KAMU, ANGANKU
Karya Rizki Amalia
“Kamu.....Anganku”
Semilir angin senja diiringi rintik hujan sedikit membasahi bajuku. Hari ini ibarat biasa, Aku pulang sore. Bedanya hari ini Aku harus pulang sendiri alasannya yaitu Sopirku sedang pulang kampung menjenguk istrinya yang tengah sakit. Akupun pulang dengan menggunakan kendaraan umum.
“Hallo Mah, Aku masih dijalan dan ini sepertinya agak macet!”. Kabarku pada Mamah.
“Oh iya, hati-hati ya!”. Jawab Mamah.
“Iya Mah.” Kataku.
Saat itu hujan mulai reda, namun macet masih saja melanda. Karena kesal menunggu jadinya ibarat biasa Aku membaca buku pelajaran yang memang bukunya Aku pegang ditangan. Beberapa ketika Handphone-ku berbunyi, Aku kira itu dari Mamah tapi ternyata itu dari Adrian, sobat sekelasku. Aku tidak lantas membaca pesannya, Handphone-ku kembali Aku simpan kedalam saku rok sekolah.
“Kirain pesan dari Mamah, ternyata dari Adrian. Sudahlah tidak perlu Aku baca sekarang paling ia cuma menanyakan persoalan pelajaran, bukan persoalan pribadi!”. Gumamku dalam hati.
Setengah jam kemudian Aku jadinya tiba dirumah.
“Assalamualaikum Mah!”. Kataku sambil mencium tangan Mamah yang sudah menunggu kepulanganku semenjak satu jam lalu.
“Waaaikumussalam!, kau pasti hirau taacuh ya? Mamah sudah siapkan air hangat untuk kau mandi, mamah juga sudah menyebarkan segelas susu coklat panas kesukaanmu, Ayo masuk!. Ujar Mamah.
“Wah susu coklat panas, eummm pasti lezat!”. Jawabku sambil membayangkan nikmatnya susu coklat panas.
“Ini susu coklat panasnya! Minum ya hingga habis setelah itu mandi!”. Tegas Mamah.
“Siap Komandan!”. Jawabku sambil menghormat.
Mamahpun berlalu ke ruangan belakang, kini di kamarku hanya ada Aku sendiri. Saat Aku akan mengambil Handphone yang ada di saku rok sekolah, Aku melihat ada dua missed call dan ketika Aku lihat betapa tersentaknya hatiku, ternyata itu dari Adrian. Aku semakin heran ada apa dengannya?. Aku membaca pesan darinya yang tadi tidak sempat Aku buka, dan isinya mengagetkanku.
Reffa, kau sudah hingga rumah?. Tadi kau ujan-ujanan kan?. Lain kali bawa payung ya Reff biar kau ga keujanan nanti kau sakit!
Kira-kira ibarat itulah isi pesan dari Adrian. Jujur gres kali ini ia mengirim pesan ibarat itu, Aku semakin aneh, rasanya jadi baper (bawa perasaan) sekali. Aku tidak membalas pesan darinya, Aku pribadi bergegas mandi. Dan setelah itu Aku kembali memulai acara rutinku, berguru dan mengerjakan tugas.
“Reffa, kemarin kau minta uang buat beli buku kan?”. Tanya Mamah padaku.
“Eh Mamah, iya Mah, itu juga kalau uangnya ada kalau tidak ada gapapa ko mah, nanti saja. Lagian Reffa masih punya kuota susukan internet yang mampu digunain buat nyari sumber ko!” . Jawabku pada Mamah.
“Engga sayang, kalau persoalan Uang itu urusan Mamah sama Papah, asal Reffa berguru yang benar pasti Reffa minta apapun juga akan kami berikan!, Reffa kan anak kami satu-satunya.” Ujar Mamah.
“Mamah... makasih ya, maaf selama ini Reffa selalu saja membuat Mamah dan Papah susah, Reffa minta ini itu terus, tapi Reffa belum mampu membalas jasa kalian.” Kataku sedih.
“Iya, itu memang sudah kewajiban kami. Sekarang Reffa lanjutin belajarnya ya, yang semangat. Mamah mau tidur duluan!”. Kata Mamah sambil berlalu.
“Iya Mah, selamat malam!”. Ujarku.
Aku kembali pada buku-bukuku. Namun fokus belajarku sedikit terganggu alasannya yaitu teringat Adrian. Ya, Adrian sosok laki-laki yang memang sejujurnya Aku menyukainya semenjak pertama kali bertemu. Rasa kantuk mulai menguasai diriku. Entah mengapa Aku ketiduran, padahal masih ada peran yang belum sempat Aku selesaikan.
Keesokan harinya, Aku memang tidak bangkit telat namun ketika itu entah mengapa Aku ingin datang pagi-pagi sekali kesekolah. Aku ingin bertemu dengan Adrian, dan Aku ingin menanyakan wacana missed call dan pesannya kemarin.
“Reffa, kau ga sarapan dulu?”.
“Engga Mah, Reffa buru-buru! Assalamualaikum!”. Kataku sambil lari terpontang-panting menuju keluar.
Digerbang sekolah ketika Aku turun dari angkot Aku melihat ada Adrian, langkahku pribadi tertuju padanya. Namun ternyata dari arah lain, ada seorang perempuan berjulukan Liana, sobat sekelasku juga, menyapa Adrian lebih dulu.
“Yah, kenapa mesti keduluan dia?”. Gumamku kesal.
Aku pribadi menuju kelas dengan mengambil jalan yang berbeda dengan jalan yang dilalui oleh Adrian dan Liana. Ternyata Aku yang lebih dahulu sampai. Aku pribadi duduk di kursiku, dingklik yang bersebelahan dengan dingklik Adrian.
“Hallo, selamat pagi Reff!” Sapa Adrian.
Aku hanya menjawab sapaannya dengan senyum dingin. Seperti biasa, Adrian pribadi pergi keluar kelas, maklum ia pengurus OSIS dan juga sibuk di beberapa organisasi, jadi dari pagi hingga sore pasti ada kegiatan. Ketika Aku terdiam, Shinta, sahabatku menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi.
“Kamu kenapa Reff?, tumben bermuram durja ibarat itu?”. Tanya Shinta keheranan.
“Aku gapapa ko Shin!”. Jawabku.
“Dibalik kata gapapa, itu mengandung banyak apa-apa”. Ujar Shinta sembari mentertawakanku.
“Alah tau aja kamu!”. Jawabku.
“Tuhkan ya, kau itu kebiasaan kalau ada persoalan pasti ga dongeng sama Aku, jadi gitu yang namanya sahabat?”. Kata Shinta sedikit ketus.
“Ih suka gitu deh, ini persoalan Adrian!”. Jawabku
“Apa? Adrian? ada apa sama dia?”. Tanya Shinta dengan nada keras.
“Bisa ga kalo ngomongnya pelan dikit!”. Kesalku pada Shinta.
“I..iya maaf..”. Kata Shinta.
Saat Aku akan menceritakan wacana Adrian pada Shinta, Adrian datang dan memang bel masuk berbunyi. Ternyata dua jam pelajaran ini guru yang bersangkutan tidak hadir alasannya yaitu ada kepentingan lain.
“Untung gurunya gamasuk, kalo masuk mati Aku belum ngerjain tugas”. Kataku pada Shinta.
“Kamu belum ngerjain tugas? Ko tumben? Kamu biasanya paling rajin!”. Ujar Shinta heran.
“Lagi males, lagi cape, lagi ngantuk!”. Jawabku malas.
“Reff, Reff lihat deh Reff!”. Gumam Shinta sambil menggeser kursiku.
“Apaan yang perlu dilihat?”. Tanyaku bingung.
“Itu, si Adrian sama Liana!”
Kamu, Anganku Karya Rizki Amalia |
Aku pribadi marah ketika melihat Adrian tengah mengobrol dengan Liana, apalagi ketika itu Liana memandang Adrian dengan mata penuh cinta. Aku kesal dan pribadi merobek-robek kertas bekas yang kebetulan ada di bawah mejaku. Aku pergi keluar dan membuang kertas itu. Saat saya selesai membuang robekan kertas, ternyata Adrian masih mengobrol dengan Liana. Dan itu terjadi di depan mataku sendiri.
“Sabar-sabar Reff, tenang, ambil nafas, keluarkan sedikit-sedikit!”. Perintah Shinta.
Bel pelajaran berikutnyapun berbunyi, Aku lupa hari itu Aku ada ulangan, Aku tidak sempat menghafal dan malah sibuk memikirkan Adrian. Entah apa yang terjadi Aku benar-benar suka padanya, ia seorang Pria yang tampan, baik hati, aktif dikelas dan di organisasi, arif pula, serta sholeh. Dia memang sosok laki-laki yang pantas diperjuangkan. Pantas saja banyak wanita yang menyukainya, Liana dan Aku misalnya.
“Gila! Ini kan bahan yang gres aja kemarin Ibu jelasin ko ya Aku lupa!”. Gumamku dalam hati.
Bisa tidak bisa, selesai tidak selesai kertas ulangan harus dikumpulkan. Aku tidak yakin kali ini akan menerima nilai yang bagus, toh ketika mengerjakannya Aku tidak benar-benar menjawabnya. Yang ada difikiranku hanya terbayang Adrian yang sedari pagi mengobrol dengan Liana. Benar-benar bayangnya membuatku lupa akan pelajaran.
Minggu selanjutnya, hasil ulangan dibagikan. Betapa tercengangnya diriku ketika melihat nilaiku hanya 45 saja. Betapa tersentaknya diriku ketika mengetahui nilaiku. Ibu Guru juga menanyakan penyebab nilaiku mampu jelek.
“Reffa, nilai kau berapa?”. Tanya Adrian.
“Kali ini Aku sedang tidak fokus, nilaiku jelek. Kamu pasti bagus ya?”. Kataku.
“Alhamdulillah sih tapi Cuma dapet 93!”. Jawab Adrian.
“Wih.. hebat....!”. Kataku.
“Hehe...”. Jawabnya.
Suatu ketika ketika Aku melihat belajarku, Aku menemukan buku-buku lamaku.
“Inikan buku bekas kelas X, ternyata masih ada!”. Kataku.
Dibawah buku itu terdapat buku bekas SMP.
“Eh ini juga buku bekas SMP masih tersusun rapi!”. Kataku.
Dan tiba-tiba buku-buku berjatuhan.
“Aduh!!!! Ini kenapa sih buku-buku pada jatuh segala? Sakit tahu!”. Ujarku marah.
Saat Aku mencoba merapihkan buku-buku itu, Aku menemukan buku bekas SD.
“Wah, inikan buku SD ku, ternyata Aku masih menyimpannya! Wes tulisannya alay gini, tapi nilainya bagus-bagus. Wajarlah pelajarannya masih gampang banget.!”. Ujarku.
Dan tiba-tiba sebuah kertas bertuliskan angak “45” mendarat diatas Kakiku.
“Hah? Inikan hasil ulanganku yang kemarin. Kenapa Aku smapai lupa untuk menyimpannya, aduh ini gawat kalo Mamah hingga tahu, Aku pasti dimarahi, uang jajanku pasti dipotong, dan laptop serta handphoneku pasti diambil!”. Kataku panik.
Beberapa ketika Aku memperhatikan kedua benda tadi, kertas hasil ulanganku dan buku bekas SD nilainya jauh berbeda. Aku berfikir ada yang salah pada semua ini, ada yang salah wacana fokus belajarku ketika ini.
“Jadi ini salahnya dimana sih? Kenapa sekarang Aku jadi kurang fokus gini ya? Kenapa nilai Aku jadi turun drastis ibarat ini? Padahal ibarat yang Mamah bilang, fasilitasku lengkap tapi kenapa nilainya jelek? Apa ini alasannya yaitu Aku teringat terus dengan Adrian, apa alasannya yaitu Aku sudah mengenal yang namanya CINTA?”
“Ada apa dengan Cinta Reff?”. Tanya Mamah yang tiba-tiba masuk ke kamarku.
“Eh Mamah, ga ada apa-apa ko!”. Jawabku gugup.
“Jangan bohong sama Mamah, dongeng aja ada apa? Kamu jatuh Cinta?”. Tanyanya lagi.
“E..e..engga ko Mah, engga. Mamah kan lagi masak, mending terusin aja biar ga gosong!”. Ucapku merayu Mamah.
“Yasudah, beresin ya bukunya!”. Kata Mamah sambil berlalu.
“Akhirnya Mamah keluar juga!”. Gumamku sambil mengehela nafas panjang.
“Reffa, ini kertas apa? Ini nilai ulangan kenapa jelek kaya gini? Kamu engga belajar? Ngapain aja kau selama ini?. Kenapa nilai kau jadi turun gini? Buku yang kemarin kau beli gadibaca? Buku dari SD hingga sekarang yang sebareg itu gadibaca? Cuma dipajang aja ? iya? Kamu ini ya kenapa jadi malas berguru gini! Belajar yang bener! Jangan mikiran cowo!”. Bentak Mamah, sambil menunjuk-nunjuk.
“I...iya maaf Mah!”. Jawabku terisak.
Mamah kembali ke dapur dan sebelumnya Ia membanting pintu kamarku. Tangisku pecah, perkataan mamah benar-benar menyayat hatiku, Aku merasa sangat bersalah pada Mamah.
“Benar juga apa kata Mamah, untuk apa Aku beli buku sebanyak ini kalau tidak Aku baca malah hanya dibuat pajangan?. Buku, maafkan Aku akhir-akhir ini Aku jarang menyentuhmu. Ilmu, maafkan Aku, selama ini Aku mencarimu, namun pencarianku terhadapmu tak segentir pencarianku terhadap Cinta. Aku akan berguru lagi ibarat dulu, Aku akan mencoba melupakan anganku wacana cinta dengan Adrian.”. Janjiku pada diriku sendiri.
Hari demi hari berlalu, hingga jadinya suatu hari Adrian menyapaku lagi, namun kali ini ia memberitahukanku wacana sesuatu yang membuatku penasaran setengah mati.
“Reffa, Aku mau ngomong sesuatu sama kamu!”. Ujar Adrian padaku.
“Ngomong apa? Silahkan saja ngomong.” Jawabku.
“Aku mau ngomong hal penting sama kamu, tapi itu gres akan saya sampaikan nanti ketika tiba pengumuman jalur permintaan (SNMPTN).”. Kata Adrian.
“Hah? Itu masih lama, memangnya sepenting apa sih?”. Tanyaku semakin heran.
“Nanti juga kau tahu!, sekarang kita sama-sama berguru dan berdo’a saja semoga kita berdua mampu lolos SNMPTN. Kamu jangan lupa berguru dan berdo’a ya!”. Ujar Adrian sambil tersenyum.
“Aku semakin tidak mengerti. Tapi baiklah, Aku akan menunggu. Iya, kau juga!.”. Kataku pada Adrian.
Setelah melewati 5 semester jadinya ini semester terakhir di SMA, namun untuk lolos SNMPTN hanya digunakan nilai raport selama 5 semester. Aku dan Adrian ikut seleksi SNMPTN di dua universitas berbeda. Dan tibalah pengumuman serentak hasil kelulusan SNMPTN. Hasil kelulusan diumumkan lewat internet, dan Andrian menelponku.
“Gimana Reff, kau lolos?”. Tanya Adrian.
“Alhamdulillah, senang sekali rasanya Aku lolos. Kamu sendiri?”. Kataku.
“Alahmdulillah Aku juga lolos. Selamat yaaa!”. Jawab Adrian.
“Oh ya, mengenai hal yang ingin kau bicarakan? Sekarang sudah waktunya bukan?”. Ucapku.
“Ternyata kau masih ingat, Aku pengen ngomongnya pribadi besok disekolah!”. Jawabnya.
“Baiklah kalau begitu, sudah dulu ya. Assalamualaikum.”
“Waalaikumussalam!.”
Mamah ternyata mendengar percakapanku di telepon dengan Adrian.
“Habis nerima telepon dari siapa Reffa?”. Tanya Mamah.
“Dari Adrian Mah”. Jawabku datar.
“Oh, apa ia juga diterima di PTN impiannya? Oh ya kalau tidak salah ia akan bicara suatu hal sama kau setelah pengumuman inikan?”. Tanya Mamah.
“Iya, ia keterima. Katanya sih iya, tapi besok di sekolah.”. Jawabku.
“Sepertinya Mamah tahu ia besok akan ngomong apa.”. Kata Mamah sambil tersenyum sendiri.
“Mamah tahu? Memangnya apa Mah?”. Tanyaku.
“Dia besok akan bilang kalau ia suka sama kamu! Percaya deh sama Mamah!”. Jawab Mamah sambil tersenyum geli.
“Ih Mamah ko jadi ke cinta, Aku gamau ah Mah!”. Jawabku.
“Kenapa? Bukannya kau suka sama Adrian?”. Tanya Mamah.
“Ya walaupun Aku suka sama Adrian, bukan berarti Aku harus pacaran sama ia dari sekarang, Mamah tahu kan? nilai ku sempat turun gara-gara Aku tidak fokus belajar, alasannya yaitu Cinta. Makara Aku mau fokus dulu kuliah, dan nanti mau kerja, kalo udah sukses gres Aku mau mikirin Cinta. Adrian selama ini cukup menjadi moodbosterku ketika disekolah, cukup mengaguminya dari jauh Mah, Aku takut terlalu berharap padanya.” Jelasku pada Mamag.
“Ya kalau begitu bagaimana kau sajalah!.” Jawab Mamah.
Hari yang ditunggu-tunggupun jadinya tiba, pagi yang begitu sunyi alasannya yaitu memang Aku dan Adrian janjian untuk datang lebih awal semoga pembicaraan ini hanya kita berdua yang tahu.
“Adrian, jadi kau mau ngomong apa?”. Tanyaku padanya dengan wajah polos.
“Sebelumnya maafkan Aku ya, Aku lancang ngomong kaya gini sama kamu!”. Pintanya.
“Tenang saja, kau kan ga buat salah, ada apa memangnya?”. Kataku
“Selama ini Aku suka sama kau dari pertama kita bertemu, kau itu cantik, sholehah, pintar, dan kau selalu mewarnai hari-hariku. Kamu juga merupakan salah satu penyemangat belajarku!”. Tegas Adrian.
Perkiraan Mamah benar-benar terjadi, seorang Adrian, sosok yang selama tiga tahun ini Aku kagumi, hari ini ia mengungkapkan isi hatinya kalau ia menyukaiku. Aku resah untuk menjawabnya.
“Reff, Reffa, kau kenapa terdiam Reff?”. Tanya Adrian sambil menggerakan tangannya didepan mataku.
“E..engga ko gapapa”. Jawabku.
“Jadi?”. Tanyanya.
“Jadi apa?”. Tanyaku polos.
“Jadi apa pendapat kau wacana perasaan Aku terhadap kamu?”. Tanya Adrian penuh harap.
“Sebenarnya Aku juga menaruh perasaan yang sama terhadap kamu, kau tahukan ketika kelas XI lalu nilaiku pernah turun dan ketika itu alasannya yaitu Aku terlalu memikirkanmu. Aku cemburu melihat kau bersahabat dengan Liana.”. Jelasku.
“Alhamdulillah ternyata kamupun menaruh perasaan yang sama. Aku senang kau mencicipi juga hal itu!”. Kata Adrian.
“Iya, Aku juga. Tapi maaf Aku tidak ingin kita pacaran. Aku ingin kita fokus dulu sama pelajaran. Kalau kita sukses kelak, dan kita berjodoh kita akan bertemu!”. Ujarku.
“Iya, tidak apa. Cukup dengan tahu jikalau kau menaruh rasa yang sama Aku sangat bahagia. Sukseskan dulu diri kita masing-masing!, Baca buku, pelajari, dan fahami alasannya yaitu diusia kita kebahagiaan yang bekerjsama bukan alasannya yaitu adanya cinta namun alasannya yaitu adanya Ilmu yang bermanfaat .” Kata Adrian bijak.
“Iya.”. Jawabku singkat.
Rasa penasaran yang Aku rasakan kini telah terjawab, orang yang selama ini Aku kagumi ternyata mengagumi Aku juga. Sebuah kebanggan bagiku, disukai oleh seorang Adrian. Namun, Aku dan Adrian sadar, jikalau cinta tak perlu pacaran. Cukup buktikan cinta dengan kesetiaan menunggu, cukup dengan memfokuskan diri dengan kuliah dan bekerja keras semoga mendapat kesuksesan. Dan satu hal, buku yaitu sumber Ilmu yang akan memperlihatkan suatu kebahagiaan bagimu kelak.
Kini Aku dan Adrian memfokuskan diri masing-masing, kami kuliah di Universitas berbeda. Walau kami berjauhan, komunikasi masih mampu berjalan lancar. Entah apa yang akan terjadi kedepannya, Akupun tak tahu!.
Profil Penulis:
Rizki Amalia Nurfadhilah
17 y.o