SENYUMAN SECERAH MATAHARI
Karya Nisa Nurul Asror
Hari ini masih sama dengan hari sebelumnya. Dengan lagit yang masih biru bersih,matahari dan kecerahannya,dan juga ia pun masih terbit dari sebelah timur. Ya tentu hal itu masih sama. Dan akan tetap menyerupai itu setiap harinya. Tetapi rasanya semenjak ia menghilang,bagiku sang mentari pun tak seindah sebelumnya. Tak sehangat sebelumnya. Dan hatiku pun suram muram dan rasanya mendung semenjak beliau tak ada. Dia yang menawarkan matahari di hidupku sekarang tak ada lagi. Mungkin beliau ada, tapi di daerah lain. Dia sudah menghilang dari hidupku. Dia yang telah menawarkan senyuman sehangat matahari dan telah menghiasi hari di setiap harinya. Dan juga telah membangkitkan semangat diri. Senyumannya pun bagaikan embun yang menyejukkan,dapat menyejukkan hatiku. Tatapannya pun lembut dan dapat membuatku terpaku. Ya,dulu. Itu sudah lama. Lama sekali. Dan sekarang beliau sudah menghilang.
Aku begitu kehilangan dirinya. Aku merindukan sosoknya. Rasa sakit yang menyelimuti hati ini selalu muncul ketika saya merindukannya. Aku pun merindukannya setiap saat. Apakah beliau akan kembali? Entahlah. Tetapi itu selalu menjadi harapanku. Hanya secercah harapan. Mungkin peluang bagiku untuk menemukannya kembali sedikit sekali. Tapi saya tak berhenti berharap. Karena hatiku masih untuknya. Untuk dirinya. Walaupun saya tak pernah memilikinya, bagiku melihatnya setiap hari saja sudah cukup. Kehadirannya saja sudah membuatku bahagia. Hhhh beliau yang menawarkan senyuman sehangat matahari itu,aku selalu berharap mampu melihatnya lagi. Andai saja waktu mampu kuputar,aku pasti memutarnya ke masa lalu. Aku rindu sekali saat-saat beliau masih ada di hidupku,dan sebelum beliau menghilang. Jika ku tarik ke belakang..
Beberapa tahun lalu
“Hei berhenti!” teriaknya.
Aku pun tetap berjalan. alasannya yakni ku pikir ucapannya tidak ditujukan kepadaku. Lagi pula saya sedang terburu-buru menuju kelas.
“Hei berhenti! Alindia Kartika!”
Sontak saya kaget dan seketika itu pula saya pun menghentikan langkahku. Tak kusangka beliau memanggilku,dan beliau pun menghampiriku.
“Ini bukumu terjatuh.”
“Oh makasih ya. Bagaimana mampu kau tau namaku?”
“Lah kan udah ketulis di bukunya. Oh iya namaku Andrian Dwiharja dari kelas 7f” katanya sambil memperkenalkan diri.
“Ah ga nanya. Duluan ya,mau ke kelas nih”
Aku pun terburu-buru menuju kelas meninggalkannya yang berdiri mematung disana. Mungkin beliau tak menyangka saya berkata menyerupai itu. Mungkin kesannya saya jutek atau bagaimana lah. Ah saya tak peduli.
_
“Tika, kok lama banget sih nyampe kelas?” kata Rina,temanku.
“Iya tadi bukunya jatoh. Yang nemuin sih tau tuh namanya Andrian Dwiharja kalo ga salah.”
“Yang bener? Ketemu dimana?” ujar Rina antusias.
“Itu di deket perpus.”
“Tik,kok biasa aja sih udah ketemu si Rian? Dia kan terkenal tau. Udah pinter,ganteng,jago maen basket lagi.”
“Masa? Emang ya?”
“Ih Tika,kemana aja sih? Kita udah 7 bulan sekolah disini,udah mau setaun juga,masa ga tau sih?” ujar Rina keheranan.
“Iya beneran,ga tau Rin.”
“Ah tau ah, Tika mah aneh.”
“Tapi saya kayaknya agak jutek sama beliau tadi. Namanya juga lagi buru-buru. Tadi beliau ngenalin diri saya malah bilang ke beliau : ‘ah ga nanya’ ” ujarku polos.
“Ih Tika. Kamu tuh nyebelin banget sih. Itu mah parah,bukan jutek lagi.” Kata Rina kesal.
“Ah biarin ah”
_
Seperti biasa saya ke perpus setiap jam istirahat. Ini merupakan salah satu daerah favoritku. Ya,dengan daerah damai menyerupai ini saya mampu konsentrasi membaca. Hhhh tapi teman-temanku tak begitu suka membaca. Kaprikornus saya selalu sendirian kalau ke perpus.
Aku pun duduk di pojok kanan. Sendiri. Ya memang biasanya begitu. Kali ini saya membaca sebuah novel misteri. Cukup tebal memang. Tapi saya yakin akan membaca habis buku itu dalam waktu dekat. Tiba-tiba ada yang menghampiriku. Dan tak ku sangka orang itu yakni : Rian.
“Eh,ketemu lagi.” Ujarnya
“Oh iya” jawabku cuek. “Tumben disini.”
“Ah enggak kok emang biasa kesini pas istirahat. Sambil merhatiin kau dari kejauhan.”
“Maksudnya?” ujarku heran.
“Iya,aku tau kok kau selalu ke perpus. Dan selama ini saya terus merhatiin kamu. Dan akibatnya gara-gara kejadian waktu itu,yang pas bukumu jatuh,aku mampu tau nama kamu. Kamu tuh kalo baca serius banget,kaya punya dunia sendiri. Dan saya suka ngeliatnya.” Lalu ia pun tersenyum. Manis sekali. Dan senyumannya itu sehangat matahari. Membuatku terpesona.
“Oh.” Jawabku singkat. Namun bergotong-royong jantungku berdebar. Mungkin saya mulai menyukainya. Tak ku sangka sudah lama ia memperhatikanku.
Aku pun melanjutkan membaca tanpa memperdulikan keberadaannya. Dan ia pun ikut membaca sempurna di sampingku. Tidak tahukah ia bahwa bergotong-royong saya gugup sekarang?
Tetapi tetap saja,ada sebersit kesenangan di hatiku ketika ia disampingku. Ya,aku senang hari ini.
Dan bel pun berbunyi,tanda waktu istirahat sudah selesai. Kami pun berpisah,pergi ke kelas masing-masing.
Dan seterusnya kini saya tak sendiri lagi. Kini Rian selalu menemaniku ketika membaca di perpus. Aku senang. Dan ini berlangsung hingga kelas 8. Apalagi kami di kelas 8 ini sekelas. Kami selalu berdiskusi perihal banyak hal. Tetapi beliau menjadi sainganku. Di semester satu memang beliau rengking 1 dan saya rengking 2. Tapi selisih nilainya tipis sekali. Cuma beda koma. Aku tak peduli. Yang penting saya mampu mencar ilmu dengan baik.
Sekarang sudah semester 2. Tak terasa memang. Sekarang saya fokus mencar ilmu untuk mengikuti olimpiade matematika. Aku akan mewakili sekolahku besama Rian. Kaprikornus hampir seharian saya bersamanya. Kami pulang lebih sore dari teman-teman lain untuk mempersiapkan lomba itu. Sering kali kami hanya mencar ilmu berdikari tanpa didampingi guru. Kaprikornus kami sering berdua.
Pada suatu hari ia menawarkan sesuatu kepadaku.
“Ini” ujarnya sambil menawarkan sebuah buku.
“Apa ini? Apa maksudnya ngasih buku ini?”
“Ini diary, tulis aja keseharian Tika disini. Senang,sedih,atau kejadian apapun tulis disini. Mulai sekarang beliau menjadi sahabat rahasiamu”
“Kok sahabat rahasia?”
“Iya,kan kalo kau nulis disitu,nulis belakang layar apapun beliau ga bakal ngebocorinnya.”
“Oh iya ya,hehe. Makasih ya.”
“Iya sama-sama. Anggep aja hari ini hari ulang tahun kamu. Mulai sekarang hari ini tanggal lahir palsu kamu,ya. Ingat itu.” Ujar Rian serius
“Ah kau ada-ada aja.”
_
Senyuman Secerah Matahari Karya Nisa Nurul Asror |
Sehari sebelum lomba dilaksanakan. Tetapi entah mengapa Rian tak datang ke sekolah. Aku menghawatirkannya. Dia tak biasanya tak hadir tanpa alasan. Tiba-tiba ada kabar bahwa Rian pindah ke Amerika alasannya yakni orangtuanya dipindahkan peran disana. Sontak saya kaget dan saya tak kuasa menahan air mataku yang sudah membendung. Tetapi saya harus tegar dan tetap semangat. Karena pelaksanaan lomba hanya hitungan jam dan saya harus melaksanakannya walaupun tanpa Rian.
Seminggu kemudian
Pemenang lomba sudah diumumkan dan saya juara 3. Alhamdulillah. Tetapi hatiku sakit alasannya yakni saya kehilangan Rian. Dan kini menyerupai dulu,aku selalu sendirian di perpus. Sambil saya mengenang kebersamaan kami dulu. Tak apa lah,walau hatiku sakit tetapi saya harus melanjutkan perjuanganku. Aku harus tetap belajar.
Tetapi hatiku sakit. Sangat sakit. Untuk mengobatinya saya mengarang sebuah puisi dengan derai air mata. Aku pun menulis puisi di buku diary pemberiannya.
Tatapanmu
Dirimu yang entah kemana
Entah dimana
Dan saya tak tau kapan
Bisa menemukan tatapan lembutmu lagi
Dirimu yang telah
Menjerat hatiku
Dan setelah itu
Kau tinggalkan
Seberkas kenangan
Dan kini
Aku mempunyai seberkas angan
Untuk menerima tatapan itu lagi
Ya, tatapan yang membuatku terpesona
Ya.. hanya seberkas angan
Di dalam kediaman ini
Ditengah kesunyian hati
Dan kegamangan
Untuk menunggumu kembali
Dan kalau kau kembali disisi
Aku ingin mendapatkannya lagi
Ya tatapanmu
Tatapan lembut itu
Yang membuatku merindukanmu
_
Kini saya sudah menjadi mahasiswi di salah satu universitas negeri ternama. Dan saya masih belum mampu melupakan Rian. Meskipun tanpa pamit beliau pergi,tetapi saya masih menyimpannya di hatiku. Selain menyimpannya di hatiku,buku diary itu pun masih ada. Ku simpan dengan rapi di laci meja belajarku. Walau isinya sudah penuh,aku masih menyimpannya dengan baik. Karena itu satu-satunya hadiah kenang-kenangan darinya. Dan sesekali saya membaca buku diary itu,untuk mengobati kerinduanku.
Aku pun pergi menuju kampusku menyerupai biasa. Tiba-tiba..
“Hei berhenti!”
Aku pun menghentikan langkahku. Dan seseorang menghampiriku.
“Ini bukumu terjatuh” ujarnya.
Aku terpaku untuk beberapa saat. Lalu saya teringat seseorang.
“Ini Rian kan? Andrian Dwiharja?”
“iya bener kok, Alindia Kartika. Maaf ya dulu ga sempet pamit. Aku ga nyangka kita mampu ketemu lagi disini”
“Iya. Udah pindah ke sini lagi? Dari kapan?
“Dari kelas 12 kok. Tapi saya tetep kuliah disana. Sekarang lagi liburan.”
“Oh”
Untuk beberapa ketika kami terdiam.Dia pun menatapku lekat. Lalu beliau menghela nafas.
“Hhhh.. Tik, tau ga dari pertama saya ngeliat kau saya udah suka sama kamu. Maaf dulu saya ga sempet ngungkapin ini,mungkin saya dulu terlalu pengecut. Dan sampe sekarang saya masih suka sama kamu. Selama ini saya ga mampu ngelupain kamu.”
“Sama kok. Aku juga gitu. Aku juga ga mampu ngelupain kau selama ini. Apalagi senyuman kamu”
“Kalo gitu,mau ga nunggu saya lulus 3 tahun lagi? Lagi pula kita mampu ketemu pas liburan. Aku ga mau kehilangan kesempatan untuk yang kedua kalinya”
Aku pun mengangguk. Rian pun pribadi memelukku.
“Terima kasih sudah mau menungguku.” Bisiknya.
_
Akhirnya penantianku sudah terjawab. Aku sangat bahagia mampu bertemu dengannya lagi. Tak apa saya menunggu 3 tahun lagi. Dan kini saya mampu melihat senyuman itu lagi. Aku bahagia. Minggu depan beliau akan kembali kesana. Dan 3 tahun kemudian,kita akan kembali bersama,seperti dulu.
Profil Penulis:
terlahir dengan nama nisa nurul asror tepatnya pada tanggal 4 oktober 1998 yang punya hobi baca plus ngarang puisi dan lagi nyoba ngarang cerpen juga...
fb : nisa asror