ONDEL ONDEL
Karya Em Fatoni
Ketika di malam hari, entah bagaimana kalian tiba-tiba bertemu dengan sebuah ondel-ondel tanpa pengiring, saranku kalian eksklusif kabur dari situ. Lari sekencang-kencangnya. Jangan pernah menoleh ke belakang.
Saat itu Rabu malam, saya gres keluar dari kantor pukul sembilan malam. Sampai di tempat tempat kosku sekitar jam sebelas malam, mengingat lokasi kantor dan kosanku saling berlawanan, antara Jakarta Barat dan Jakarta Timur. Tempat kosku berada di belakang sebuah pabrik farmasi, di samping pabrik ada sebuah gang kecil yang hanya muat untuk satu mobil. Gang inilah yang menjadi jalan pintas menuju tempat kosku.
Setelah turun dari bus saya eksklusif berjalan masuk ke dalam gang. Hanya ada satu lampu jalan alasannya ialah panjang gang hanya sekitar 120 meter, lampu ini terletak di tengah-tengah gang. Ketika gres berjalan sekitar 30 meter, saya mengehentikan langkah. Sedari tadi saya berjalan menunduk dan gres sadar ketika kualihkan pandangan ke depan. Ujung gang berupa pertigaan dan kalau belok kiri maka saya akan hingga di tempat kosku. Hanya saja ketika itu di ujung gang terdapat sebuah ondel-ondel sendirian, menari.
Ondel-ondel yang menari di sana ialah yang laki-laki, yang berbaju hitam, berwajah merah, dan berselandangkan sarung. Ondel-ondel itu menari meliuk-liuk ke kanan dan ke kiri. Matanya yang berupa cat itu tertuju ke arahku. Tangannya yang hanya berupa kain melambai liar ke kanan dan ke kiri. Ondel-ondel itu terus menari seakan seirama dengan musik tanjidor walaupun jelas-jelas tidak pengiring sama sekali. Hanyal ondel-ondel itu sendirian, di ujung gang, menari. Seakan-akan saya sedang menonton film bisu perihal ondel-ondel.
Aku mengumpat dalam hati. Apa-apaan ini? Siapa ondel-ondel itu? Pada dasarnya tiap malam memang ada yang ngamen menggunakan ondel-ondel. Mungkinkah beliau salah satu dari mereka? Tapi kalaupun iya, kenapa beliau menari sendirian di tengah jalan menjelang tengah malam begini?
Hawa hambar mulai merambati punggungku, entah kenapa saya merasa ondel-ondel itu berbahaya. Bisa jadi saya bakal dibegal atau apa pun. Aku mampu saja memutar balik, tapi sangat melelahkan alasannya ialah harus mengitari area pabrik yang luas sekali. Karena sibuk berpikir saya tak menyadari bahwa ondel-ondel itu sudah berhenti menari. Saat ini beliau hanya bangun diam. Kedua mata putih besar dengan titik hitam itu menatap lurus ke arahku. Kami saling menatap selama beberapa detik yang bagiku seakan berjam-jam.
Ondel Ondel Karya Em Fatoni |
Tiba-tiba saja ondel-ondel itu bergerak naik turun, seperti orang di dalamnya mengguncangnya ke atas dan ke bawah dengan cepat. Guncangannya semakin lama semakin cepat, bayangan ondel-ondel itu pun kabur alasannya ialah geraknnya cepat sekali. Aku tak yakin seorang insan mampu mengguncang ondel-ondel secepat itu. Tapi walaupun guncangannya sekencang itu, tidak bunyi yang ditimbulkan. Aku tetap hanya mendengar kesunyian.
Kalian pernah menonton sebuah video teleportasi yang editingnya abal-abal? Video yang menampilkan seseorang ada sebuah titik lalu tiba-tiba saja beliau berada di titik lain, tapi alasannya ialah editannya abal kau mampu melihat bahwa videonya dipotong dan disambung kembali tapi tidak mulus. Begitulah yang kusaksikan, ondel-ondel yang berguncang itu ada di ujung gang tapi detik berikutnya beliau sudah ada di bawah lampu jalan. Tapi kejadiannya ibarat sekali video editan yang abal itu.
Aku terlonjak ke belakang. Rasanya harusnya saya berteriak tapi tak ada bunyi yang keluar. Bahakan untuk menarik napas pun sulit. Badanku kaku, rasanya ibarat yang kalian alami ketika sleep paralysis. Tubuhku beku dan saya dipaksa untuk menatap eksklusif ondel-ondel yang ketika ini telah mendekatiku.
Seperti sebelumnya, dengan tiba-tiba ondel-ondel itu berhenti berguncang dan diam. Aku dan beliau saling tatap kembali. Tubuhku masih tetap tak mampu digerakkan. Lalu pelan-pelan kepala ondel-ondel itu bergerak dan... pluk... jatuh ke tanah. Suara jatuhnya pun tak menjadikan bunyi sama sepeti ketika beliau berguncang. Saat ini ondel-ondel itu bangun tinggi tanpa kepala. Lubang kepalanya hanya berupa kegelapan walaupun lampu jalan menyinarinya.
Selanjutnya, kepala yang ketika ini berada di atas tanah mulai menggelinding. Setiap kali menggelinding satu putaran, kepala itu berhenti sejenak lalu kemudian menggelinding lagi satu putaran. Terus seprti itu, pelan-pelan kepala itu mendekat ke arah tempatku bangun membeku. Menggelinding... berhenti... menggelinding... berhenti... menggelinding... berhenti.
Aku mengumpat dalam hati. Sial. Pikiranku terus mencoba untuk menggerakkan kaki dan tanganku. Sekuat tenaga. Terus kuperintahkan untuk bergerak. Gerak! Ayo gerak! Aku ingin kabur. Lalu ibarat sebuah keajaiban, tiba-tiba saja ujung kakiku bergerak dan dibarengi dengan anggota badan yang lain. Detik itu pula saya berbalik dan berlari serta berteriak sekncang-kencangnya. Aku terus berlari memutari area pabrik hingga ke tempat kos dan masuk kamar.
Semenjak itu, saya dihantui ondel-ondel itu. Aku hampir melihatnya di mana-mana. Ketika sedang di dalam Transjakarta, kulihat ondel-ondel itu mematung di pinggir sebuah jalan atau tergeletak di tengah jalan. Ketika melewati sebuah jembat, ondel-ondel itu melayang di atas sungai. Ketika sedang di dalam bilik toilet, saya mampu melihat puncak kepalanya dari bilik di sebelahku. Dan ketika saya tidur, beliau sempurna di sebelahku, dan terdengar samar napasnya, seperti ada insan di dalamnya.
Profil Penulis:
Cowok yang suka horor