yang terus mengusap air matanya yang terus tumpah.
"Alif, kuat, alif pasti kuat". Ucapnya dengan terisak sambil mencium tangan ku.
Penyakit kanker ini telah menggerogoti badan ku semenjak lama, memutuskan harapan dan harapan ku semenjak kecil. kini saya ssudahah pasrah terhadap takdir allah, kalau memang cinta yang ku miliki takkan tersampaikan, saya tulus dirinya bersama reta.
Mata ini terasa berat untuk terbuka, semua orang mengelilingi ku yang tengah terbaring. ku lihat disamping ku, mamah memegang dekat tangan ku, sama menyerupai tadi sebelum saya terlelap dalam tidur panjang.
"Mamah". panggil ku dengan lemas.
"Sayang"Jawab mamah memeluk ku erat. ku lihat disana papah dan adik ku mengangakat kedua tangannya dan bersyukur.
Suasana diruangan itu penuh haru, di tengah keluarga besar ku, terlihat seseorang yang menatap ku dengan tersenyum, membuat ku memalingakan wsajaah. ya, dia, dimas. perlahan semuanya keluar hingga menyisakan saya dan dirinya, ia tak beranjak dari tempatnya bangun mengalihkan pandangannya pada ssudahut ruangan.
"Aku sadar, rasa ini begitu kuat, hingga saya tak sanggup lagi memendamnya". Aku terbungakam seribu bahasa mendengar perkataannya yang tak begitu jelas.
"Aku mencintai mu". spontan ucapannya membuat denyut jantung ku serasa berdetak dua kali lebih cepat.
"A, , saya tidak mengerti. kau dan reta". ucap ku terbata bata.
"Tak ada korelasi apapun, reta ssudahah menikah dengan sahabatnya yang berjulukan dimas. kau mau menjadi istri ku?". jawabnya menanya balik.
Aku benar benar tak kuasa untuk mengatakan iya, saya ingin dunia berhenti ketika itu juga tapi tidak saya ingin melanjutkan kehidupan ku menjalin cinta dengannya sang pujaan hati.
"Iya".
Profil Penulis:
Nama:lutfiyana
umur:16
seorang siswi dari sekolah swasta yang menghadapi ujian nasional, supaya berhasil. Amin. .
Tak memiliki akun