Count On Me Karya Indaah ns

COUNT ON ME
Karya Indaah ns

Saat kau pergi, saya gres tahu betapa berartinya dirimu, menyadari betapa saya sangat membutuhkanmu lebih dari apapun, setiap hari yang kujalani hanya sebuah kekosongan yang tak berujung, menghabiskan setiap waktu yang kumiliki hanya untuk berharap kehadiranmu.

Tak terasa sudah 5 tahun kau menghilang tanpa sebab, membuatku hanya bisa membisikkan namamu setiap saat, menunggu sebuah keajaiban dimana kau akan hadir lagi dan mengejutkanku, kemudian mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja dan kau akan selalu berada disisiku. Kehadiranmu sudah menjadikan candu untukku, ketergantungan ketika kau selalu ada dimanapun saya berada, membuatku terus berharap jikalau sekarang kau masih berada disini, sedang bersembunyi disekitarku, dan akan muncul dengan tiba-tiba menyerupai biasanya,

Tapi ternyata saya salah,sekarang kau tidak berada dimanapun, walaupun saya sudah mencarimu keseluruh penjuru arah ditempat biasa kau hadir untukku, saya tetap tak bisa menemukanmu. Ketika saya menghitung dan membisikkan namamu berkali-kali dalam keheningan, yang ada hanya sepi mencekam yang kurasakan, membuatku benar-benar terpukul akan kenyaataan bahwa kau tak berada disisiku lagi dan tersadar bahwa separuh jiwaku telah kau bawa pergi bersamamu,

Sekuat apapun saya berteriak dan memanggil namamu, kau tak pernah hadir, biasanya kau selalu ada bahkan sebelum saya menyadari keberadaanmu. Dulu kau selalu ada, dulu kau selalu meminjamkan bahumu untukku bersandar ketika lelah menghampiri, mengusap air mataku dengan jarimu yang kokoh, dan berbisik padaku bahwa semua akan baik-baik saja.

Disaat saya tengah berhitung ditengah keheningan, pada hitungan ketiga kau selalu mencul, entah dari manapun dan seberapa jauh kau berada, kau selalu tahu kapanpun saya membutuhkanmu. Tapi kenapa sekarang berubah? Kenapa kau pergi tanpa menucapkan selamat tinggal? Tak pantaskah saya mendapat kesempatan kedua?

Terlalu kejamkah saya selama ini karena tak menghiraukan keberadaanmu? Sungguh, saya sangat menyesal sekarang, betapa sekarang takdir tengah mempermainkanku, membuat semua seolah telah berbalik kearahku. Izinkan saya menjadi episode darimu lagi, saya bersumpah tak akan pernah melepasmu lagi ketika kau kembali, takkan kubiarkan sedetikpun kau merasa terhiraukan, yang ada hanya saya yang selalu berada disisimu, dimanapun kau berada.

Aku tidak akan pernah pergi meninggalkanmu walaupun kau berteriak menyuruhku menjauh, saya berjanji akan tetap bertahan sekeras apapun kau menolak kehadiranku. Karna saya benar-benar tersadar sekarang, bahwa saya mencintaimu melebihi apapun. Sekarang, bisakah kau kembali ketika saya mulai berhitung dan memanggil namamu?

***

If you ever find yourself stuck in the middle of the sea,
I'll sail the world to find you
If you ever find yourself lost in the dark and you can't see,
I'll be the light to guide you

***

Semilir angin menerbangkan helaian daun yang telah layu dan sedikit lembap itu, beberapa pohon bergerak dan menghasilkan sedikit buliran air jernih yang menetes tak tentu arah. Sore yang sangat dingin, karna hujan gres saja mengguyur bumi ini, mengirimkan kesegaran dan memberi aroma khas hujan yang menusuk hidung,

Terlihat seorang gadis bermata coklat yang sedang duduk termenung, menyandarkan punggungnya pada sadaran kursi yang berada sempurna dibelakangnya. Hidungnya menghirup udara pelan dan teratur, Seolah-olah aroma kesegaran itu dapat menghantarkan ketenangan untuknya. Sendirian, hanya semilir angin dan sebuah novel digenggamannya, kepalanya mengadah, menatap langit yang berwarna keabuan, menunjukan hujan akan segera turun lagi,

Kemudian mata keemasan itu terpejam, seolah sedang menikmati semilir angin kehidupan yang berhembus kearahnya, menerbangkan beberapa helai rambut emasnya. Dan dengan tanpa disadarinya ada seseorang yang melihatnya dari balik pohon, wajahnya menunjukkan seulas senyum samar. Kemudian seseorang itu keluar dari persembunyiannya, melangkah dengan langkah pelan menuju seorang gadis yang sedari tadi dilihatnya sedang menikmati angin sore yang begitu dingin. Tak memperdulikan pakaian tipis yang dikenakannya, hanya sebuah kaos putih tanpa lengan dan rok berwarna coklat tua.

Setelah berada dibelakang gadis itu, sebelah tangannya terangkat, mencoba mengagetkan gadis berambut coklat emas itu. Tapi sebelum itu sempat terjadi, mata gadis itu tiba-tiba terbuka, kemudian kepalanya menoleh dan mendapati sang teman sedang berada dibelakangnya dengan sebelah tangan terangkat, siap untuk memberi tepukan untuk mengagetkan sang gadis. Seketika tawa gadis itu pecah melihat sahabatnya sedang mencebikkan bibirnya dan mendengus, usahanya gagal lagi kali ini.

"Seharusnya kau jangan membuka matamu dulu sebelum saya berhasil mengagetkanmu" sembur seseorang yang akan mengagetkan sang gadis tadi, kemudian tanpa isyarat ia duduk disebelah sang gadis.
"Aku bahkan sudah menyadari kehadiramnu ketika masih bersembunyi dibalik pohon tadi Nathan!" mata gadis itu melihat kearah Nathan dengan pandangan geli, bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman.
"Kenapa kau bisa tahu? Padahal tadi saya yakin sekali jikalau kau tidak akan tahu! Sudah berapa kali kau menebak keberadaanku dengan mudah" Nathan berkata sedikit jengkel, karena ini sudah kesekian kalinya ia tertangkap tangan ketika akan menjahili gadis disebelahnya ini.
"Mungkin karna kau sahabatku yang paling jelek, jadi saya bisa menghirup aromamu dari jarak satu kilometer" sang gadis tertawa sambil menggosokkan kedua tanganya ketika angin semakin kencang berhembus, 

Kemudian ia mencicipi sebuah jaket mendarat dibahunya, lalu degan cepat ia menoleh dan mendapati Nathan yang sedang tersenyum nrimo kearahnya.

"Aku tahu kau sedang kedinginan, jadi jangan menolak" kata Nathan tegas ketika melihat Kenya akan melepaskan jaket itu dari bahunya.

Kenya menyerah, membiarkan jaket itu tetap berada dibahunya, karna memang ia sangat membutuhkannya. Pasalnya ia sudah sejam yang lalu duduk dibangku taman ini dengan pakaian tipis yang tengah dipakainya. Sambil mengeratkan jaket itu ketubuhya, Kenya menatap lurus kedepan, melihat beberapa daun yang gugur dengan tetesan air diatasnya.

"Ada masalah?" ucap Nathan ketika melihat Kenya hanya melongo sedari tadi. Kenya menegakkan badannya sambil tersenyum.
"Aku gres saja putus dengan Aldi" suaranya sedikit bergetar,Air mata itu mengalir tanpa bisa dicegah, 

Dirasakannya sebuah tangan kokoh hinggap dipipinya, menghapus air mata yang kian deras mengucur.

"Sssh, tak apa, ada saya disini, nanti biar kuberi pelajaran pada si ban*sat Aldi" disandarkanya kepala Kenya dibahunya, mengusap-usap pelan menenangkan.

Mata Nathan menerawang, satu tangannya mengepal, menyerupai ingin meluapkan sesuatu, tapi ia tahan demi gadis dispingnya. Gadis yang selama ini selalu berada didekatnya, saling menguatkan satu sama lain, baginya, Kenya yaitu wanita kedua setelah ibunya yang harus ia jaga sepenuh hati.

***

Find out what we're made of
When we are called to help our friends in need
You can count on me like one two three
I'll be there
And I know when I need it I can count on you like four three two.
You'll be there
'Cause that's what friends are supposed to do, oh yeah

***

Count On Me  Karya Indaah ns

"Nathan, saya butuh bantuanmu, kau bisa datang sekarang?" bunyi cemas bercampur ketakutan itu terdengar jelas, membuat Nathan panik. Apa yang sedang terjadi dengan gadis kecilku? Segera diambilnya kunci motor diatas nakas tanpa memutuskan sambungan telepon mereka.
"Kamu dimana? Tenang oke, saya akan segera datang, jangan takut." dengan tergesa-gesa Nathan berlari menuruni 2 anak tangga sekaligus, jantungnya berpacu cepat, menghawatirkan seorang gadis disebrang sana.
"Aku ada dirumah Aldi, kumohon cepatlah" sedikit nada isakan terdengar, membuat Nathan semakin mempercepat langkahnya.
"Tunggu saya oke? Aku akan segera datang" dimatikannya ponsel lalu bergegas menaiki motor, digasnya motor itu cepat, tak memperdulikan keselamatan dirinya sendiri.

Yang terpenting ketika ini hanya keselamatan Kenya,

"Ku mohon, lepaskan aku" Kenya berontak dari cekalan tangan Aldi, tubuhnya terhimpit oleh tubuh Aldi yang besar, rambutnya dicengkram Aldi kuat-kuat, membuat sang empu meringis kesakitan.
"Kenapa kau tidak mau mendengar penjelasanku Kenya?" nada suaranya sangat menyedihkan, mata almond itu menatap Kenya tajam, tangannya semakin kuat menjambak rambut Kenya.
"Dasar psikopat! Lepaskan saya sekarang! Sakit Aldi, kumohon..." Kenya memejamkan matanya menahan sakit, air matanya tak berhenti mengalir, dalam hati ia berdo'a biar Nathan segera datang.
"Tidak semudah itu Kenya, kau harus menanggung tanggapan karena dengan seenaknya kau memutuskan kekerabatan kita" tawa Aldi menggema dirumah seluas ini, dilepaskannya jambakan rambut Kenya, lalu tanganya berpindah untuk menghapus sisa air mata kenya, lalu turun perlahan menuju bibir, mengusapnya perlahan.
"Kenapa kau selalu menolak ketika saya ingin menciummu?" suaranya terdengar serak, hembusan nafas itu sangat terasa di sekitar wajah Kenya, membuatnya merinding.
"Aku hanya ingin mempersembahkan ciuman pertamaku untuk suamiku kelak, mengertilah saya Aldi, kumohon lepaskan" Kenya berkata dengan pelan, nyaris berbisik, tenaganya terkuras habis karna berlari dari kejaran Aldi tadi, kakinya hampir tak kuat menopang berat badannya.
"Kalau begitu besok kita menikah saja" ada senyum mengerikan diwajah Aldi, tanganya terangkat untuk membersihkan peluh yang menetes disekitar pelipis Kenya.
"Tidak semudah itu Aldi" nada bicaranya melembut, sepertinya mengalah yaitu hal yang sempurna untuk ketika ini, sebelum Aldi berkembang menjadi monster kembali. Mengulur waktu hingga kedatangan Nathan.

Tak dapat dipungkiri bahwa Kenya masih sangat mencintai Aldi, tak peduli bagaimanapun kelakuan Aldi, Kenya masih tetap mencintainya. Anggap saja Kenya bodoh, tapi itu memang benar kenyataannya.

"Aku bisa mempersiapkan segalanya dengan cepat Kenya" Aldi berbisik sempurna ditelinga Kenya, membuat bulu kuduk Kenya merinding, ingin segera pergi dari sini.
"Maaf, tapi ini tidak mudah bagiku" Kenya berujar lirih, mengalihkan tatapannya dari Aldi.

BRAK!! Terdengar gedebuk nyaring dari arah belakang, membuat Aldi dan Kenya menoleh, mendapati Nathan dengan mata memerah dan tangan mengepal menghampiri mereka dengan gusar, sebuah tinjuan lolos mengenai rahang Aldi tanpa sempat ia sadari. Cekalan tangannya pada Kenya terlepas hingga membuat Kenya tertunduk lemas dilantai, tak kuat menahan berat badannya. Sementara itu, Aldi terpelanting kesamping, hampir mengenai meja dibelakangnya, sudut bibirnya mengeluarkan sebulir darah.

"Apa yang kau lakukan pada kenya?" Nathan berucap marah sembari mendekati Aldi yang berusaha berdiri tegak.

Belum sempat Aldi berdiri, pukulan datang dengan bertubi-tubi mengenai perut dan wajahnya, membuat Aldi tergeletak tak berdaya. Dengan sekuat tenaga Aldi menyenderkan punggungnya ditembok yang sempurna berada dibelakangnya, matanya menatap Nathan sinis.

"Aku hanya akan menikahinya besok, apa itu salah?" Aldi berucap dengan santai, mengusap pelan darah disudut bibirnya.
"Dasar baji*gan! Kamu pikir semudah itu setelah apa yang kau perbuat?" Nathan hendak melayangkan pukulannya sebelum tangan Kenya menghentikannya.

Dilihatnya Kenya sedang berusaha menggapainya dengan tertatih, 

"Kumohon hentikan" ucap Kenya lemah, matanya menyiratkan kelelahan, ada bekas air mata yang mengering dipipinya.
"Tapi ia sudah berlaku bernafsu padamu, biarkan saya menghajarnya Kenya" Nathan berkata lembut sambil merengkuh pinggang Kenya biar berada disisinya, tangannya dengan terampil merapikan rambut Kenya yang berantakan.
"Bawa saya pulang sekarang" matanya menyiratkan permohonan, mau tak mau alhasil Nathan luluh dan menganggukkan kepalanya.
"Jangan pernah mendekati Kenya lagi" ucapan itu tajam dan dalam, seolah bisa menembus apapun yang menghalanginya.
Tapi itu tak besar lengan berkuasa pada Aldi, ia malah tersenyum sinis sebelum alhasil berkata "kita lihat saja nanti, pangeran kesiangan"

Tanpa menghiraukan perkataan Aldi, Nathan melangkah sambil memapah Kenya disampingnya, sambil Melirik Aldi sekilas, Nathan berujar," i wait for that, baby boy" kemudian berlalu meninggalkan Aldi yang mengumpat dibelakangnya.

,• ,

"Apa kau sudah merasa lebih baik?" Nathan sedari tadi mengikuti langkah Kenya yang sedang menyusuri lobi yang akan mengarah pada butiknya.

Kejadian itu sudah berlalu seminggu yang lalu, dan Nathan salalu berada dalam jarak kurang dari 2meter darinya, mengikuti Kenya kemanapun ia pergi dan berkata 'apa kau baik-baik saja?' setiap detiknya hingga membuat Kenya jengah. Kenya tahu jikalau Nathan menghkhawatirkan keadaannya, tapi tidak menyerupai ini caranya! Nathan sudah menyerupai induk ayam yang kehilangan anaknya. Kenya berhenti sejenak, kemudian menatap Nathan.

"Aku tahu kau kawatir,tapi nggak gini caranya, biarkan saya bekerja dengan hening sekarang, okey? Pulanglah Nathan, ada pekerjaan yang menuggumu" Kenya membalikkan punggung Nathan, kemudian mendorong pundak tegapnya kearah pintu keluar.
"Baiklah, saya akan pergi, tapi kau harus membantuku untuk mengusir calon istri yang diberikan ibu, bagaimana?" Nathan menaikkan sebelah alisnya sambil tersenyum jenaka, tak menghiraukan Kenya yang sedang mengerucutkan bibirnya tak suka.
"Mau hingga kapan saya harus berpura-pura jadi kekasihmu dihadapan para calonmu itu Nathan? Sudah saatnya kau menikah" Kenya memutar bola matanya kesal, sudah cukup tabah ia menghadapi tingkah asing Nathan.
"Aku masih 23 tahun Kenya, masih ingin bebas, kau tahu? Dan saya hanya ingin menikah denganmu" ada senyum jahil menghiasi bibirnya, matanya berbinar jenaka.
"Jangan bercanda Nathan" tepukan final hayat itu sukses mendarat dibahu Nathan hingga membuat sang empu meringis.

Rona merah terlihat dikedua pipi Kenya, kemudian ditutupinya dengan memukul lengan Nathan membabi buta.

"Stop it Kenya, kau membuatku terluka" Nathan berucap dengan dramatis, kemudian menggenggam tangan Kenya yang hendak memukulnya lagi.
"Hei, mukamu merah, apa kau tersipu karna ucapanku?" nada geli tak bisa disembunyikan dari bicaranya, kemudian secepat kilat mengecup pipi merona Kenya, menbuat Kenya membelalakkan matanya tak percaya.

Dilihatnya Nathan mulai berjalan menjauh, lalu terdengar teriakan, "aku tunggu jam 1siang di kafe red rose, jangan telat, dandan yang cantik" kemudian tubuh tegapnya lenyap dibalik pintu mobil, meningglkan Kenya yang entah kenapa tersipu dengan perkataan Nathan.

***

If you tossin' and you're turnin' and you just can't fall asleep
I'll sing a song
Beside you
And if you ever forget how much you really mean to me
Everyday I will
Remind you

***

"Kumohon, ceritakan apa yang pengecut itu lakukan padamu" Sambil menenangkan Kenya yang menangis sesenggukan didadanya, Nathan bertanya lembut, menenagkan.
"A..aku, hiks, ia memaksaku menikahinya ahad depan dan aku..." isakan pilu itu terdengar menyakitkan, membuat Nathan semakin mengeratkan pelukannya, berusaha meredam tangisannya.
"Jangan pernah menikah dengan bajingan itu Kenya, kumohon jangan" Nathan berucap lirih, mencoba meyakinkan Kenya bahwa Aldi bukan pria yang baik, ia pria gila.
"Tapi ia sudah berubah Nathan, ternyata ia berlaku bernafsu kemarin karna ia sakit, ia sakit Nathan.." Kenya berucap nyaris berbisik, semakin meneggelamkan wajahnya pada dada Nathan yang terasa nyaman.
"Masih banyak pria yang lebih baik darinya, Kenya, jangan siksa dirimu untuk terus bersamanya" Nathan merenggangkan pelukannya, mengangkat dagu Kenya biar menatap kearah mata abunya.

Menghapus air mata yang untuk sekian kalinya disebabkan oleh orang yang sama.

"Tapi saya masih mencintainya" Kenya mengalihkan pandangannya kearah lain, tak sanggup menatap mata bubuk Nathan.
Terdengar helaan napas Nathan, "tak bisakah kau melihat kearahku kenya? " dilepaskannya tangan yang tadi berada di dagu kenya, mata abunya meredup, menatap gadis itu nanar.
"Kenapa kau selalu peduli padaku Nathan?" masih mengalihkan tatapannya, Kenya berujar pelan.
"Karna kau yaitu wanita kedua setelah ibuku yang sangat saya sayangi, kau sangat berarti bagiku Kenya, sudah berapa kali saya mengataknnya padamu Kenya? Tidakkah kau mengerti?" ditatapnya Kenya yang masih mengalihkan pandanganya kearah lain.
"Maaf..." Kenya bergumam lirih.
"Aku mengerti, sekarang tidurlah, dan saya akan menyanyikan sebuah lagu untukmu" Nathan mulai bangun dari duduknya, kemudian membantu Kenya untuk berbaring dikasurnya.

Kenya terlihat enggan, kemudian menurut ketika melihat tatapan sendu penuh permohonan dari mata bubuk Nathan.

"Kau perlu istirahat untuk merilekskan pikiranmu, biar bisa mengambil keputusan yang tepat" dielusnya rambut emas Kenya yang terurai, kemudian mulai duduk disebelahnya, bibirnya menyanyikan sebuah lagu yang indah, hingga dilihatnya Kenya yang mulai terlelap. Dikecupnya kening Kenya penuh kasih sayang, dan berbisik penuh hikmat
"Aku mencintaimu Kenya, dari dulu hingga sekarang, kuharap kau bisa menentukan pilihanmu, hingga jumpa" dijauhkan wajahnya dari Kenya, kemudian bangun meninggalkan Kenya yang terlelap.

Tanpa disadarinya Kenya mengeluarkan air mata dalam tidurnya.

***

You'll always have my shoulder when you cry
I'll never let go
Never say goodbye

***

Angin sedingin es pribadi menyambutku ketika saya gres saja menginjakkan kakiku ke taman kota, daerah yang selama 5 tahun terakhir ini sering saya kunjungi ketika pulang kerja, tempatku melepaskan sedikit pikiran mengganjal setelah seharian memutar otak. Kulangkahkan kakiku menuju sebuah kursi panjang yang berada disudut taman, sempurna didepan pohon beringin yang menjulang dengan indah, kursi ini selalu mengingatkan wacana kebersamaanku bersama Nathan. Tempat dimana saya bertemu dengannya untuk pertama kali, kemudian berlanjut ke pertemuan berikutnya dan berikutnya, menjadikan kursi ini sebagai daerah favoritku bersama Nathan.

Sebulir air mata menetes menyetuh pipiku ketika mengingat wacana Nathan, pribadi saja kutepis dengan kasar, mencoba untuk tersenyum, ketika ini yang perlu kulakukan hanya meneguhkan hati dan bersabar. Kulihat kursi itu sedikit basah, menandakan bahwa hujan gres saja turun, meninggalkan butiran-butiran air yang menempel pada permukaan kursi. Tak memperdulikan itu, saya duduk dan menyenderkan punggungku pada sandaran kursi, mencicipi air yang sedikit merembes menyentuh kulit punggungku karna baju tipis yang tengah kukenakan.

Saat hendak mengeluarkan sebuah novel dari tas kecilku, kuraskan angin hirau taacuh menghempas perlahan, membawa butiran air hujan yang berjatuhan dari daun yang bergesekan tertiup angin, menyapu wajahku. Kupejamkan mata dan menghirup udara dalam-dalam, aroma khas hujan pribadi melingkupi indra penciumanku, menunjukkan ketenangan yang sangat kurindukan.

Hari ini, sempurna tahun kelima Nathan meninggalkanku, kerinduan dan rasa cintaku terhadapnya membuatku melaksanakan hal konyol dengan mengunjungi taman ini setiap hari, berharap suatu saat, Nathan akan hadir dan mengejutkanku dari belakang, menyerupai kebiasaannya 5tahun lalu. Betapa saya sangat merindukan saat-saat kebersamaan kami. Hari semakin sore, dan angin semakin kencang berhembus. kulirik jam yang berada, dipergelangan tanganku, pukul 5 sore, buru-buru kumasukkan novel yang belum sempat saya baca tadi. Lalu bangun berdiri, keningku menyerit ketika mencium aroma khas seseorang yang saya rindukan, jantungku pribadi berpacu dengan cepat, kupejamkan mataku ketika aroma itu terasa semakin dekat, menghirupnya dalam-dalam. Bolehkah saya berharap ketika ini?

Kubuka mataku cepat ketika kehangatan melingkupiku dari belakang. Dan aroma ini terasa semakin nyata! Tepat berada dibelakangku! Tubuhku terasa kaku, tak bisa bergerak, harapan-harapan mulai muncul memenuhi otakku, membuatku merasa takut, takut jikalau kemungkinan yang saya harapkan ternyata tidak terjadi. Air mataku menetes ketika mendengar bunyi serak dibelakangku, bunyi yang benar-benar saya rindukan selama ini,menyadarkanku bahwa harapanku memang benar nyata.

"Kenapa masih memakai pakaian tipis ketika cuaca hirau taacuh menyerupai ini Kenya?" lidahku kelu, tak bisa berucap,seolah ada yang sesuatu mengganjal dikerongkonganku, dengan sisa tenaga yang saya miliki, saya berbalik, menghadap sesorang yang telah menyampirkan jaketnya dibahuku.

Air mataku semakin mengalir deras ketika melihat sepasang mata abu-abu yang menyorot penuh kerinduan, terlihat senyum hangat menghiasi wajah lelaki itu. Mata itu, masih sama dengan mata yang 5tahun lalu menatapku penuh kasih sayang, dan senyuman itu masih sama ketika terakhir kali saya melihatnya. Ya Tuhan, Nathanku kembali, Nathanku telah kembali! Kuhempaskan tubuhku kearah dadanya, memeluknya erat, menumpahkan segala kerinduan yang memuncah, kuhirup aromanya dalam-dalam, masih sama menenangkannya menyerupai dulu. Tolong jangan bangunkan saya jikalau ternyata ini hanya sebuah mimpi Tuhan! Kurasakan ia membalas pelukanku, mengelus punggung dan rambutku pelan, betapa saya merindukan saat-saat ia memelukku.

"Semua akan baik-baik saja, percayalah padaku" kudengar ia berbisik ditelingaku, mengantarkan getaran aneh yang menyenangkan, ketenangan pribadi memenuhi dadaku.

Kurasakan ia merenggangkan pelukan kami, menyentuh bahuku dengan kedua tangannya yang kokoh, lalu menatap mataku lekat.

"A..aku..."belum sempat saya menyuarakan keinginanku untuk memarahinya dan berkata bahwa saya merindukannya, ia memberi kode padaku untuk diam.

Kulihat ia tersenyum hangat, lalu sebelah tangannya turun dan mengambil sesuatu dari saku celana belakangnya. Sebuah permintaan dengan pita cantik diatasnya mengejutkanku, diraihnya tangan yang menggantung disisi tubuhku, lalu ditaruhnya permintaan berwarna emas itu ditelapak tanganku. Otakku seakan beku, tak bisa mendapatkan segala kemungkinan yang akan terjadi, mataku memandang permintaan itu dengan tatapan kosong,Tangankku mencengkram permintaan itu erat, hampir meremasnya.

"Buka, lalu Bacalah" kudengar daia berbicara, lalu saya menolehkan kepalaku kearahnya, memandangnya penuh tanya dan kekecewaan, tapi sekali lagi ia hanya tersenyum.

Dengan tangan gemetar, saya membuka permintaan itu perlahan. Terlihat sebuah goresan pena yang dicetak tebal dengan tinta emas, menarik perhatianku untuk membacanya pertama kali.

'Nathan Radithya Pameswara'
Menikah dengan
'Ayunda Kenya Amanda'

TAMAT.

Profil Penulis: 
Hanya seorang pelajar yang ingin menjadi seorang penulis...

Previous
Next Post »