Tetanggaku, Pacarku Karya Rindi Mayasari

TETANGGAKU, PACARKU
Karya Rindi Mayasari

Letih, itulah yang ku rasakan. Sembari merebahkan badan ini ku nikmati alunan music yang menyejukkan pikiranku.

“Taarrrrr!!!” 

Tiba-tiba terdengar terang pecahan beling dari luar. Aku pun turun untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Dan…

“Woiii!, jangan kabur loe! Ganti rugi dulu!”. Teriakku pada 3 bocah yang berlari setelah membuat beling mobilku berlubang.
“Ada apa mas? Kok teriak-teriak?’’. Tanya mbak Mitta yang telah mengabdi selama 9 tahun dirumah sederhanaku.
“Itu tadi Mbak, ada 3 bocah yang maen ketapel, terus kena beling kendaraan beroda empat Tara”. Jelasku pada Mbak Mitta.
“Waduuhh, kendaraan beroda empat ini jugakan belum tamat kreditannya Mas. Kok malah kacanya sudah retak berlubang begitu… hehehe”. Ledek Mbak Mitta.
“Ssstttt, jangan keras-keras Mbak, malu di denger  tetangga”. 
“Iya-iya. Mbak mau kedapur dulu ya”
“Ooh iya Mbak”.

Aku pun mulai sibuk menghubungi teman-temanku untuk mencari solusi dari duduk perkara gres ini. namun sia-sia, Mereka pun tak tahu apa yang harus diperbuat. Sedangkan Ayahku pergi ke Luar Negeri untuk beberapa ahad alasannya yaitu ada Tugas dan Bunda turut serta Ayah.

Pagi yang cerah, temaniku mengendarai kendaraan beroda empat yang berlubang kacanya dibagian belakang itu dengan PD-nya ke kampus. Ditengah perjalanan, saya bertemu dengan seorang wanita yang tak begitu menarik dan terlihat hirau dengan penampilannya sendiri.

“Tiiiinn….. kenapa Mbak motornya? Butuh dukungan enggak?”. Sapaku dengan niat menyampaikan bantuan.
“Enggak usah, makasih”. Jawabnya dengan acuh.
“Cantik aja enggak, tapi jual mahal” gerutuku sambil tancap gas. Aku pun melanjutkan perjalanan dan meninggalkan Gadis itu sendirian di trotoar.
        
OSPEK hari kedua ini membuatku kewalahn sebagai senior. Bagaimana tidak, dari 736 seluruh penerima OSPEK dan 721 yang hadir pada hari kedua. ‘yang lainnya kemana?’ pikirku. Pada hari ketiga, Aku bersama senior yang lain menggiring seluruh penerima OSPEK menyusuri pantai yang tidak terlalu jauh jaraknya dari kampus. Sedangkan 15 orang yang tidak hadir pada hari kedua, diserahkan kepadaku dan Aldreany untuk mengadili dan member hukuman yang pantas pada Mereka. Salah 1 dari Mereka terlihat tidak absurd bagiku, dan saya menunjuknya sebagai yang pertama untuk di adili.

“Hei, kau yang berhijab!. Apa ganjal an kau kemarin tidak hadir di OSPEK hari ke-2?” tanyaku.
“Motorku mogok  kak”. Jawabnya tanpa ragu.
“Alesan aja! Skotjam 50 kali sekarang!”. Cetus Aldreany.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Gadis itu menuruti perintah Aldreny yang terkenal sadis itu. 
Ingin melarang Aldreany terlalu keras pada penerima OSPEK, tapi Aku tak ingin berdebat dengan Adreany di depan penerima OSPEK. 

Saatku berjalan menuju perpus yang mengharuskanku berjalan ±30 M dari Fakultasku, saya menemukan secarik kertas photo copy-an SKHU sementara dengan nama Geandra Shaffryta. ‘ah pastilah  ini milik Mahasiswa baru’ batinku.  Benar saja, dugaanku tepat.  Karena ketika itu juga seorang wanita menghampiriku dan menanyakan photo copy-an miliknya. 

“Ooh, jadi ini punya…” belum tamat saya bicara, Gadis itu menyerobot kertas itu dari tanganku.
“Dasar, Junior enggak sopan loe!”. Teriakku.

Namun Ia tak menghiraukanku dan terus berlari menuju Gedung Teknokrat. Ternyata Gadis yang berjulukan Geandra itu yaitu Gadis yang bertemu denganku di trotpar jalan menuju kampus dan juga yang telah diberi hukuman komplemen oleh Aldreany.

Siang itu, Ayah dan Bunda telah mendahuluiku menyentuh lantai rumah sepulang ku dari kampus. 

Tetanggaku, Pacarku  Karya Rindi Mayasari

“Bagaimana dengan kendaraan beroda empat barumu, Tara?”. Tanya Ayah sambil melahap sepotong buah yang di suguhkan Bunda. Sebelum menjawab, Aku duduk disamping Mereka terlebih dahulu.
“Maaf Ayah, Bunda, kemarin ada bocah maen ketapel terus batunya tepat kena beling episode belakang Asyantara. Sekali lagi maafin Tara ya Yah, Bun”. Jawabku  memohon.
“Huuufffttt…. Emang susah ya Bun punya anak lelaki yang ceroboh. Coba kalo kemarin eksklusif di masukkan ke garasi, pasti ketika ini mobilmu masih mulus”. Sindir Ayahku setengah menasehati.
“Yaa, itulah Anak laki Yah. Dikit-dikit ceroboh dan enggak berhati-hati, persis Ayahnya”. Ucap Bunda sedikit melirik Ayah. Sementara Ayah melotot kearah Bunda, tanda tidak oke dengan ucapan Bunda.
        
Seperti biasa, pagi ini Aku bersama Bunda berlari-lari kecil di sekitar kompleks perumahan kami. Ayah tak pernah mau diajak marathon bersama kami, terlalu masbodoh alasannya. Usai marathon, Bunda menghadang gerobak sayur diikuti tetangga-tetangga lainnya. Aku iseng memilih beberapa jenis sayuran yang Akiu sukai. Kemudian datang juga Geandra.

“Lho, kok kau disini?”. Tanyaku.
“Rumah Aku-kan disitu kak”. Jawab Gean simple sambil menunjukkan rumahnya.
“Ooh”. Ucapku.

Ternyata Geandra yaitu tetangga baruku yang rumahnya berseberangan denganku.
Kami pun sering berangkat bersama ke kampus, dan semakin bersahabat walau kerap kali berbeda pandapat.
Sebagai sahabat, Aku seringkali menyebarkan kisah pengalamanku dengannya. Begitupun sebaliknya dengan Geandra. Aku pernah bercerita padanya, bahwa Aku sedang PDKT dengan sahabatku di satu Fakulatas namun berbeda angkatan. Geandra hanya tersenyum sinis dan tak lagi banyak bertanya.

Suatu ketika, ponsel Geandra tertinggal di mobilku. Ingin menyusulnya tapi.. agghh sudah terlalu jauh dirinya berlalu. Karena sedikit penasaran, Aku membuka satu persatu file di ponsel Giandra.
Tak ku sangka, Giandra mencurahkan seluruh isi hatinya di ponsel ini dan Aku bahagia setelah membaca curahan hatinya yang sesungguhnya. Aku turun dari kendaraan beroda empat setelah memarkirkannya dan mengejar Geandra yang terlihat akan menghampiri teman-temannya di seberang jalan yang tidak sepi kendaraan itu. Sebelum Geandra menyeberang, Aku memanggilnya.

“Gean……”. Tapi Geandra terlanjur melangkah ke jalan raya, hingga ditengah jalan raya Geandra menoleh kearahku dan……..  
“Pruussshhh!”. Kejadian itu berlangsung didepan mataku. 
“Dimana aku?” Tanya Geandra yang gres siuman dari komanya stelah 2 ahad lamanya.
“Gean, ada di Rumah sakit sayang”. Jawab Ibu Geandra.
 “Bu, kaki Gean kaku banget. Susah digerakin”.  Ucap Geandra. Kami hanya termangu dan tak bisa menjelaskannya pada Geandra.
“Bu, kaki Gean kenapa? Kenapa kak? Tante? Kenapa semuanya diam? “. Tanya Gean dengan sangat memohon kapada kami.
 “ Gean harus kuat. Gean enggak kenapa-kenapa kok. Gean hanya butuh waktu aja untuk tenang”. Jawabku menenangkan hati Geandra yang sedang kacau.
“Enggak! Kakak bohong! Kaki Gean kenapa? Gean kehilangan kaki kanan Gean ya? jawab kak! Kenapa semuanya diam? Kenapa?” desak Gean dengan derai air mata. Kami pun tak bisa membendung  air mata melihat keadaan Gean ketika ini. 
Tak sanggup melihat Gean meronta-ronta  dengan keadaannya ketika ini, saya keluar untuk menenangkan pikiranku.  Aku berjanji pada diriku sendiri untuk selalu ada untuk Gean, alasannya yaitu akulah penyebab Gean kehilangan kaki kanannya.

“Andai ketika itu saya tak memanggil Gean ketika ia akan melintasi jalan raya, pasti semuanya takkan terjadi”.  Gumamku menyesali kejadian 2 ahad lalu.
“Sudahlah Asyantara, kau enggak patut menyesali semua itu. Toh itu juga bukan salah kamu. Gean aja yang kurang berhati-hati”. Ucap Aldreany yang membuatku semakin kesal dengan kehadirannya.

Setelah 3 bulan menikmati suasana Rumah, Geandra  sudah bisa berjalan menggunakan penyangga dan mulai kembali ke kampus. Aku selalu menemaninya kemanapun Geandra akan melangkah. Aku mengikuti di belakangnya ketika Ia akan pergi kekebun Rusa milik Fakultas kehutanan. 

“Kakak ini kenapa sih ngikutin Gean terus. Gean bisa sendiri kok”. Ucap Gean  terlihat kesal.
“Kakak Cuma pengen ada di samping kau Ge. Apa kakak salah?”. Jawabku.
“Iya kakak salah. Kenapa kakak peduli sama aku? Kakak peduliin aja gebetan kakak yang selama ini kakak dambain!”. Ucap Gean dengan cetus.
“Ge, sebenernya orang yang waktu itu kakak ceritain, yaitu kamu. Kamu yang buat kakak nyaman ada di samping kamu. Ge, kasih kakak kesempatan untuk selalu ada buat kau seumur hidup kakak”. Jelasku pada Gean.
“Maksud kakak?”. Tanya Gean dengan lagak tidak mengerti.
“Iya, kakak mau… Gean jadi kekasih kakak. Gean Mau kan?”.  Tanpa ragu sedikitpun saya mengungkapkan isi hatiku.
“Tapi kak, kakak kan tau keadaan Gean. Gean cacat kak! Gean udah gak…”
“Sssstttt, jangan di terusin lagi. Gean tetap sempurna. Gean yaitu gadis yang tegar. Harusnya kakak yang minta maaf sama Gean”. Ucapku memotong perkataan Gean.
“Kakak enggak salah. Semua salah Gean”. 
“Enggak Ge. Sekarang intinya Gean maukan jadi kekasih kakak? Jangan bohongi perasaan Gean. Kakak akan berusaha buat bikin Gean bahagia”. Ucapku meyakinkan Gean.
“Jujur, Gean gak bisa bohong lagi bahwa sebenernya Gean juga udah jatuh hati sama kakak dan sekarang Gean mau temani kakak menyusuri hidup kakak’’. Jawab Gean dengan senyum yang tersipu malu-malu.
“Terimakasih Ge” . ucapku dengan senyuman bahagia yang tak bisa ku sembunyikan lagi.
         
End

Profil Penulis:
namaku Rindi Mayasari, begitupun dengan nama FB ku.
hobiku menulis dan membaca. terimakasih. 

Previous
Next Post »